"SILAHKAN PERIKSA KEMBALI BARANG BAWAANNYA KETIKA AKAN MENINGGALKAN PESAWAT." Suara Pramugari lewat pengeras suara menyadarkan Aku dari lamunan panjangku.
Yah, disinilah Aku sekarang, Bandung! Setelah mendarat dan Ketika turun dari tangga pesawat mau masuk ke Terminal kedatangan, Aku jadi kebingungan mau lewat mana keluarnya."Mau kemana dek ?" sapa seorang wanita berdiri didekatku. Sekilas kulihat Dia sedikit lebih tua dariku."Ini Kak, saya bingung mau keluarnya lewat mana yah ?" Jawabku apa adanya."Baru pertama naik pesawat yah ?" tanyanya lagi dengan sedikit mengangkat alis matanya sebelah kiri."Iya Kak baru pertama kali." Jawabku sambil tersenyum padanya."Pantes dari tadi Aku perhatiin kamu clingak clinguk gak jelas begitu, hehehe."Asem bilang clingak clinguk gak jelas katanya, kalau lihat bukannya bantuin dari tadi malah diliatin, batinku."Maklum Kak, baru kali ini naik pesawatnya, biasanya juga naik angkot kalau dikampung mah." Jawabku apa adanya."Hihihi, Kamu tuh lucu juga yah!""Ya udah, yuk ikut Aku aja kalau begitu biar gak nyasar, wajar sih kalau pertama kali mang sering bingung." katanya mengajakku sambil jalan didepanku."Ya Kak," kataku sambil mengikuti langkahnya."Oya, kamu ke Bandung ngapain ? sekolah ?""Iya kak.""Nah tuh, kita tunggu barangnya disini, Kamu tadi ada barang masuk bagasi kan ?" katanya saat kami sampai ditempat pengambilan barang bagasi."Iya kak, wah kok bisa sampai disini yah barangnya ? padahal tadi kan masih dipesawat yah barangnya! mana muter gini, kalau telat ngambilnya bisa ilang nih barang-barangku." jawabku dengan polosnya."Hahaha, yah gak begitu juga kali!" Katanya sambil tertawa terbahak."Kamu lihat tuh! tar kalau penumpang telat ambil barang yang keluar itu tuh, barangnya akan muter lagi lewat arah yang sebelumnya." katanya sambil menunjuk ke tempat keluar barang."Bisa begitu yah ? canggih yah." Ucapku terkagum-kagum, maklum ini hal yang baru bagiku, hehehe."hahaha.. tar kalau kamu sering-sering bepergian naik pesawat, hal gini mah dah gak akan heran lagi.""Oya, dari tadi ngobrol malah belum kenalan, Aku Rini, kamu ?" katanya sambil menjulurkan tangannya padaku."Saktiawan Sanjaya, panggil aja Awan kak, kalau kakak kuliah atau kerja disini ?" tanyaku membalas uluran tangannya."Kerja ? Mang Aku terlihat seperti wanita kantoran yah ?" katanya sedikit mengelembungkan kedua pipinya. Duh, malah bikin gemes nih Kakak cantik."Gak sih, kan Aku gak tau Kak." Sambil meliriknya yang kini berdiri disebelahku."Iya juga sih! Tapi mang wajahku setua itu ? sampe Kamu bilang Aku dah kerja gitu ?" katanya sambil melipat kedua tangannya di bawah dada.Aduhhh, salah jawab aku, susah ini nih kalau wanita sudah merajuk."Gak gitu Kak! Kakak tu cantik, pake banget malah, hihihi," kataku coba meralat kata-kataku sebelumnya biar dia gak marah terus Aku ditinggal disini, mana Aku belum tahu jalan keluar dari sini, bisa rempong harus muter Bandara, kan gak lucu!"Kan ada juga tuh wanita masih muda, kuliah, tapi juga kerja, atau kerja sambil kuliah, eh sama yah! Hehehe.""Hahaha."Asem malah ketawa orangnya, udah bikin orang jadi salting begini.
"Kamu tuh polos yah Awaan, Aku kan cuma bercanda doang kok. Iya.." katanya mengantung jawabannya."Hah, iya apa kak ?""Aku tuh masih kuliah, ini juga baru masuk kuliah. Tapi disini Aku ikut Mama yang kebetulan dinas di Kota ini juga." katanya sambil senyum padaku."Kalau Kamu baru masuk sekolah atau masih mau nyari-nyari sekolah dimana ?" tanyanya lagi."Sekolah Kak, pindahan sih tepatnya, Ibu yang daftarin. Jadi Aku tinggal masuk sekolah aja.""loh bukannya orang dah mulai masuk sekolah yah ?" herannya."Iya Kak, ini kemaren ngurus-ngurus surat pindah dari sekolah yang di Kampung, jadinya telat datang kesininya.""Trus udah tau sekolahnya dimana tar ?""Kalau itu belum tau Kak, kemaren sama Ibu disuruh ngirim semua persayaratannya aja, karena sudah memenuhi persayaratan yang diminta sekolah jadi langsung diterima juga, tapi belum sempat tanya juga sama Ibu sekolahnya apa, lagian diterangin juga lom tentu ngerti juga Aku, lah disini aja juga baru kali ini.""Ooh begitu ceritanya." Kata Kak Rini sambil membulatkan matanya."Oya, kamu sudah ada yang jemput belum Awan ?" tanya kak Rini ketika kami akan melangkah ke luar begitu selesai mengambil barang bagasi."Mungkin sudah Kak, tapi gak tau juga, liat tar deh.""hmm kalau belum, nanti ikut Kakak dulu aja, tar biar Kakak yang anter ke tempat Ibumu" tawar Kak Rini."Oya, Kakak mintak nomormu dong Awan! Biar bisa kontak-kontakan, sapa tau kamu butuh teman buat pemandu dikota Bandung." katanya sambil memegang hpnya."Nomor kakak aja, biar Aku misscall."Kamipun bertukar nomor hape,"Makasih ya Kakak Cabai." Kataku sedikit mencandainya."eh kok cabai ?" protesnya sambil menatapku dengan agak sedikit menyipitkan matanya."iya kakak cabai, Cantik dan Baik hati, hehehe.""ihh Kamu yah dah berani bercanda sekarang! Tapi, makasih yah dedek gancu." balasnya dengan pipi yang sedikit merona merah."Apaan tuh gancu Kak ?""Gancu, dedek Ganteng dan Lucu, hehehe." Senyum Kak Rini itu loh, duh bikin mata selalu betah menatapnya tanpa lelah, blush."eh Dek! Aku duluan yah, sepertinya Mamahku dah jemput tuh. Oya, kalau Kamu lom ada yang jemput cepat kabari Kakak yah! tar biar sama Kakak aja, okey!" kemudian kak Rini berjalan agak cepat didepanku menghampiri wanita yang dibilang Mamanya barusan.Ketika keluar dari Bandara Aku lihat dipintu keluar untuk penumpang, disana kulihat Ibuku menjemputku didampingi seorang perempuan cantik yanbg berdiri disebelahnya yang tak kutahu siapa, mungkin dia seusiaku."Ibuuu," teriakku memanggilnya sambil sedikit berlari dan memeluk Ibu."Nak.." jawab Ibuku, sambil memelukku erat, tak terasa air mata kami mengalir dengan derasnya, semua rindu kami salurkan melalui sebuah pelukan yang dalam.Oh Ibu, betapa dalam kerinduan ini padamu. Yah, dari kecil mungkin hanya beberapa kali kami bertemu. Bisa kalian bayangkan, dari kecil Aku hanya dibesarkan oleh Kakek dan Nenek, karena kehidupan di Kampung yang sulit, Ayahku sendiri tidak tahu kemana, Ibu ataupun Kakek dan Nenekku juga tidak pernah bercerita perihal Ayah kepadaku, jadi sejak usiaku 4 tahun Ibu memutuskan untuk merantau, agar kehidupan anak semata wayangnya ini jadi lebih baik. Selama itu pula, hanya beberapa kali Ibu pulang menjengukku. Ibu bekerja di Bandung sebagai pembantu. Ya, sekali lagi demi bisa menyekolahkan Aku, setidaknya itu alasan yang sering diucapkan oleh Kakek dan Nenek padaku, ketika Aku menanyakan apa pekerjaan Ibuku di rantau. Tiap bulan Ibu selalu mengirimkan uang belanja, untuk bekal keperluan sekolah dan biaya bulanan kami dikampung."Kamu sudah besar sekarang nak. Makin tinggi dan gagah." kata ibu sambil mengusap-usap kepalaku dengan rasa sayang."Awan rindu Bu." Ucapku sambil mengangkat kepalaku, kulihat air mata Ibu berlinang."Bagaimana perjalannya tadi nak ?""Lancar kok Bu, cuman yah agak canggung, baru pertama kali ini naik pesawat soalnya, mau keluar dari pesawat aja juga bingung mau lewat kemana tadi, untung tadi ada perempuan yang nunjukin Awan, kebetulan juga Dia mau kuliah disini katanya." jelasku panjang lebar."Terus, dimana Dia nak ? Ibu mau terimakasih sama orangnya karena telah membantu Anak bujang Ibu.""hmnnn.." sambil melihat kearah Kak Rini pergi sebelumnya."Sudah pergi sepertinya Bu. Tadi ada yang jemput katanya.." karena tidak kutemukan keberadaannya.Keasikan melepas rindu dengan Ibu, dan saling memberi kabar masing-masing, membuat kami tidak menyadari adanya seorang gadis yang sejak tadi berdiri di sebelah Ibu. Kulihat matanya juga telah berkaca-kaca menatap ke arah kami, lalu ada air mata yang mengalir dipipi putihnya.Sadar Aku melihat kearah gadis disampingnya, Ibu pun mengenalkannya kepadaku"Oh ya nak kenalin, ini Non Renata, anak majikan tempat Ibu bekerja.""Ibu ini apa loh! masih aja bilang majikan, Ibu kan sudah jadi bagian dari keluarga Ren." jawabnya sambil menghapus air matanya."Saktiawan panggil aja Awan, Non" Jawabku sambil mengulurkan tangan padanya."Ini juga nih, malah ikutan Ibu panggil 'non' segala," jawabnya dengan agak sewot, ketika menjawab uluran tanganku."Ranata, kamu boleh panggil Ren atau Rena, hihihi," jawabnya sambil memandangku agak lama.Eh, baru Kusadari! dari tadi Ia terus memandang lekat padaku dengan tatapan yang sangat 'misterius'. Padahal baru kali ini kami bertemu, karena tadi perhatianku tertuju pada Ibu sehingga Aku tidak terlalu memperhatikannya."Iya Non, eh Ren." jawabku agak sungkan, karena bagaimanapun dia adalah anak majikannya Ibuku."Yuk Bu, kita berangkat sekarang aja, kasihan pak Usman kelamaan nunggu diparkiran, kangen-kangenannya bisa dilanjutin dirumah aja nanti, hihihi." ajak Ren pada Ibu, ketika tersenyum tampak lesung pipit dan gigi gingsulnya gadis didepanku ini, makin menampakkan kecantikannya yang oriental. Aku hanya menunduk sambil membawa barang-barangku mengikuti arah langkah kaki Renata. Ibu berjalan disampingku sambil mengapit lenganku. Aku sempat melihat-lihat sekitar mencari-cari keberadaan kak Rini, tapi masih tak Kutemukan tanda-tanda keberadaaanya, nanti ajalah Kukabari kalau aku sudah ada yang jemput padanya. Dalam hati Aku berterima kasih padanya, kalau gak ada Dia bisa-bisa muter seharian Aku keliling bandara kayak orang bego, hehehe.Sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya Aku mengagumi kehindahan kota Bandung, bangunan-bangunan tinggi tampak disepanjang jalan yang kami lalui, serta kendaraan yang seperti tiada habisnya, Aku yang dikampung melihat orang punya mobil aja, sudah terlihat seperti paling kaya. Itupun hanya satu-satu orang yang punya. Bahkan Bang Somad tetanggaku, walaupun cuma punya mobil pickup L300 dan kerjaannya cuma berdagang buah sudah dianggap sebagai orang berada. Maklum dikampungku masih termasuk pedalaman. Untuk ke sekolah atau ke kabupaten ditempatku, kami biasanya hanya naik angkot atau bendi (bendi=delman), mungkin kampungku termasuk terlambat dalam pembangunan. Jadi melihat kendaraan berseliweran seperti ini Aku auto terkagum-kagum. Belum lagi mobil yang kunaiki ini, sebuah sedan mewah, yang tak kutahu apa mereknya, yang jelas pasti mahal lah. Diatapnya aja ada 'kaca'nya, sehingga aku bisa melihat keindahan langit kota Bandung dari dalam mobil.Ibuku yang menyadari keadaanku hanya tersenyum. Sambil tetap memeluk lenganku dibangku belakang."Tar juga kamu terbiasa dengan kehidupan disini." kata Ren sambil melirikku dari kaca spion depan.Sekali-kali kalau kuperhatikan Renata sering curi-curi pandang lewat kaca depan, ketika lirikan kami bertemu, dia seperti mengalihkan pandangannya kearah lain. Apa ada yang salah dengan wajahku kali ya ?Malamnya, ketika Kami duduk diruang tamu."Gimana perjalanannya Awan? Lancar saja kan?" tanya Pak Agus Wijaya. Pak agus ini Ayahnya Renata sekaligus majikan Ibuku. Disebelahnya duduk Bu Lina, istri pak Agus. dan Renata duduk disebelah kiri Mamanya sambil memeluk Ibunya, tampak sekali kalau Renata sangat dimanja dan disayang oleh kedua orang tuanya."Lancar pak." jawabku dengan sedikit menunduk."Hahaha. Kamu biasa aja Awan jangan kaku gitu ah, Mbak Arini (nama Ibuku) sudah kami anggap keluarga sendiri, sekarang ada Kamu, jadi makin melengkapi keluarga ini." kata Pak Agus coba mencairkan suasana, kulihat bu Lina dan Ren hanya senyum-senyum disebelahnya."I-Iya pak." jawabku mencoba rileks sambil mengangkat wajahku."Nah gitu dong!" kata pak Agus dengan senyum khasnya yang berwibawa."Ngomong-ngomong selamat datang di Bandung, gimana kesanmu disini ?" tanya pak Agus."Megah pak, banyak kendaraan bagus-bagus disini, beda sekali dengan di Kampung." jawabku polos"Hahaha," semua yang diruan
Didalam kamar, sekali lagi kuperhatikan kamar ini, wah ini mah bukan kamar lagi, seperti berada dalam istana aja rasanya. Akupun menata pakaian dan barang-barangku kedalam lemari, walau sudah kumasukkan semua pakaianku kedalam lemari masih aja banyak slot kosong yang terdapat didalamnya karena saking besarnya lemari ini. Buset dah, kalau jadi orang kaya begini ternyata, kalau dikampungku, lemari besar begini dijadiin kasur plus lemari bisa kayaknya, hehehee. Ketika akan membuka tas kecilku, kulihat sebuah kado dan surat yang diberikan oleh Nisa sebelumnya. Penasaran kubuka suratnya. "Surat ini Nisa tulis semalam, tapi bacanya nanti saat Awan sudah sampai di sana ya." Teringat kata-kata Nisa sebelumnya, tanganku agak sedikit bergetar ketika akan membaca surat ini. "Dear Saktiawan Sanjaya. Sebelumnya Nisa mohon maaf karena lancang memberikan surat ini ke Awan. Maaf jika hanya melalui surat ini Nisa bisa mengungkapkan semua rasa dan asa. Masih ingatkan kata-kata Guru bahasa indonesi
Kubuka sebuah kotak hadiah, didalamnya ada sebuah harmonica yang sangat cantik. Makasih Nisa, Awan akan menjaga ini."Belum tidur nak ?" Aku dikagetkan dengan suara Ibuku yang tiba-tiba aja sudah berdiri disebelah tempat tidurku"Eh Awan kenapa ?" tanya Ibu ketika melihat mataku agak merah dan masih ada sisa air mata yang tak sempat kuhapus semuaKetika melihat ditanganku ada surat dan sebuah harmonica, Ibu jadi mengerti kenapa Aku terlihat bersedih."Karena ini yah ?" Aku meletakkan surat dan beberapa hadiah dari teman-temanku serta hadiah dari Nisa ke rak lemari"Awan pasti punya teman-teman yang hebat yah disana ?" tanya ibu lembut.Aku hanya diam, sambil menatap Ibu manja."Bu, boleh gak Awan tidur sama ibu malam ini, Awan rindu." Rajukku."hmnn, apaan sih anak Ibu, jadi manja gini ?""Yah, kan kita sudah lama gak jumpa, Ibu gak tahu sih betapa Awan rindu sama ibu." Ujarku sambil tiduran dipelukan ibu."Ih malu atuh, tar dilihat sama Ren gimana ? diketawain Awan nanti." kata Ibu sa
Akhirnya kesempatan untuk bertemu dengan sosok yang membuat Aku penasaran selama ini kesampaian juga. Ketika Ibu mendapat kabar, dari kampungnya kalau Ayah (Kakek Awan) satu-satunya meninggal dunia, beliau sempat ijin beberapa minggu pulang ke kampung halamannya. Ketika kembali kesini, beliau bercerita kalau Awan anaknya mungkin akan di sekolahkan disini dan meminta ijin Papah dan Mamah untuk membolehkan Awan sekolah disini, karena disana tidak ada lagi kerabat yang akan menjaganya, Ibu ada sih keluarga jauh, tapi merasa kurang percaya untuk menitipkan Awan ke keluarganya tersebut. Gayung bersambut, Papah dan Mamah menyambut baik keinginan Ibu, bahkan Papah berjanji untuk menanggung semua keperluan biaya sekolah Awan selama disini. Mendengar kabar itu, Aku turut senang sekaligus sedih, untuk seorang Awan yang bahkan Aku belum bertemu dengannya.Aku jadi kepikiran keadaan Awan saat ini, pasti saat ini Ia sedang sedih-sedihnya. Kakek satu-satunya yang menjaganya selama ini telah tiada, a
POV Author Sementara itu, dalam kamar utama di Rumah mewah tersebut, tampak sepasang Suami Istri, Agus Wijaya dan Istrinya sedang berbincang serius sambil berbaring diatas kasur. "Pah.." pangil si Istri. "hmnnnn..." jawab sang suami sambil mengelus kepala si istri. "Papah yakin mengangkat Awan menjadi anak angkat kita ?" tanya si istri agak serius. "Yakin mah, kenapa ?" tanya balik si Suami. "Gak pah, lagian mamah masih heran aja sama papah, kita baru kali ini lihat Awan langsung, tiba-tiba Papah langsung mengangkatnya sebagai anak angkat kita, yah walau kita tahu mbak Arini sudah lama mengabdi dengan kita dan gak usah diragukan lagi loyalitasnya, tapi dengan Awan kita kan gak tahu besarnya dikampung seperti apa!, lingkungan kayak gimana!" "Mamah sangsi gitu ?" "Gak sih Pah, Cuma Mamah heran aja ma Papah, gak biasanya gitu", tanya si Istri heran. "Gak usah heran sayang, kan jauh-jauh hari kita dah diskusikan masalah ini juga. Walau papah agak sedikit ragu awalnya. Tapi, mamah
POV AriniJam 3 pagi Aku terbangun, setelah cuci muka. Aku melangkahkan kaki kedapur, sebelumnya kusempatkan untuk membangunkan Surti dan Inah membantu menyiapkan sarapan untuk semua penghuni rumah ini.Entah kenapa hari ini Aku sangat senang sekali, mungkin karena kedatangan Anakku satu-satunya. Setelah sekian lama kami terpisah jarak dan waktu, kesempatanku bertemu dengannya hanya beberapa kali, itupun dalam waktu yang tidak lama ketika Aku pulang kekampung halaman. Sedih rasanya tidak bisa melihat bagaimana Ia tumbuh, bahkan untuk menyuapi makan aja ketika ia kecil bisa dihitung hanya beberapa kali saja. Untung ada Ayah dan Ibuku yang bantu merawat buah hatiku.Ibu meninggal setahun yang lalu, beberapa bulan setelah itu Ayah ikut pergi menyusul Ibu, Aku ijin Pak Agus dan istrinya untuk pulang beberapa minggu lamanya. Perasaan sedih yang sangat mendalam kurasakan kehilangan sosok orang tua yang telah melahirkanku, mereka adalah sosok orang tua yang sangat sederhana. Teringat, ketika
POV Awan Hoaammm.. pagi ini Aku terbangun dengan badan sedikit pegal. Kulihat sekeliling, Aku sedikit kaget, kok tidur diatas tempat tidur yang bagus dan sangat empuk begini ? Dengan ruangan yang sangat asing bagiku, astaga Aku baru ingat kalau saat ini tidur di rumahnya majikan Ibuku. Kulihat jam di dinding kamar jam 3.40 dini hari. Aku siap-siap dulu. Sejenak Kulihat hape jadulku, ada beberapa sms dan panggilan tidak terjawab, Aku lupa kalau dari kemarin hape kusilent. From Kak Rini 081xxxx "Awan jadi dijemput ibumu ?" "Jadi ketemu ibunya ?" "Awaann kok g di bales ?" "Kamu gak apa" kan, gak nyasar kan dek?" Ada beberapa sms dari kak Rini ternyata, kusempatkan balas pesannya. "Udah sampai Kak, ini baru bangun. Maaf yah kemaren hpnya di silent jdnya gak tau kalau kk sms", balasku. send. Ting tingg.. Loh cepat kali balasnya ? gak tidur nih apa si mbak-mbak, pikirku. "hmnnn kk kira kamu kenapa-napa ? :(" "hehee aman kok kk cantik :)" balasku. "Ya udah siap-siap sana gih!
"Kamu kemana sih Awaan ? baru juga hari pertama dah main ngilang-ngilang aja ?" ujar Renata sewot saat Aku sudah didepannya. "Itu,, tadi lagi ngobrol sama Ibu dibawah." jawabku agak kikuk didepan Ren. "hmmnn kamu mandi dulu gih, tuh pakaiannya dah Ren tarok diatas tempat tidur." Ucap Ren sambil menunjuk keatas tempat tidurku, dan disana terlihat satu stel pakaian sekolah yang sudah dilipat dengan rapinya. "Awas yah kalau dalam 10 menit kamu belum siap." tunjuknya kehidungku sambil dengan gaya sedikit melotot gemas menatapku. "Oke siap bos!" jawabku pake pose hormat. "Ingat, yang cepat yah!" katanya sebelum keluar dari kamarku, terlihat Renata seperti menahan senyumnya ketika keluar dari kamarku. Ketika dikamar mandi Aku sempat bingung, aduh mana bak airnya, mana cuma ada tempat duduk (closet) begini, gimana mandinya ? pikirku bingung. Cuma ada tempat cuci tangan kecil (westafel) gak mungkin kalau mandinya dari air sini ? hmnnn Aku buka tempat duduk (closet) yang ada didekatku, te