Malamnya, ketika Kami duduk diruang tamu.
"Gimana perjalanannya Awan? Lancar saja kan?" tanya Pak Agus Wijaya. Pak agus ini Ayahnya Renata sekaligus majikan Ibuku. Disebelahnya duduk Bu Lina, istri pak Agus. dan Renata duduk disebelah kiri Mamanya sambil memeluk Ibunya, tampak sekali kalau Renata sangat dimanja dan disayang oleh kedua orang tuanya."Lancar pak." jawabku dengan sedikit menunduk."Hahaha. Kamu biasa aja Awan jangan kaku gitu ah, Mbak Arini (nama Ibuku) sudah kami anggap keluarga sendiri, sekarang ada Kamu, jadi makin melengkapi keluarga ini." kata Pak Agus coba mencairkan suasana, kulihat bu Lina dan Ren hanya senyum-senyum disebelahnya."I-Iya pak." jawabku mencoba rileks sambil mengangkat wajahku."Nah gitu dong!" kata pak Agus dengan senyum khasnya yang berwibawa."Ngomong-ngomong selamat datang di Bandung, gimana kesanmu disini ?" tanya pak Agus."Megah pak, banyak kendaraan bagus-bagus disini, beda sekali dengan di Kampung." jawabku polos"Hahaha," semua yang diruangan jadi tertawa mendengar jawabanku."Dirumah ini nanti, ada beberapa asisten rumah tangga, security dan nanti biar Ibumu atau Ren yang mengenalkan yah! Tapi, sama Renata dah kenalan kan tadi ?" tanya pak Agus sambil melihat Renata yang duduk di sebelah ibunya, Ren nya sendiri malah senyum-senyum melihatku."Sudah pak.""Awannya pemalu yah Pa ?" ucap Ren pada Papanya."Namanya juga baru, yah wajarlah," jawab Pak Agus kalem."Oya, mulai besok senin Kamu dah mulai masuk sekolah ya! Sekolah yang sama dengan Renata. Saya yakin Kamu bisa cepat beradaptasi dengan sekolah disini nantinya, untuk semua persyaratannya sudah dibantu urusin sama Mamanya Renata." terang pak Agus sambil sedikit menegakkan posisi duduknya.Oh sudah diurusin Bu Lina, pantesan semuanya lancar aja, batinku.Saya hanya diam sambil menyimak baik-baik setiap kata Pak Agus ditemani oleh Ibu yang duduk disebelahku."Semua persyaratannya yang Kamu kirim sebelumnya sudah lengkap, nanti paling tinggal data di Sekolah aja yang perlu diisi sebagai formalitas, ditambah Kamu selalu berprestasi dari sekolah sebelumnya.""Awan ini juga peringkat satu di sekolah sebelumnya loh Pah!" sela Bu Lina sambil memujiku."Kamu memang anak yang menarik dan pastinya membanggakan orang tua mu ya Awan!" jawab pak Agus sambil menatap Ibu.Ibu hanya tersenyum sambil mengusap kepalaku."Oya satu lagi, ini saya sudah bicarakan dengan Ibumu sebelumnya. Kamu juga kami angkat sebagai anak kami, jadi nanti siapapun yang tanya, baik di sekolah atau diluaran sana nanti, kamu adalah bagian dari keluarga besar Wijaya, jadi kamu gak usah canggung ataupun minder nantinya bergaul dengan lingkungan baru disini." terang Pak Agus serius."Pak.." tampak ibuku ingin bicara dengan mata berkaca-kaca, sepertinya Ia masih tidak percaya dengan yang diucapkan oleh Pak Agus. Walaupun Pak agus dan istrinya juga telah menyampaikan hal ini sebelumnya pada Ibu."Iya mbak, kan kemarin sebelum Awan datang kita sudah bicarakan ini." potong Bu Lina."Tapi bu,.. Saya bekerja disini, dan anak saya sudah Bapak dan Ibu bantu untuk sekolah disini saja sudah sebuah kehormatan bagi kami, tapi mengangkat anak saya jadi bagian keluarga ini, rasanya ini terlalu berlebihan Pak, Bu." isak Ibuku dengan tatapan seolah tak percaya."Ibu ini loh, selalu aja bagitu." kali ini Renata yang menjawab."Selama Ibu disini aja, Ren serasa jadi punya dua Mama yang menyayangi Ren. Kasihan Awan kan Bu! Selama ini kan Ibu jauh, jadi sudah sepantasnya Awan mendapatkan yang lebih baik ketika disini, kalau Papa dan Mama mengangkat Awan jadi bagian dari keluarga kita, kan biar Awan bisa mendapat yang terbaik juga dari kami, iya kan Pa, Ma? Tanya Renata ke orang tuanya."Iya Nak." jawab Papa dan Mama Renata."Jadi gimana nak Awan, kamu gak keberatan kan ?" tanya pak Agus padaku.Aku melihat Ibu yang duduk disebelahku, walau masih ada keraguan di wajahnya, beliau hanya menganggukan kepala. "Kalau Bapak dan Ibu sudah memutuskan demikian, saya akan terima dan akan melakukan yang terbaik sesuai kemampuan saya." Ucapku mantap. Ren tampak sangat senang dengan jawabanku."Kalau Kamu setuju, mulai sekarang Kamu manggilnya jangan Pak, Bu lagi dong, panggil aja Papa dan Mama kayak Ren manggil kami." ucap bu Lina sambil tersenyum."iya Bu.. eh Ma." jawabku canggung."Nah kalau begitu, kedepannya kamu bisa saling bantu dengan Renata. Papa harap kalian bisa saling menjaga layaknya seorang saudara, karena Renata satu-satunya anak kami, perempuan lagi. Nah sekarang, kalau Kamu butuh apa-apa baik tentang sekolah atau keperluan disini, bisa minta bantuan sama Ren yah!" lanjut papa Agus."Ya udah, Kamu bisa istirahat sekarang. Karena besok kamu sudah mulai sekolah. Nanti kamarmu disebelah kamar mbak Arini yah, nanti biar ditunjukin sama Ren kamarmu yang mana." tambah pak Agus."I-iya Pa." Jawabku masih belum terbiasa dengan panggilan baru yang secara tiba-tiba ini."Nak antarin Awan dulu kekamarnya yah! Papah sama Mamah ada yang masih ingin kami bicarakan dengan Mbak Arini." Suruh Papa Agus pada Renata."Yuk Awan!" ajak Ren berdiri sambil menarik tanganku, Papa Agus dan bu Lina yang melihat kelakuan anaknya yang langsung memegang tanganku, hanya senyum-senyum sambil mengeleng-gelengkan kepala.Ibuku masih duduk diruang tamu, sepertinya masih ada yang ingin dibicarakan Pak Agus dan Bu Lina ke Ibuku.Renata menarik tanganku untuk mengikutinya ke lantai dua rumah ini, dan sekali lagi Aku hanya bisa terpana melihat rumah ini, semula kukira Aku akan tidur dilantai 1 rumah ini, karena dilantai 1 terdapat beberapa kamar yang lumayan besar yang ditujukan untuk tamu dan dibagian belakang rumah ini merupakan kamar yang biasanya yang dikhususkan untuk para pembantu. Karena dirumah ini ada beberapa pembantu, satpam, dan tukang kebun. Tapi ternyata Ren membawaku ke sebuah kamar dilantai atas, yang menurutku sangat luas sekali, bahkan ada kamar mandi juga dibagian dalamnya."Eh beneran, kamarku disini Ren ?" tanyaku seolah tak percaya sambil melihat ke sekeliling kamar. Jujur Aku masih sedikit canggung ketika mengobrol dengan Ren kalau harus bertatapan langsung dengannya, apalagi sekarang cuma kami berdua dikamar ini, walau pintu kamar masih terbuka."Iya kenapa, suka kan ?" tanyanya dengan senyum menggoda."hmnnn gimana yah ? ini mah kebesaran kamarnya, kamarku dikampung sangat kecil sekali, bahkan dikampung, Aku sudah biasa tidur didipan kayu (dipan=Kasur), kadang malah tidur di Surau (mushola)." ucapku polos sambil duduk diatas kasur, kasur ini terasa empuk banget, aduh mimpi apa yah semalam ? Diangkat menjadi bagian dari keluarga ini aja sudah gak terbayang sedikitpun olehku, sekarang diberi fasilitas kamar yang menurutku ini sangat-sangat 'mewah'.Melihat Aku yang terkagum-kagum, Renata hanya tersenyum manis."Seperti kataku dimobil tadi, nanti kamu juga akan terbiasa dengan kehidupan disini." Ucapnya sambil menatapku dengan tatapan yang,"Oya, kamar Ibu disebelah kamar ini, dan kamarku di depan yah." Jelas Ren padaku sambil matanya tak lepasnya menatapku. Aku jadi heran sendiri dengan keberanian gadis didepanku ini, walau baru kali ini bertemu, kadang Dia sangat 'nakal', seperti tadi misalnya bahkan didepan orang tuanya dia dengan santainya menarik tanganku padahal kan ada Papa dan Mamanya disitu. Apa karena Papanya bilang kami saling jaga seperti 'saudara' ya! Suatu hal yang sangat ganjil dan tabu kalau dikampungku. Yang sangat menjaga tata krama dan kesopanan, didepan Renata semua itu seakan tidak ada batasannya. Senang ? ya jelas senanglah. Apalagi ceweknya secantik Renata. Apa gak keblinger aku, hehe."Atau Kamu mau tidur dikamarku ? hehehe." ucapnya dengan santainya sambil sedikit menggigit bibir bawahnya. damn! gaya Ren sangat menggoda sekali.Aku hanya bengong melihatnya dengan keringat dingin yang keluar dengan melownya dikeningku."hahaha." kudengar ketawanya saat menutup pintu kamarku dan kemudian masuk ke kamarnya yang ada persis didepan kamarku.Didalam kamar, sekali lagi kuperhatikan kamar ini, wah ini mah bukan kamar lagi, seperti berada dalam istana aja rasanya. Akupun menata pakaian dan barang-barangku kedalam lemari, walau sudah kumasukkan semua pakaianku kedalam lemari masih aja banyak slot kosong yang terdapat didalamnya karena saking besarnya lemari ini. Buset dah, kalau jadi orang kaya begini ternyata, kalau dikampungku, lemari besar begini dijadiin kasur plus lemari bisa kayaknya, hehehee. Ketika akan membuka tas kecilku, kulihat sebuah kado dan surat yang diberikan oleh Nisa sebelumnya. Penasaran kubuka suratnya. "Surat ini Nisa tulis semalam, tapi bacanya nanti saat Awan sudah sampai di sana ya." Teringat kata-kata Nisa sebelumnya, tanganku agak sedikit bergetar ketika akan membaca surat ini. "Dear Saktiawan Sanjaya. Sebelumnya Nisa mohon maaf karena lancang memberikan surat ini ke Awan. Maaf jika hanya melalui surat ini Nisa bisa mengungkapkan semua rasa dan asa. Masih ingatkan kata-kata Guru bahasa indonesi
Kubuka sebuah kotak hadiah, didalamnya ada sebuah harmonica yang sangat cantik. Makasih Nisa, Awan akan menjaga ini."Belum tidur nak ?" Aku dikagetkan dengan suara Ibuku yang tiba-tiba aja sudah berdiri disebelah tempat tidurku"Eh Awan kenapa ?" tanya Ibu ketika melihat mataku agak merah dan masih ada sisa air mata yang tak sempat kuhapus semuaKetika melihat ditanganku ada surat dan sebuah harmonica, Ibu jadi mengerti kenapa Aku terlihat bersedih."Karena ini yah ?" Aku meletakkan surat dan beberapa hadiah dari teman-temanku serta hadiah dari Nisa ke rak lemari"Awan pasti punya teman-teman yang hebat yah disana ?" tanya ibu lembut.Aku hanya diam, sambil menatap Ibu manja."Bu, boleh gak Awan tidur sama ibu malam ini, Awan rindu." Rajukku."hmnn, apaan sih anak Ibu, jadi manja gini ?""Yah, kan kita sudah lama gak jumpa, Ibu gak tahu sih betapa Awan rindu sama ibu." Ujarku sambil tiduran dipelukan ibu."Ih malu atuh, tar dilihat sama Ren gimana ? diketawain Awan nanti." kata Ibu sa
Akhirnya kesempatan untuk bertemu dengan sosok yang membuat Aku penasaran selama ini kesampaian juga. Ketika Ibu mendapat kabar, dari kampungnya kalau Ayah (Kakek Awan) satu-satunya meninggal dunia, beliau sempat ijin beberapa minggu pulang ke kampung halamannya. Ketika kembali kesini, beliau bercerita kalau Awan anaknya mungkin akan di sekolahkan disini dan meminta ijin Papah dan Mamah untuk membolehkan Awan sekolah disini, karena disana tidak ada lagi kerabat yang akan menjaganya, Ibu ada sih keluarga jauh, tapi merasa kurang percaya untuk menitipkan Awan ke keluarganya tersebut. Gayung bersambut, Papah dan Mamah menyambut baik keinginan Ibu, bahkan Papah berjanji untuk menanggung semua keperluan biaya sekolah Awan selama disini. Mendengar kabar itu, Aku turut senang sekaligus sedih, untuk seorang Awan yang bahkan Aku belum bertemu dengannya.Aku jadi kepikiran keadaan Awan saat ini, pasti saat ini Ia sedang sedih-sedihnya. Kakek satu-satunya yang menjaganya selama ini telah tiada, a
POV Author Sementara itu, dalam kamar utama di Rumah mewah tersebut, tampak sepasang Suami Istri, Agus Wijaya dan Istrinya sedang berbincang serius sambil berbaring diatas kasur. "Pah.." pangil si Istri. "hmnnnn..." jawab sang suami sambil mengelus kepala si istri. "Papah yakin mengangkat Awan menjadi anak angkat kita ?" tanya si istri agak serius. "Yakin mah, kenapa ?" tanya balik si Suami. "Gak pah, lagian mamah masih heran aja sama papah, kita baru kali ini lihat Awan langsung, tiba-tiba Papah langsung mengangkatnya sebagai anak angkat kita, yah walau kita tahu mbak Arini sudah lama mengabdi dengan kita dan gak usah diragukan lagi loyalitasnya, tapi dengan Awan kita kan gak tahu besarnya dikampung seperti apa!, lingkungan kayak gimana!" "Mamah sangsi gitu ?" "Gak sih Pah, Cuma Mamah heran aja ma Papah, gak biasanya gitu", tanya si Istri heran. "Gak usah heran sayang, kan jauh-jauh hari kita dah diskusikan masalah ini juga. Walau papah agak sedikit ragu awalnya. Tapi, mamah
POV AriniJam 3 pagi Aku terbangun, setelah cuci muka. Aku melangkahkan kaki kedapur, sebelumnya kusempatkan untuk membangunkan Surti dan Inah membantu menyiapkan sarapan untuk semua penghuni rumah ini.Entah kenapa hari ini Aku sangat senang sekali, mungkin karena kedatangan Anakku satu-satunya. Setelah sekian lama kami terpisah jarak dan waktu, kesempatanku bertemu dengannya hanya beberapa kali, itupun dalam waktu yang tidak lama ketika Aku pulang kekampung halaman. Sedih rasanya tidak bisa melihat bagaimana Ia tumbuh, bahkan untuk menyuapi makan aja ketika ia kecil bisa dihitung hanya beberapa kali saja. Untung ada Ayah dan Ibuku yang bantu merawat buah hatiku.Ibu meninggal setahun yang lalu, beberapa bulan setelah itu Ayah ikut pergi menyusul Ibu, Aku ijin Pak Agus dan istrinya untuk pulang beberapa minggu lamanya. Perasaan sedih yang sangat mendalam kurasakan kehilangan sosok orang tua yang telah melahirkanku, mereka adalah sosok orang tua yang sangat sederhana. Teringat, ketika
POV Awan Hoaammm.. pagi ini Aku terbangun dengan badan sedikit pegal. Kulihat sekeliling, Aku sedikit kaget, kok tidur diatas tempat tidur yang bagus dan sangat empuk begini ? Dengan ruangan yang sangat asing bagiku, astaga Aku baru ingat kalau saat ini tidur di rumahnya majikan Ibuku. Kulihat jam di dinding kamar jam 3.40 dini hari. Aku siap-siap dulu. Sejenak Kulihat hape jadulku, ada beberapa sms dan panggilan tidak terjawab, Aku lupa kalau dari kemarin hape kusilent. From Kak Rini 081xxxx "Awan jadi dijemput ibumu ?" "Jadi ketemu ibunya ?" "Awaann kok g di bales ?" "Kamu gak apa" kan, gak nyasar kan dek?" Ada beberapa sms dari kak Rini ternyata, kusempatkan balas pesannya. "Udah sampai Kak, ini baru bangun. Maaf yah kemaren hpnya di silent jdnya gak tau kalau kk sms", balasku. send. Ting tingg.. Loh cepat kali balasnya ? gak tidur nih apa si mbak-mbak, pikirku. "hmnnn kk kira kamu kenapa-napa ? :(" "hehee aman kok kk cantik :)" balasku. "Ya udah siap-siap sana gih!
"Kamu kemana sih Awaan ? baru juga hari pertama dah main ngilang-ngilang aja ?" ujar Renata sewot saat Aku sudah didepannya. "Itu,, tadi lagi ngobrol sama Ibu dibawah." jawabku agak kikuk didepan Ren. "hmmnn kamu mandi dulu gih, tuh pakaiannya dah Ren tarok diatas tempat tidur." Ucap Ren sambil menunjuk keatas tempat tidurku, dan disana terlihat satu stel pakaian sekolah yang sudah dilipat dengan rapinya. "Awas yah kalau dalam 10 menit kamu belum siap." tunjuknya kehidungku sambil dengan gaya sedikit melotot gemas menatapku. "Oke siap bos!" jawabku pake pose hormat. "Ingat, yang cepat yah!" katanya sebelum keluar dari kamarku, terlihat Renata seperti menahan senyumnya ketika keluar dari kamarku. Ketika dikamar mandi Aku sempat bingung, aduh mana bak airnya, mana cuma ada tempat duduk (closet) begini, gimana mandinya ? pikirku bingung. Cuma ada tempat cuci tangan kecil (westafel) gak mungkin kalau mandinya dari air sini ? hmnnn Aku buka tempat duduk (closet) yang ada didekatku, te
Pagi itu kami makan, tanpa didampingi oleh pak Agus dan Istrinya, ternyata pas Aku mandi tadi, mereka telah pergi duluan. Kata Ibu, pak Agus dan Istrinya pergi ke Singapur untuk mengurus pekerjaan mereka yang disana.Setelah sarapan, Aku pamit dan salim sama Ibu. Anehnya Ren, kulihat juga ikutan salim pada Ibu dengan cara yang sama, entah karena biasa begitu atau hari ini aja karena mengikutiku, entahlah! Aku hanya tersenyum saja melihatnya.Kami diantar oleh Pak Usman supir pribadi keluarga Wijaya ke sekolah. Ketika sampai digerbang sekolah, sekali lagi Aku dibuat terkagum dengan kemegahan sekolah tempat Aku akan menimba ilmu ini. Dari dalam mobil kulihat gedung sekolah ini yang terdiri dari beberapa lantai."Udah ahh, jangan gitu banget lihatnya." tegur Ren yang duduk di sebelahku."eh iya..""oh ya, nih!" kata Ren sambil memberikan sebuah amplop berwarna coklat kepadaku."Apa nih Ren ?" tanyaku heran"tau tuh, Papah yang nitip tadi, buat Kamu." katanya kalemKetika kubuka, kulihat i