Share

BAB 5

Kubuka sebuah kotak hadiah, didalamnya ada sebuah harmonica yang sangat cantik. Makasih Nisa, Awan akan menjaga ini.

"Belum tidur nak ?" Aku dikagetkan dengan suara Ibuku yang tiba-tiba aja sudah berdiri disebelah tempat tidurku

"Eh Awan kenapa ?" tanya Ibu ketika melihat mataku agak merah dan masih ada sisa air mata yang tak sempat kuhapus semua

Ketika melihat ditanganku ada surat dan sebuah harmonica, Ibu jadi mengerti kenapa Aku terlihat bersedih.

"Karena ini yah ?" Aku meletakkan surat dan beberapa hadiah dari teman-temanku serta hadiah dari Nisa ke rak lemari

"Awan pasti punya teman-teman yang hebat yah disana ?" tanya ibu lembut.

Aku hanya diam, sambil menatap Ibu manja.

"Bu, boleh gak Awan tidur sama ibu malam ini, Awan rindu." Rajukku.

"hmnn, apaan sih anak Ibu, jadi manja gini ?"

"Yah, kan kita sudah lama gak jumpa, Ibu gak tahu sih betapa Awan rindu sama ibu." Ujarku sambil tiduran dipelukan ibu.

"Ih malu atuh, tar dilihat sama Ren gimana ? diketawain Awan nanti." kata Ibu sambil mengelus kepalaku.

"Biarin lah bu," jawabku cuek.

"Dulu waktu dikampung melihat anak sebaya Awan jalan sama orang tuanya, atau ketika mengambil rapor mereka selalu didampingi oleh orangtuanya. Awan juga ingin begitu! tapi Awan sadar, ibu jauh di rantau. Dan Ibu merantau karena untuk Awan juga kan!" ucapku sambil memejamkan mata, mengingat masa-masa ketika dikampungku.

Ibu terlihat menangis, "maafin Ibu Nak! Ibu yang tak ada disamping Awan."

"eh ma-maaf bu, bukan maksud Awan membuat bersedih." rajukku, Aku paling takut membuat Ibu bersedih.

"Gak nak, Ibu hanya sedih karena tidak ada disaat Awan butuh Ibu. Ibu sayang sama Awan, dan Ibupun sangat bangga padamu Nak! di saat Ibu tidak ada, Awan bisa bertahan dan bahkan selalu mengharumkan nama keluarga kita dengan prestasi-prestasi Awan disekolah, Ayah (Kakek) selalu cerita ke Ibu tentang Awan ke Ibu kok dan Ibu janji, mulai saat ini dan kedepannya Ibu akan selalu menemani Awan."

"itu semua karena Kakek, Bu. Kakek selalu memaksa Awan belajar, memaksa Awan untuk bisa mandiri." Aku jadi teringat ketika Kakek yang selalu memarahiku ketika Aku tidak melakukan perintah Kakek ataupun ketika Aku nakal tidak mengindahkan perintah Kakek dulu.

"Itu kan karena Ibu yang minta sama Kakekmu nak, Ibu minta pada kakek untuk mendidik Awan menjadi kuat, karena akan banyak rintangan kehidupan yang akan Awan hadapi kelak." jawab Ibu sambil tersenyum.

Walau agak sedikit kurang paham dengan maksud perkataan Ibu yang terakhir, Aku anggukan kepala untuk mengaminkan ucapan Ibu.

"Iya Bu, Awan tahu kok. Kakek keras ke Awan, agar Awan kuat dan bisa mandiri, gitukan Bu?" ucapku sambil bangkit dari pangkuan ibu.

"Ren boleh tidur sama Ibu kan ?" tanya Renata yang tiba-tiba sudah ada dalam kamarku, pintu kamarku yang terbuka ketika Ibu masuk tadi. Eh, orangnya langsung nyelonong masuk aja dan duduk disamping kanan Ibu sambil memeluk Ibuku manja.

Ibu yang melihat Ren, cuma bisa tersenyum dan geleng-geleng kepala.

"Gak ahh. tadi Awan yang minta tidur sama Ibu, sekarang Ren juga ikutan, terus Ibu tidur sama siapa dong ?" kata Ibu bercanda.

"Ibu mah gitu, sudah ada Awan sekarang, jadi Ibu gak mau temani Ren tidur lagi yah! Aku kan kangen tidur di boboin sama Ibu." katanya masang wajah cemberut.

"Gini aja deh, kalau begitu Ren tidur dikamar Ibu, Awan tidur disini yah!" ucap Ibu memberi solusi yang sangat tidak menguntungkanku.

loh loh kenapa Ibu malah seperti menuruti keinginan Ren yah ?

"Lah kok gitu bu ? kan Aku yang lebih kangen sama Ibu." Protesku.

"Yah mana bisa toh nak! Ren kan perempuan, yah gak bisa lah Awan tidur bareng, gak muhrim." terang ibu.

"Hahaha rasain, week." tawa Ren senang sambil memeletkan lidahnya.

"Ya udah tidur dulu gih, besok mau sekolah pagi loh." perintah Ibu.

"Yah Buu." jawabku lemas.

"Malam ini tidur ma Guling aja dulu yah, hihihi," kata Ren dengan tawa kemenangannya.

Akupun hanya bisa geleng-geleng sendiri.

Saat aku melihat ke rak lemari, disana masih ada surat dan hadiah dari teman-temanku yang masih belum sempat kusimpan, Eh tadi Ren lihat gak yah surat ini ? untung ketika Ibu datang surat dan hadiah pemberian Nisa sudah ku tarok di atas rak lemari yang agak tinggi. Kalau Ren lihat, bisa-bisa ditertawakan nih, apalagi sampai mewek karena ini, mengingat kebiasaan gadis itu yang suka mencandaiku, bisa-bisa dibully Aku tar, hadeeh.

POV Renata

Hai, namaku Renata. Sekarang Aku kelas 3 di salah satu SLTA Internasioanal di kota Bandung. Kata orang yang mengenalku, mungkin Aku akan dibilang seorang Gadis yang manja dan cengeng. Mungkin juga sih, itu dikarenakan orang-orang yang melihatku sebagai anak satu-satunya dari keluarga Konglomerat Wijaya. Secara fisik, tinggiku 165cm dengan kulit putih. Sedikit cubi sih, tapi kalau kata teman-temanku, justru disitulah yang membuatku terlihat seksi. Mungkin turunan dari mamah kali yah. Cukup segitu dulu perkenalan tentang Aku yah.

Dirumah Aku punya beberapa pembantu, dengan satu kepala pembantu, namanya Ibu Arini, usianya sekitar 45an. Dia sudah mengabdi belasan tahun dikeluargaku, bahkan sejak Aku masih balita. Tapi Aku dan keluarga lebih dekat secara personil dengan Ibu Arini, bagiku sosok nya lebih sebagai seorang Ibu yang tidak pernah Aku dapatkan dari Mamaku, beliau sangat perhatian, selalu jadi pendengar segala curhatku, termasuk kapan Aku pertama kali dapat datang bulanpun, beliau yang pertama tahu. Bukan karena Mamaku cuek atau tidak perhatian kepadaku. Mungkin karena Mamah adalah sosok wanita karir yang sangat tekun, Mamah sama Papah sepaket dua paket, karena kesibukan mereka dengan pekerjaannya, tidak heran jika perusahaan kami jadi seperti sekarang. jadi Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan Bu Arini Pembantuku. Tapi herannya, Aku malah lebih terasa sangat dekat sekali dengan bu Arini. Kadang kami seperti teman, kenapa Aku memanggilnya Ibu, bukan Bibi atau Mbok seperti Aku memanggil pembantu kami yang lainnya, itu dikarenakan anak Bu Arini yang memanggilnya begitu. Seiring kedekatanku dengan Bu Arini, kekagumanku pada sosoknya yang penyayang, juga membuatku kagum dengan anaknya. Yang membuatku kagum, meski bu Arini jauh-jauh bekerja disini, tapi anaknya selalu berprestasi loh. Sering Aku ikutan mendengar ketika Ibu sedang telponan dengan anaknya, yang bernama 'Saktiawan Sanjaya'. Nama yang bagus dan berkharisma, apa orangnya juga setampan namanya yah ? Ibu pernah melihatkan foto Awan (panggilannya) kepadaku. Dari kekaguman tersebut Aku jadi penasaran ingin berjumpa langsung dengan orangnya, kira-kira bagaimana reaksinya yah bertemu denganku nantinya, jadi gak sabar menunggu saat itu tiba, hayalku membuatku senyum-senyum sendiri.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Hendy Hartono
awan....byk cewek yg ngefans. pAke pelet apa ya?
goodnovel comment avatar
Touge GS
ngabisin kuota aja,bolak balik,capek bacanya
goodnovel comment avatar
Amin Mustolih
dari sekian ratus novel yang ku baca baru ini yg menurut saya bagus , mulai dari alur cerita sampai cara penulisan bahasa 2 ...... deh lanjutkan mas/mba saya suka novel anda
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status