Share

Fatimah Minggat

Setibanya Aku di depan rumah temanku Zia, aku langsung menekan bel di pagar rumahnya. kutengok ke sela-sela besi pagar dia terlihat Keluar dari dalam rumah dan berlari kecil menghampiriku..

“Hei, Fatimah” Sapanya sambil memandangku heran.“Kenapa kok matamu sembab banget? Tumben aja kamu mampir ke sini, dari mana aja kamu... Ayo masuk ,” Ajaknya, Seraya membukakan pintu gerbang dan menuntunku untuk masuk kedalam.

 “Duduklah dulu Fatimah, aku akan ambilkan kamu minum ya,” akupun hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun.

“Ini minumlah dulu teh nya, kamu udah makan belum? Aku ambilin makan ya,” akupun kembali mengangguk tanda megiyakan.  Kemudian aku menuruti ajakannya untuk mengisi perutku yang menang sedari kemarin belum dimasuki nasi. Setelah selesai makan.

Akupun mulai bercerita padanya. Aku curhat panjang lebar dan mencurahkan semua perasaan yang ada dalam hatiku. Aku ceritakan semua masalahku, dan iyapun memberi nasehat dan menguatkanku.

Temanku Zia hanya tinggal seorang diri dirumahnya. Karena Keluarganya memiliki rumah lagi di daerah yang berbeda. yang merwka tempati sekeluarga besar.

Sejak pagi hingga malam hari ini aku sama sekali tak mengecek ponselku, ponselku sengaja aku matikan. Bahkan sebelum pergi aku sudah lebih dulu memblokir semua akun medsos suamiku, dan juga nomor hp nya.

Biarkan aku menenangkan diri disini. Aku sudah tak berharap banyak dengannya. Sekarang yang ada dalam hatiku hanya rasa benci , kecewa , sakit hati, marah dan jijik tiap kali mengingat perlakuan kejam dia dan keluarganya.

Malam ini aku sangat lelah hingga tak sadar terlelap tidur sejak malam hingga siang hari. Saat aku membuka mata kulihat dari jendela sinar matahari sedang sempurna-sempurnanya, kulihat disekeliling kamar tak ada siapapun. Aku ambil ponselku dan segera kunyalakan.  Tak lama terdengar suara dari ponselku.

Tring tring!

Kubuka ponselku ada pesan masuk dari Zia.

[Fatimah, aku kerja dulu ya. Tadi pagi aku bangunin kamu aku mau pamit,  tapi kamu nyenyak banget tidurnya aku gak tega. Kalau kamu udah bangun ambil makan aja sendiri ya , terus ada kue juga disitu makan aja. Udah, kamu gak usah sedih-sedih lagi. Sabar aja nanti kita curhat lagi ok, aku kerja dulu sekarang.]

.....

[Ok, Zia... makasih banyak ya, kamu udah baik banget sama aku, maaf kalau aku udah ngerepotin kamu...] balasku.

.....

Sudah lebih 24 jam aku pergi meninggalkan rumah suamiku. Aku lebih merasa tenang disini. Aku bergegas membersihkan tempat tidur, kemudian beranjak berdiri dan segera membersihkan badanku, dan juga sarapan.

Setelahnya aku kembali duduk menyender dibawah dipan dan menatap kosong... aku merenung nasibku yang seperti ini... ku jatuhkan kepalaku diatas kasur dan kupejamkan mataku. Entahlah aku sangat sedih dan aku benar-benar merasa tak ada gairah sama sekali.

Setiap kali ku pejamkan mata, selalu saja  terbayang sikap kasar suamiku yang membuatku trauma. Ku tegakkan kembali kepalaku kupandangi sorot cahaya mentari dari luar jendela. Ku merasa tenang menatap cahaya itu. Mungkin pikiranku sekarang memang sedang kacau-kacaunya. Aku butuh menenangkan diri disini.

Namun tiba-tiba aku dikagetkan dengan kehadiran suamiku dibalik jendela yang sedari tadi kutatap.

Hah, Kak Doni... akupun segera melangkah keluar rumah. Dia langsung mendekat namun dengan sigap kutolak tubuhnya, Dia terus berusaha mendekati dan  memelukku... Terus menerus kudorong tubuhnya untuk menjauh.

“Kenapa Kakak kesini, kurang puas apa udah nyakitin aku Kak??? Sana Kakak pulang! aku udah ga mau liat muka Kakak lagi,” Bentakku sambil terus menolak sentuhannya.

“Udah Kak, ga usah sentuh-sentuh aku, cepet Kakak pulang, kurang bikin sakit hati apa lagi Kak , udah berbuat sekejam itu sama aku... Udah ga pernah inget lagi seberapa pengorbananku selama ini... Aku udah menutup hatiku buat Kakak,  pulang aja sana Kak.” Bentakku kembali.

“Maafin Kakak Dek... Kemarin Kakak bener-bener khilaf udah ngelakuin itu sama Adek, Mohon maafin Kakak ya dek... Kakak mohon... kasih kesempatan buat kakak perbaiki diri.. Kakak akui kemarin Kakak memang salah...mohon maafin Kakak Dek...” Rayunya, sambil terus berusaha meraih tubuhku bahkan ia menjatuhkan lututnya ketanah seraya memohon berulang-ulang kali.

“Kakak janji ga akan ulangi lagi dek, ayok dek... pulang bareng-bareng kita perbaiki lagi semuanya. Kita saling introspeksi diri, Kakak sayang sama Adek.. ayok kita pulang ya Dek...Tolong jangan marah lagi, Kakak janji itu yang terakhir kakak berbuat kayak gtu.“ aku pun jadi tertegun mendegar ucapannya, dan tanganku tak kuat lagi menahan beban tubuhnya, dan dia pun berhasil meraih tubuhku dan langsung memelukku dengan sangat erat, seraya membisikan kata maaf berulang kali di dekat telingaku. Kudengar beberapa kali ia menghela nafas dan gemetar... aku melihat ada penyesalan dalam dirinya, aku merasa iba dan tak berdaya dibuatnya.

“Aku bener-bener trauma Kak... sama apa yang udah Kakak lakuin kemaren... kenapa Kakak bisa setega itu sama Aku...?

“Kakak juga tau dek Kakak salah. Kakak udah jahat sama Adek.. tapi gak akan Kakak ulangi lagi... selama ini juga kan gak pernah nyakitin Adek, kemarin itu Kakak bener-bener khilaf...” ungkapnya, dengan rasa penyesalan.

“Kemarin Kakak ngusir aku berulang kali, sekarang tiba-tiba berubah... Aku gak yakin Kakak bener sadar. Apalagi kemarin Ibumu dan Om mu udah berlaku sejahat itu sama aku. Kenapa Kakak gak nurutin aja kemauan Ibu dan Om untuk bercerai sama aku, hah?” tanyaku lantang.

“Ayok, sekarang Adek ikut Kakak pulang, nanti Kakak ceritain semuanya... Sejujurnya dari dalam lubuk hati Kakak sayang banget sama Adek, Kakak gak akan mau pisah sampai kapanpun, Kita akan selama-lamanya bareng Dek , sampai kita punya anak , sampai tua,  sampai akhir hayat,” tegasnya , sambil mengenggam tanganku erat-erat untuk kesekian kalinya.

Setelah mendengar penjelasannya, akupun menurut. Namun aku tegaskan lagi padanya agar tidak mengulangi kesalahan seperti kemarin,  seumur hidupku. Jika ia ingkar janji. Aku akan benar-benar nekat untuk pergi dan tidak akan mau kembali lagi padanya. Ia mengangguk dan mengiyakan, tanda menyetujui syaratku.

Untuk kali pertama ini aku memaklumi. Mungkin ini adalah sebuah ujian pengantin baru. Yang baru menyesuaikan diri dan kami berdua memang masih sangat muda. Apalagi suamiku belum terbiasa bekerja, beda dengan aku yang pengalaman kerjanya sudah lebih banyak.

Aku berusaha memaafkannya dan kami akhirnya bersalaman kemudian kami pulang bersama- sama.

***

(POV DONI)

Entah mengapa aku merasa sangat menyesal, aku merasa begitu tega terhadap istriku. Apa yang ku lakukan sangat keterlaluan . Aku tega menyakiti hati istriku yang selama ini sudah sangat baik.

Tapi sekarang istriku sepertinya sudah sangat kecewa terhadapku, Ia begitu terlihat hancur. Aku bisa merasakan apa yang dia rasa. Hatiku pun ikut tak tenang sekarang.

Kupandangi istriku dari balik kaca jendela, rasanya hatiku tak kuasa , ingin ku berlari menghalanginya untuk pergi. Aku tidak siap kehilangan dia. Istriku yang selama ini banyak berkorban, istriku yang sangat baik, yang tidak pernah menyusahkanku, istri yang banyak membantuk, yang sejak kemunculannya hari-hariku menjadi berwarna dan makin bahagia. Dia telah merubah hidupku jadi lebih baik dari sebelumnya.

Apa yang telah aku lakukan sungguh aku menyesal dan aku akui aku sangat bodoh. Aku sangat tak tau diri. Aku harus bagaimana.

Aku benci dengan Ibu dan Om yang ikut-ikutan menyerang istriku. Aku kira mereka jauh-jauh datang ke sini untuk melerai kami untuk mencarikan solusi , nyatanya mereka hanya menambah berantakan semuanya.

Aku menyesal aku benar-benar bodoh sudah menyia-nyiakan wanita sebaik dan setulus Fatimah... Maafkan Aku dek... jerit dari dalam hatiku.

Aku khawatir dengan istriku, pasti sekarang perasaannya hancur . aku bisa membayangkan sekacau apa dirinya sekarang.

Aku harus segera mencari Fatimah... Ku melangkah cepat menuju kamar untuk mengambil ponselku, Ku segera menelpon Fatimah. Ku harap dia masih sudi mengangkat telponku.

Tut Tut Tut...

Ah aku harus bagaimana , ku telpon berkali-kali tidak bisa tersambung. Aku pun mengirimkan pesan ke no hp nya dan ke aplikasi hijau namun tak ada satupun yang terkirim.

Aku buka medsos aku cek sudah diblokir. Ya tuhan apa yang harus aku lakukan. Aku benar-benar menyesal sudah membuat hati istriku terluka. pasti dia saat ini sudah benar-benar marah padaku.

Aku bergegas mengambil kunci motor dan jaket, saat aku akan menghidupkan motor, tiba-tiba Ibu memanggil.

“Hei, Doni . mau kemana kamu, makan dulu pagi-pagi mau ngelayap kemana kamu?” tanyanya , penasaran.

“Udahlah bu, Ibu gak perlu tau. Mending Ibu Ajak Bapak dan Om pulang. Percuma kalian kesini Bu, tapi sama sekali gak bisa nyelesain masalah aku sama Fatimah.” Ucapku, dengan nada menyesal.

“Ngapain kamu masih ngeharap Fatimah Doni! Perempuan begitu gak tahu diri gak usah kamu kejar, mending kamu pulang ikut Ibu kamu cari istri dikampung saja. Malah bisa dapat orang yang jelas. Kamu itu aneh seperti tergila-gila saja sama perempuan macam itu.” Tandasnya.

“Kalau cara Ibu seperti itu , Doni gak akan mau lagi curhat dan minta solusi sama Ibu kalau Doni ada masalah. Kalian gak bijaksana sebagai orang tua. Doni kira dengan bercerita curhat sama Ibu bisa ada solusi yang gak merugikan rumah tangga kami, nyatanya percuma. Gara-gara kalian memperkeruh semuanya sekarang fatimah pergi entah kemana, bahkan memblokir nomor ku. Aku dah benar-benar kehilangan dia Bu. puas sekarang kalian Bu, sudah menghancurkan rumah tangga yang baru aku bangun!” Bentakku kecewa.

“Dasar kau Doni, Anak durhaka. Beraninya kamu melawan orang tua, hanya karena wanita miskin itu. Terlalu tunduk kamu sama Fatimah. Sampai nasihat orang tua saja kamu lawan! Kami akan segera pulang, percuma juga kami kesini. Kamu jadi anak tidak punya pendirian. Apa susahnya putuskan saja tadi bilang cerai saja terus pulang beres. Malah plin plan segala.” Ucapnya marah.

“Terserah ibu mau bicara apa, Aku sekarang mau pergi mau cari Fatimah sampai ketemu. Aku sayang sama dia bu, dan kalian gak boleh menghalangi aku buat kembali sama Fatimah dialah kebahagianku Bu. Asal kalian tau.” Ucap ku seraya berlalu pergi mengendarai motor dan meninggalkan Ibu.

Aku berjalan dengan motorku ku terjang panas dan hujan menyusuri kota, aku berniat mencari Fatimah . Aku akan datangi semua rumah temannya satu persatu, hingga malam hari aku belum juga menemukan istriku.

Hingga pagi harinya ku lanjutkan untuk mencari ke rumah teman-temannya yang lain. Sudah aku tanya beberapa teman lainnya tapi tetap tidak ada yang melihat.

Akhirnya aku lanjutkan mencari ke rumah temannya yang bernama Zia, setelah sampai disana kulihat pintu gerbang tidak terkunci, aku pun membukanya pelan dan melangkah hati-hati dan mengitip kearah jendela. Ternyata dugaanku benar.

Fatimah belahan jiwaku istriku tercinta ada disitu.

***

Ashya Khoir

Ikutin terus novel ini pasti bakal kecanduan 🥰😇😘

| 2
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mirus Aldy
kok gk ada klanjutn ny
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status