Share

2. Diculik

Aminarsih, atau biasa dipanggil Narsih, adalah wanita yang biasa bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Namun, sudah hampir empat tahun ini ia diterima bekerja sebagai karyawan warung Masakan Padang. Ia yang hanya mengenyam bangku sekolah sampai tingkat SLTP, tentu saja susah mendapat pekerjaan yang layak. Apalagi waktu itu, dia sempat jadi gelandangan dengan pakaian pernikahan yang masih ia kenakan. Untung saja, saat ia mencari makan di tempat sampah sebuah warung Masakan Padang, sang pemilik warung melihatnya dengan iba, dan kemudian mempekerjakannya sebagai karyawan, dengan tugas mencuci piring, dan juga mencuci alat masak, serta melayani pembeli. 

"Kak, nasi padang satu, pakai ayam bakar yang paha ya!" pinta seorang pembeli pada Narsih.

"Mau paha yang mulus apa yang kisut, Dek?" tanya Narsih menggoda anak remaja SLTP yang memesan tadi.

"Yang mulus dong, Kak, ha ha ha ...," sahut si remaja sambil tertawa.

Cekatan Narsih mengambil nasi di dalam ricecooker besar bewarna silver, dua centong penuh ia taruh di atas daun yang sudah di alas kertas nasi bewarna coklat. Setelah nasi, lalu ia menuangkan kuah gulai bewarna kuning, kemudian kuah gulai yang bewarna orange, juga bumbu rendang, sambal hijau, tak lupa ayam bakar paha sesuai pesanan pembeli. Ia membungkusnya dengan rapi, lalu memberikannya kepada remaja itu.

"Berapa, Kak?"

"Lima belas ribu."

"Makasih, Kak."

Narsih membalasnya dengan senyuman. Lalu melanjutkan aksi melamunnya. Belum ada pembeli lagi, karena masih pukul sepuluh pagi, bos pemilik warung Masakan Padang, yang bernama Bu Rini sedang kurang sehat, dan sedang beristirahat di dalam. 

Kios warung berada persis di pekarangan rumah Bu Rini, lahan parkirnya juga cukup luas untuk parkir dua mobil besar dan tiga motor. Warung Masakan Padang yang bernama 'Rindu Kampuang' ini, cukup dikenal dan laris di lingkungan sekitar. 

"Kak Narsih, beli nasi padang pake ayam," ucap seorang anak perempuan kecil pada Narsih.

"Ayamnya mau yang masih hidup atau yang sudah mati, De?" goda Narsih.

"Ha ha ha ... kukuruyuk dong nanti aku, Kak," sahut si anak kecil sambil terbahak.

"Nih, dua belas ribu," kata Narsih sambil memberikan bungkusan nasi padang pada anak perempuan kecil itu.

Sebuah mobil terparkir, di seberang jalan warung padang tempat Narsih bekerja. Dua orang lelaki dengan kaca mata hitam, serta menggunakan jas hitam, menyebrang jalan menuju arah Narsih. Dalam hati, Narsih bersorak, jarang-jarang ada tamu dengan mobil bagus, mampir di warungnya. Sambil berpura-pura mengibas-ngibaskan tangannya di atas aneka lauk. Ia melirik dua orang tersebut yang masuk tanpa senyum.

"Mau pe..."

"Mmm...mmm..."

Tanpa ada yang menyadari, Narsih sudah dibius dengan sapu tangan, hingga ia pingsan. Kemudian, dibawa oleh dua orang berpakaian hitam itu, masuk ke dalam mobil Jeep besar.

****

Devano sudah berada di rumahnya, begitu dapat kabar dari orang suruhannya, bahwa wanita yang bernama Narsih sudah ditemukan, ia memilih langsung pulang, dan menyambut wanita yang membawa kesialan pada dirinya. Pak Broto pun sudah menunggu, duduk di depan Devano yang terlihat tak sabar. Berkali-kali Devano mengepalkan tangannya, sambil menyingkap gorden jendela, berharap mobil yang ditunggu segera sampai.

"Sudah satu jam, lama sekali orang suruhanmu," keluh Pak Broto pada puteranya.

"Telepon saja! Keburu wanita itu sadar, bisa repot!" titah Pak Broto pada Devano. Langsung saja Devano mengeluarkan ponsel dari saku celananya, memencet nomor orang suruhannya dengan tak sabar.

[Hallo, di mana lu?]

[Di jalan, Tuan.]

[Iya gue tahu, di jalan. Masa lu di kuburan. Maksud gue, udah sampe mana?]

[Sampai perumahan udah, dikit lagi sampai, Tuan.] 

[Lama sekali.]

[Iya, Tuan. Saya juga buru-buru, udah kebelet pipis.]

[Jangan banyak bicara, udah cepat!]

Dua menit berlalu, pintu pagar besar rumah Devano terbuka lebar, tak lama mobil Jeep besar memasuki pekarangan rumahnya, dan berhenti tepat di samping mobil Audi terbaru milik Vano.

Dua orang lelaki berpakaian hitam tadi, turun dari mobil. Seorang lelaki tinggi, tambun, kini menggendong Narsih bak karung beras. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah majikan mereka. 

Dengan kasar, Narsih diturunkan di atas sofa besar milik Vano, kedua matanya masih tertutup, tidak sadarkan diri.

"Bagus, sudah sana pergi! Sisa uang kalian akan saya transfer," ujar Vano pada kedua orang suruhannya.

"Eh, tunggu! Tolong angkat wanita dekil ini naik ke atas, masukkan ke dalam gudang yang ada di ujung lorong!" titah Vano pada orang suruhannya. Dengan cepat, keduanya kembali menggotong tubuh Narsih, membawanya ke gudang yang sudah ditunjukkan oleh Vano. 

****

Narsih meraba kepalanya yang sangat sakit, tubuhnya terasa begitu lemah dan tidak bertenaga. Susah payah ia membuka mata, memastikan ada di mana ia saat ini. Keduanya matanya memicing, saat berada di dalam ruangan temaram yang kotor dan berbaring di atas kasur tipis. Narsih tersadar, ia membuka mulutnya lebar, saat menyadari ia ditempat asing, pasti dua orang lelaki tadi yang membawanya ke sini. Ia kumpulkan tenaga untuk bangun dari tiduranya, lalu setengah berlari ke arah pintu.

Buugh!

Buugh!

"Bukaaa!"

"Tolong, buka!" 

"Bukaa, hei!"

"Tolooong!"

Narsih terus saja menggedor pintu kamar yang lebih mirip gudang itu, dengan keras. Air matanya turun membasahi pipi, ada ujian apa lagi yang harus ia jalani kini.

Narsih terduduk masih dengan tergugu sendu, air mata tak juga berhenti mengalir, perutnya juga lapar, tenggorokannya haus, seketika kilatan kisah saat ia berhari-hari jadi gelandangan, memungut sampah untuk mengisi perutnya yang lapar, membuat Narsih bergidik ngeri. Berkali-kali ia menggelengkan kepalanya dengan kasar.

"Ibu, Bapak, tolong Asih," gumam Narsih sangat pelan, berharap kedua orang tuanya yang sudah meninggal dapat membantunya.

Suara langkah kaki dengan sepatu terdengar semakin mendekat, Narsih mencoba berdiri dengan bertumpu pada dinding pintu, sambil meringis menahan lapar perutnya.

Kleeek

Kleeek

Suara kunci diputar, pintu dibuka pelan dan lebar. 

"Kamu ..." Mata Narsih terbelalak saat lelaki yang tidak mau ia temui seumur hidupnya, kini berdiri tegak di depan matanya. Wajahnya semakin tampan, dan terlihat dewasa, hanya saja bagi Narsih, lelaki di depannya ini, tidak lebih berharga dari tikus got.

"Hallo, kita bertemu lagi. Siapa nama kamu? Aku lupa," ucap Vano tanpa tahu malu.

"Kalau nama gue aja lu ga tahu, urusan apa gua bisa ada di sini? Bang***t!"

"Woow, wanita yang kasar ternyata," ledek Vano dengan langkah lebar masuk ke dalam gudang. Narsih mundur beberapa langkah saat Vano semakin mendekat.

"M-mau apa lu?" 

"Aku mau, kamu menikah lagi denganku."

"Apa? Oh, tidak! Lo sudah gila, Lo sakit!

****

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Maksudnya narsih yg bawa sial apa vanonya ni
goodnovel comment avatar
Edmapa Michael Pan
sedih benerrrr ni ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status