Share

9. Jin Penungu Rumah

Narsih terbangun dari tidurnya, saat adzan shubuh berkumandang. Dengan malas ia menoleh pada lelaki yang menjadi suaminya kini, ada air liur yang menetes di sudut bibir lelaki itu karena tidur dengan mulut terbuka. Mati-matian Narsih menahan tawanya. Dasar aneh! Pikirnya. Dengan perlahan, Narsih masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci muka dan juga menyikat giginya dengan telunjuk. Karena sikat gigi pesanan Narsih tidak dibeli oleh Jelita. Setelahnya, ia kemudian berwudhu dan melaksanakan sholat shubuh seadanya karena tidak ada mukena di rumah keluarga Devano ini.

Devano masih terlelap, sambil sesekali tersenyum dalam tidurnya. Narsih yang memperhatikan tingkah suaminya, tentu saja tersenyum kecil. Mulut saja yang pedas, wajah polosnya seperti anak PAUD lagi mimpi dibelikan es krim, gumam Narsih sebelum ia akhirnya keluar kamar. Narsih melewati kamar wanita calon istri kedua suaminya. Masih sepi tiada suara apapun di sana.

Narsih melanjutkan aktifitasnya menyalakan mesin cuci, sambil memasak air untuk diisi ke dalam termos air panas. Ia menyalakan kompor yang masih kosong, merebus air di dalam panci, dengan maksud membuat mie goreng.

"Mau masak apa?" 

"Allahu Akbar!" pekik Narsih kaget saat Jelita dengan baju tidur seksi menghampirinya di dapur.

"Kaget saya. Mau masak mie goreng, Nya," jawab Narsih sambil mengiris bawang.

"Bikin yang banyak ya. Saya lapar, kemaren malam hanya makan peyek saja."

"Apalagi saya, Nya. Minum air putih doang, orang Peyeknya dihabiskan Nyonya sama Paduka," jawab Narsih.

Kening Jelita berkerut, saat memandang leher Narsih yang kemerahan di beberapa titik. Rambut basah Narsih yang digelung handuk, membuat warna kemerahan hampir coklat itu membuat pandangan Jelita terganggu.

Jelita yang memang sudah pakar dalam urusan ranjang, tentu saja tahu itu tanda apa.  Namun, ia tidak mau berburuk sangka. Tidak mungkin Devano pelakunya, karena saat ini Devano masih tertidur di kandang anjing.

"Leher kamu kenapa, Gi?" tanya Jelita penuh selidik.

"Eh, emang kenapa, Nya?" Narsih meraba lehernya. Tidak terasa apapun di sana, tidak gatal ataupun sakit. Memangnya kenapa dengan lehernya. Narsih tidak paham.

"Warna merah di leher kamu itu seperti bekas  dihisap," tunjuk Jelita.

Narsih tersadar, ia baru saja paham maksud pembicaraan Jelita. Tanda merah yang telah dibuat oleh Devano di sekujur tubuhnya.

"Siapa yang melakukannya?" desak Jelita sambil menatap sorot mata Narsih. 

"Nyonya belum tahu satu rahasia ya. Rumah ini ada jin penunggunya, tubuhnya tinggi besar. Rambutnya gondrong, ada tahi lalat di dekat ujung ketiaknya. Dia yang suka mendatangi saya malam hari," bisik Narsih dengam ekspresi meyakinkan.

"Hah? Serius?"

"Ck, benar Nya. Nyonya pernah ga saat tidur, tahu-tahu seperti ditindih tubuhnya oleh sesuatu yang besar, sampai bernafas saja tidak bisa?" 

"I-iya, pernah."

"Nah, itu dia Nya, kalau jin di rumah ini suka sama yang dekil kayak saya, ga bakalan nyentuh Nyonya yang mulus seperti ini. Jadi Nyonya tidak perlu takut," terang Narsih sambil tersenyum.

"Serem juga ya, duh...saya jadi takut mau mandi di atas. Temani yuk!" Jelita menarik lengan Narsih. 

"Saya mau masak sarapan, Nya," Narsih enggan, ia menahan tubuhnya.

"Narsiiiih...!" teriak Devano dari lantai atas, membuat Narsih dan Jelita menoleh.

"Siapa Narsih?" tanya Jelita pada Narsih.

"Kamu cari siapa, Sayang?! suara Jelita sedikit berteriak menjawab panggilan Vano. Lelaki itu menepuk jidatnya, ia lupa kalau Narsih ia ganti nama dengan Giyem.

"Narsih...guk..guk...!" Devano berakting memanggil anjing peliharannya.

"Oh, anj**ng. Namanya lucu juga ya. Nama pinggiran," gumam Jelita pada Narsih. 

Dengan wajah geram, Narsih kembali memasak. Tak dipedulikannya Jelita yang kini menghampiri Devano di atas sana. Tidak ada cinta, maka tidak ada cemburu. Jika bisa bercerai saat ini juga, tentu ia lebih memilih bercerai dari lelaki seperti Devano.

Narsih memasukkan empat bungkus mie instan ke dalam air yang sudah mendidih. Mengaduknya sebentar, lalu menuangkan bumbu ke dalam mangkuk besar.

Cup

Narsih berjengkit saat Devano tiba-tiba mencium pipinya, wanita itu menatap horor ke arah Devano. Lalu ia bergegas ke wastafel untuk mencuci pipinya yang baru saja dicium Devano. Tidak ada Jelita di sana, sehingga buaya darat ini bisa melakukan semauanya pada Narsih.

"Narsih itu nama saya ya, bukan nama an**ng!" ketus Narsih pada Devano.

"Ha ha ha ... bukannya kamu juga sama seperti itu, mau saja saya suruh ini-itu, tanpa pakaian pula," tawa Devano menggema. Lelaki itu merasa menang dengan Narsih. 

Sekuat tenaga Narsih menahan air mata atas hinaan Devano yang mengumpamakan dirinya dengan seekor binatang peliharaan. Ia tidak mau menoleh pada Devano, hatinya sakit, seluruh tulangnya seakan lepas dari persendian saat kalimat menyakitkan itu keluar dari mulut Devano.

"Kalau saya seperti anj*ng, kenapa masih anda pakai?"

"Bukankah itu tandanya anda lebih rendah dari pada binatang itu?"

Narsih mengusap air matanya kasar di depan Devano. Ingin sekali rasanya, pisau yang kini ia pegang, ia tusukkan saja ke perut lelaki yang berdiri terdiam di depannya ini.

"Kamu harus bersukur, walau jelek, kurus tinggal tulang, dan kumal, aku masih mau menidurimu," bisik Devano dengan suara meremehkan.

Narsih tidak menanggapi lagi ucapan Devano, hingga lelaki itu pergi dari hadapannya. Narsih melanjutkan memasak mie goreng, lalu ia menyajikannya di atas meja makan. Tak lupa seteko air teh manis untuk Devano dan Jelita. Jangan dikira ia lupa untuk memberikan ludahnya pada teko air teh. Bahkan ia meludahi sepuluh kali air teh tersebut. 

Narsih memilih sarapan di taman belakang. Mencoba menyuapkan sendok demi sendok mie goreng ke dalam mulutnya, namun sangat sulit untuk ia telan. Mie itu tertahan di dalam mulutnya, hingga pipinya menggembung. Air mata masih saja turun, tanpa bisa dibendung, bahkan air bening itu, kini membasahi piring yang masih ada terisi mie goreng.

Kelakar yang terdengar dari ruang makan, membuat hatinya panas. Ia benar-benar tidak dianggap , hanya sebagai peliharaan dan babu yang bisa dipakai oleh lelaki yang bernama Devano dalam status halal di mata agama.

"Mbak, kenapa?" tanya Pak Samsul yang baru saja masuk ke taman belakang.

"Eh, ga papa, Pak," jawab Narsih kikuk. Lalu dengan cepat menghapus air matanya.

"Pak Samsul sudah makan? Masih ada mie goreng di dalam, mau tidak?" tawar Narsih pada supir Devano.

"Sudah tadi di rumah, kalau ada teh manis, saya mau itu saja," sahut Pak Samsul.

"Baik, Pak. Tunggu sebentar!" Narsih meletakkan piringnya di meja, lalu bergegas masuk ke dapur untuk membuatkan teh untuk Pak Samsul.

Tak butuh waktu lama, Narsih sudah kembali ke taman belakang dengan satu cangkir teh manis hangat. Lalu memberikannya pada Pak Samsul. Pemandangan yang sedari tadi diperhatikan oleh Devano dan ia tidak suka, saat Narsih terlihat tersenyum pada supirnya.

"Giyeeem!" Jelita menoleh.

"Ada apa, Sayang?" 

"Ah, tidak. Aku lupa memberitahu Giyem, kalau kamar mandi di kamarku harus segera disikat," kilah Devano.

"Ya, Paduka. Ada apa?" dengan tergopoh Narsih menghampiri Devano.

"Ikut saya ke atas! Lihat kamar mandi saya belum kamu sikat!" belum sempat Narsih menjawab, Devano sudah menarik dengan kasar tangan Narsih hingga sampai di kamarnya di lantai dua.

Bugh!

Narsih dihempaskan ke lantai oleh Devano.

"Apa lagi kali ini salah saya?" tanya Narsih lirih dengan menahan nyeri di lututnya.

"Aku tidak suka peliharaanku, berbicara manis pada lelaki lain," ujar Devano sambil mencubit dagu Narsih.

"Cih...cemburu?" tantang Narsih dengan berani menatap wajah Devano.

"Mimpi!" Narsih kembali terjerembab di lantai, saat Devano mendorong keningnya dengan cukup kuat.

"Aku bersumpah tidak akan pernah memaafkan semua perbuatan biadabmu," janji Narsih pada dirinya, saat kini kedua tangannya diikat di kepala ranjang Devano.

Lelaki itu menggagahinya Narsih kasar dengan kedua tangan terikat. Berkali-kali Devano menghentak Narsih, membuat Narsih hampir saja hilang kesadaran.

"Tolong, bunuh saja aku!" lirih Narsih sesaat sebelum ia pingsan.

****

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Casmuroh Casmuroh
Pertama dibikin ketawa selanjutnua dibuat sedih. DEVANU cemburu sama Pak Samsul
goodnovel comment avatar
Upen Supenti
ga ngerti dengan kepribadian devano
goodnovel comment avatar
Arif Rahman Yasin
Narsih nasibnya kok.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status