Share

BAB 2

"SILAHKAN PERIKSA KEMBALI BARANG BAWAANNYA KETIKA AKAN MENINGGALKAN PESAWAT." Suara Pramugari lewat pengeras suara menyadarkan Aku dari lamunan panjangku.

Yah, disinilah Aku sekarang, Bandung! Setelah mendarat dan Ketika turun dari tangga pesawat mau masuk ke Terminal kedatangan, Aku jadi kebingungan mau lewat mana keluarnya.

"Mau kemana dek ?" sapa seorang wanita berdiri didekatku. Sekilas kulihat Dia sedikit lebih tua dariku.

"Ini Kak, saya bingung mau keluarnya lewat mana yah ?" Jawabku apa adanya.

"Baru pertama naik pesawat yah ?" tanyanya lagi dengan sedikit mengangkat alis matanya sebelah kiri.

"Iya Kak baru pertama kali." Jawabku sambil tersenyum padanya.

"Pantes dari tadi Aku perhatiin kamu clingak clinguk gak jelas begitu, hehehe."

Asem bilang clingak clinguk gak jelas katanya, kalau lihat bukannya bantuin dari tadi malah diliatin, batinku.

"Maklum Kak, baru kali ini naik pesawatnya, biasanya juga naik angkot kalau dikampung mah." Jawabku apa adanya.

"Hihihi, Kamu tuh lucu juga yah!"

"Ya udah, yuk ikut Aku aja kalau begitu biar gak nyasar, wajar sih kalau pertama kali mang sering bingung." katanya mengajakku sambil jalan didepanku.

"Ya Kak," kataku sambil mengikuti langkahnya.

"Oya, kamu ke Bandung ngapain ? sekolah ?"

"Iya kak."

"Nah tuh, kita tunggu barangnya disini, Kamu tadi ada barang masuk bagasi kan ?" katanya saat kami sampai ditempat pengambilan barang bagasi.

"Iya kak, wah kok bisa sampai disini yah barangnya ? padahal tadi kan masih dipesawat yah barangnya! mana muter gini, kalau telat ngambilnya bisa ilang nih barang-barangku." jawabku dengan polosnya.

"Hahaha, yah gak begitu juga kali!" Katanya sambil tertawa terbahak.

"Kamu lihat tuh! tar kalau penumpang telat ambil barang yang keluar itu tuh, barangnya akan muter lagi lewat arah yang sebelumnya." katanya sambil menunjuk ke tempat keluar barang.

"Bisa begitu yah ? canggih yah." Ucapku terkagum-kagum, maklum ini hal yang baru bagiku, hehehe.

"hahaha.. tar kalau kamu sering-sering bepergian naik pesawat, hal gini mah dah gak akan heran lagi."

"Oya, dari tadi ngobrol malah belum kenalan, Aku Rini, kamu ?" katanya sambil menjulurkan tangannya padaku.

"Saktiawan Sanjaya, panggil aja Awan kak, kalau kakak kuliah atau kerja disini ?" tanyaku membalas uluran tangannya.

"Kerja ? Mang Aku terlihat seperti wanita kantoran yah ?" katanya sedikit mengelembungkan kedua pipinya. Duh, malah bikin gemes nih Kakak cantik.

"Gak sih, kan Aku gak tau Kak." Sambil meliriknya yang kini berdiri disebelahku.

"Iya juga sih! Tapi mang wajahku setua itu ? sampe Kamu bilang Aku dah kerja gitu ?" katanya sambil melipat kedua tangannya di bawah dada.

Aduhhh, salah jawab aku, susah ini nih kalau wanita sudah merajuk.

"Gak gitu Kak! Kakak tu cantik, pake banget malah, hihihi," kataku coba meralat kata-kataku sebelumnya biar dia gak marah terus Aku ditinggal disini, mana Aku belum tahu jalan keluar dari sini, bisa rempong harus muter Bandara, kan gak lucu!

"Kan ada juga tuh wanita masih muda, kuliah, tapi juga kerja, atau kerja sambil kuliah, eh sama yah! Hehehe."

"Hahaha."

Asem malah ketawa orangnya, udah bikin orang jadi salting begini.

"Kamu tuh polos yah Awaan, Aku kan cuma bercanda doang kok. Iya.." katanya mengantung jawabannya.

"Hah, iya apa kak ?"

"Aku tuh masih kuliah, ini juga baru masuk kuliah. Tapi disini Aku ikut Mama yang kebetulan dinas di Kota ini juga." katanya sambil senyum padaku.

"Kalau Kamu baru masuk sekolah atau masih mau nyari-nyari sekolah dimana ?" tanyanya lagi.

"Sekolah Kak, pindahan sih tepatnya, Ibu yang daftarin. Jadi Aku tinggal masuk sekolah aja."

"loh bukannya orang dah mulai masuk sekolah yah ?" herannya.

"Iya Kak, ini kemaren ngurus-ngurus surat pindah dari sekolah yang di Kampung, jadinya telat datang kesininya."

"Trus udah tau sekolahnya dimana tar ?"

"Kalau itu belum tau Kak, kemaren sama Ibu disuruh ngirim semua persayaratannya aja, karena sudah memenuhi persayaratan yang diminta sekolah jadi langsung diterima juga, tapi belum sempat tanya juga sama Ibu sekolahnya apa, lagian diterangin juga lom tentu ngerti juga Aku, lah disini aja juga baru kali ini."

"Ooh begitu ceritanya." Kata Kak Rini sambil membulatkan matanya.

"Oya, kamu sudah ada yang jemput belum Awan ?" tanya kak Rini ketika kami akan melangkah ke luar begitu selesai mengambil barang bagasi.

"Mungkin sudah Kak, tapi gak tau juga, liat tar deh."

"hmm kalau belum, nanti ikut Kakak dulu aja, tar biar Kakak yang anter ke tempat Ibumu" tawar Kak Rini.

"Oya, Kakak mintak nomormu dong Awan! Biar bisa kontak-kontakan, sapa tau kamu butuh teman buat pemandu dikota Bandung." katanya sambil memegang hpnya.

"Nomor kakak aja, biar Aku misscall."

Kamipun bertukar nomor hape,

"Makasih ya Kakak Cabai." Kataku sedikit mencandainya.

"eh kok cabai ?" protesnya sambil menatapku dengan agak sedikit menyipitkan matanya.

"iya kakak cabai, Cantik dan Baik hati, hehehe."

"ihh Kamu yah dah berani bercanda sekarang! Tapi, makasih yah dedek gancu." balasnya dengan pipi yang sedikit merona merah.

"Apaan tuh gancu Kak ?"

"Gancu, dedek Ganteng dan Lucu, hehehe." Senyum Kak Rini itu loh, duh bikin mata selalu betah menatapnya tanpa lelah, blush.

"eh Dek! Aku duluan yah, sepertinya Mamahku dah jemput tuh. Oya, kalau Kamu lom ada yang jemput cepat kabari Kakak yah! tar biar sama Kakak aja, okey!" kemudian kak Rini berjalan agak cepat didepanku menghampiri wanita yang dibilang Mamanya barusan.

Ketika keluar dari Bandara Aku lihat dipintu keluar untuk penumpang, disana kulihat Ibuku menjemputku didampingi seorang perempuan cantik yanbg berdiri disebelahnya yang tak kutahu siapa, mungkin dia seusiaku.

"Ibuuu," teriakku memanggilnya sambil sedikit berlari dan memeluk Ibu.

"Nak.." jawab Ibuku, sambil memelukku erat, tak terasa air mata kami mengalir dengan derasnya, semua rindu kami salurkan melalui sebuah pelukan yang dalam.

Oh Ibu, betapa dalam kerinduan ini padamu. Yah, dari kecil mungkin hanya beberapa kali kami bertemu. Bisa kalian bayangkan, dari kecil Aku hanya dibesarkan oleh Kakek dan Nenek, karena kehidupan di Kampung yang sulit, Ayahku sendiri tidak tahu kemana, Ibu ataupun Kakek dan Nenekku juga tidak pernah bercerita perihal Ayah kepadaku, jadi sejak usiaku 4 tahun Ibu memutuskan untuk merantau, agar kehidupan anak semata wayangnya ini jadi lebih baik. Selama itu pula, hanya beberapa kali Ibu pulang menjengukku. Ibu bekerja di Bandung sebagai pembantu. Ya, sekali lagi demi bisa menyekolahkan Aku, setidaknya itu alasan yang sering diucapkan oleh Kakek dan Nenek padaku, ketika Aku menanyakan apa pekerjaan Ibuku di rantau. Tiap bulan Ibu selalu mengirimkan uang belanja, untuk bekal keperluan sekolah dan biaya bulanan kami dikampung.

"Kamu sudah besar sekarang nak. Makin tinggi dan gagah." kata ibu sambil mengusap-usap kepalaku dengan rasa sayang.

"Awan rindu Bu." Ucapku sambil mengangkat kepalaku, kulihat air mata Ibu berlinang.

"Bagaimana perjalannya tadi nak ?"

"Lancar kok Bu, cuman yah agak canggung, baru pertama kali ini naik pesawat soalnya, mau keluar dari pesawat aja juga bingung mau lewat kemana tadi, untung tadi ada perempuan yang nunjukin Awan, kebetulan juga Dia mau kuliah disini katanya." jelasku panjang lebar.

"Terus, dimana Dia nak ? Ibu mau terimakasih sama orangnya karena telah membantu Anak bujang Ibu."

"hmnnn.." sambil melihat kearah Kak Rini pergi sebelumnya.

"Sudah pergi sepertinya Bu. Tadi ada yang jemput katanya.." karena tidak kutemukan keberadaannya.

Keasikan melepas rindu dengan Ibu, dan saling memberi kabar masing-masing, membuat kami tidak menyadari adanya seorang gadis yang sejak tadi berdiri di sebelah Ibu. Kulihat matanya juga telah berkaca-kaca menatap ke arah kami, lalu ada air mata yang mengalir dipipi putihnya.

Sadar Aku melihat kearah gadis disampingnya, Ibu pun mengenalkannya kepadaku

"Oh ya nak kenalin, ini Non Renata, anak majikan tempat Ibu bekerja."

"Ibu ini apa loh! masih aja bilang majikan, Ibu kan sudah jadi bagian dari keluarga Ren." jawabnya sambil menghapus air matanya.

"Saktiawan panggil aja Awan, Non" Jawabku sambil mengulurkan tangan padanya.

"Ini juga nih, malah ikutan Ibu panggil 'non' segala," jawabnya dengan agak sewot, ketika menjawab uluran tanganku.

"Ranata, kamu boleh panggil Ren atau Rena, hihihi," jawabnya sambil memandangku agak lama.

Eh, baru Kusadari! dari tadi Ia terus memandang lekat padaku dengan tatapan yang sangat 'misterius'. Padahal baru kali ini kami bertemu, karena tadi perhatianku tertuju pada Ibu sehingga Aku tidak terlalu memperhatikannya.

"Iya Non, eh Ren." jawabku agak sungkan, karena bagaimanapun dia adalah anak majikannya Ibuku.

"Yuk Bu, kita berangkat sekarang aja, kasihan pak Usman kelamaan nunggu diparkiran, kangen-kangenannya bisa dilanjutin dirumah aja nanti, hihihi." ajak Ren pada Ibu, ketika tersenyum tampak lesung pipit dan gigi gingsulnya gadis didepanku ini, makin menampakkan kecantikannya yang oriental. Aku hanya menunduk sambil membawa barang-barangku mengikuti arah langkah kaki Renata. Ibu berjalan disampingku sambil mengapit lenganku. Aku sempat melihat-lihat sekitar mencari-cari keberadaan kak Rini, tapi masih tak Kutemukan tanda-tanda keberadaaanya, nanti ajalah Kukabari kalau aku sudah ada yang jemput padanya. Dalam hati Aku berterima kasih padanya, kalau gak ada Dia bisa-bisa muter seharian Aku keliling bandara kayak orang bego, hehehe.

Sepanjang perjalanan, tidak henti-hentinya Aku mengagumi kehindahan kota Bandung, bangunan-bangunan tinggi tampak disepanjang jalan yang kami lalui, serta kendaraan yang seperti tiada habisnya, Aku yang dikampung melihat orang punya mobil aja, sudah terlihat seperti paling kaya. Itupun hanya satu-satu orang yang punya. Bahkan Bang Somad tetanggaku, walaupun cuma punya mobil pickup L300 dan kerjaannya cuma berdagang buah sudah dianggap sebagai orang berada. Maklum dikampungku masih termasuk pedalaman. Untuk ke sekolah atau ke kabupaten ditempatku, kami biasanya hanya naik angkot atau bendi (bendi=delman), mungkin kampungku termasuk terlambat dalam pembangunan. Jadi melihat kendaraan berseliweran seperti ini Aku auto terkagum-kagum. Belum lagi mobil yang kunaiki ini, sebuah sedan mewah, yang tak kutahu apa mereknya, yang jelas pasti mahal lah. Diatapnya aja ada 'kaca'nya, sehingga aku bisa melihat keindahan langit kota Bandung dari dalam mobil.

Ibuku yang menyadari keadaanku hanya tersenyum. Sambil tetap memeluk lenganku dibangku belakang.

"Tar juga kamu terbiasa dengan kehidupan disini." kata Ren sambil melirikku dari kaca spion depan.

Sekali-kali kalau kuperhatikan Renata sering curi-curi pandang lewat kaca depan, ketika lirikan kami bertemu, dia seperti mengalihkan pandangannya kearah lain. Apa ada yang salah dengan wajahku kali ya ?

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Novi Cahya
Cukup bagus ceritanya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
panjang kali bab nya
goodnovel comment avatar
Nabila Salsabilla Najwa
Bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status