Satu bulan sudah berlalu dengan sangat cepat, dan ini adalah hari pernikahan Zahra bersama kekasih hatinya Gerald. Tidak ada yang lebih mendebarkan dari pada menanti saat-saat pengucapan janji suci pernikahannya itu bagi Zahra. Zahra sendiri masih berada dalam kamarnya bersama beberapa orang perias pengantin terkenal dan terbaik. Di sana juga ada Bianca dan Olivia yang menemani calon ratu sehari ini berias diri agar terlihat cantik maksimal di depan semua para tamu undangan dan juga di depan Gerald khususnya. Zahra sangat gugup hingga telapak tangannya terasa basah oleh keringat. Zahra bahkan merasakan bahwa jantungnya berdebar kencang dan tak karuan saat ini. Bagaimana ia bisa percaya bahwa pada akhirnya dia akan menikah dengan Gerald. Setelah semua rintangan yang menghadang berhasil mereka lewati dengan keteguhan cinta di hati mereka masing-masing tentunya. Zahra merasa gugup dan bahagia dalam waktu bersamaan. Baginya, ini lah momen yang sangat ia tunggu sepanjang hidupnya. Apa la
Zahra dan Gerald mengucapkan janji suci di depan semua para saksi dan tamu undangan yang datang. Di tepi laut dan ditemani dengan hembusan angin laut yang sepoy-sepoy, Zahra dan Gerald saling berciuman setelah mereka selesai mengucapkan janji suci itu dengan penuh kehikmatan. Bahkan Olivia dan Albert pun menitikkan air mata saat pendeta mengatakan Zahra dan Gerald sudah resmi menjadi sepasang suami istri dan itu sah di mata hukum.Albert merasa bahwa anak perempuan kesayangannya sudah resmi menjadi milik pria lain dan tentu saja Zahra akan pergi mengikuti dimana suaminya itu tinggal. Untuk pertama kalinya dalam hidup Albert ia menangis seakan merasa tidak merelakan bahwa saat ini Zahra sudah tumbuh dewasa dan sudah dipersunting oleh seorang pria pula. Yang mana itu artinya Zahra akan menempatkan Gerald di atas segalanya. Ia akan berbagi segala suka duka pada lelaki yang baru ia kenal dan sayangi belum lama ini.“Selamat menyandang status baru, Sayang.” Bianca memberikan ucapan selamat
“Hmmpp … Aaakhh ….” “Desahkan lah namaku, Sayang. Jangan tahan suaramu dan keluarkan semua dengan lepas,” bisik Gerald di telinga Zahra yang kini berada di atas pangkuannya. Kedua insan itu sudah separuh telanjang dan sedang menikmati malam pengantin mereka di sebuah kamar VVIP yang ada di dalam kapal pesiar. Selesai mengadakan resepsi pesta pantai, ternyata Gerald sudah menyiapkan kejutan lainnya untuk Zahra. Mereka berlayar keliling lautan untuk waktu yang belum bisa ditentukan. Untuk pertama kalinya pula, di kamar itu Zahra dan Gerald saling bercumbu dengan panas. Gerald yang sudah menunggu lama untuk momen ini sungguh tidak dapat lagi menahan hasratnya untuk mencumbui Zahra. Saat baru masuk ke dalam kamar, Gerald dengan beringas menarik tubuh Zahra menuju ranjang mewah yang sudah dihiasi dengan seribu kelopak mawar dan beberapa lilin kecil di sekelilingnya membentuk sebuah lambing love. Gerald langsung melumat bibir Zahra dan dibalas Zahra tanpa menunggu aba-aba lagi. Zahra juga
“Sayang … apa kau sedih? Akhirnya hanya kita berdua saja yang tersisa di mansion besar dan mewah ini,” ungkap Albert sambil mengecup puncak kepala Olivia. Wanita paruh baya itu sedang duduk di depan cermin meja riasnya dan tampak melamun sejak tadi. Tidak ada yang bisa dilakukannya sekarang, karena jujur saja dia merasa kesepian setelah anak-anaknya menjadi istri dan suami orang lain. “Tidak. Tentu aku tidak sedih!” bantah Olivia dan berusaha untuk mengulas senyumannya pada pantulan cermin. “Kau tidak bisa berbohong padaku, Sayang. Aku bisa tahu segala yang kau pikirkan,” kata Albert dan melatakkan dagunya di atas kepala Olivia dengan sangat manja. “Kau dukun?” tanya Olivia bercanda. “Hmm … mantan dukun. Tapi aku masih punya ilmunya, jadi tetap lah waspada dengan apa yang kau pikirkan tentangku.” “Kalau begitu, apa yang sedang aku pikirkan sekarang? Ayo tebak!” Albert memejamkan matanya seolah-olah dia memang sedang berpikir saat ini. Namun, Olivia tahu bahwa itu hanya gaya-gaya
“Sayang … di mana kau letakkan baju putih yang baru aku beli semalam?” tanya Gerald kepada Zahra. “Ada di dalam lemarimu. Kau buka lah lemarimu itu sebelum bertanya,” jawab Zahra dengan ketus dan juga tampak tidak sehat di tempat tidurnya. “Biasanya kau menyiapkan semuanya untukku. Apa kau bosan?” tanya Gerald yang masih tidak tahu bahwa Zahra sedang sakit. “Hmm … aku sedang tidak enak badan, Ger!” keluh Zahra dengan suara yang terdengar sangat parau. Seketika itu juga Gerald langsung menoleh ke belakang dan melihat Zahra yang masih bergelung dalam selimut tebalnya. Memang tidak biasanya Zahra pagi-pagi seperti ini masih tidur dan tidak mempersiapkan seragam kantor dan juga sarapan untuk Gerald. Apalagi mengabaikan Danaya yang memang sudah jamnya untuk mandi dan makan. Hal yang biasanya selalu ingin Zahra lakukan sendiri meski pun ada Nina yang mengurus segala keperluan baby Dayana. Namun, sejak awal memang Zahra sudah senang melakukan yang dia bisa sendiri. Jadi, tugas Nina hanya
Kebahagiaan yang dirasakan oleh Gerald itu tentu saja membuat suasana hatinya menjadi sangat baik. Ia bahkan merasa selalu ingin berada di samping Zahra saat ini. Akan tetapi, Gerald ada pekerjaan yang mengharuskan dia untuk hadir pagi ini.“Nina, jagalah Dayana dengan baik dan perhatikan juga Nyonya. Jika dia sudah bangun, segera minta dia untuk makan dan minum obat yang sudah aku sediakan di atas nakas. Jangan mengatakan apa pun padanya karena suasana hatinya sedang tidak baik saat ini.” Gerald memberikan perintah kepada baby siter yang selalu membantu Zahra menjaga Dayana.“Baik, Tuan. Jika Nyonya bertanya ke mana Anda bagaimana?” tanya Nina dengan polosnya.“Katakan saja aku pergi ke kantor sebentar. Aku hanya akan pergi dalam dua atau tiga jam saja,” jawab Gerald lagi dan kemudian diangguki oleh Nina.Baby sister yang dipilih langsung oleh Zahra itu memang selama ini selalu bersikap baik dan tidak pernah membuat Zahra marah. Itu sebabnya dia menjadi kesayangan Zahra dan mereka ta
“Apa yang kau katakan, Sayang?” tanya Bianca dengan sengaja menggoda Zacky.“Jangan pura-pura tidak tahu. Kau hanya semakin membuatku bergairah dengan bertanya seperti itu,” jawab Zacky dan kemudian mencium tengkuk Bianca dengan penuh sensasi.“Aaah …,” desah Bianca kepada Zacky dengan sedikit menggeliatkan tubuhnya.Zacky tentu saja semakin menyukai reaksi Bianca itu dan semakin memberikan sentuhan pada tubuh wanita itu dengan bibirnya Zacky mengecup leher jenjang Bianca perlahan dari bawah hingga sampai ke daun telinganya yang bertindik tiga buah. Ya … Bianca memang suka memakai tindik seperti itu di telinganya.Dan jujur saja, Zacky tidak pernah mempermasalahkan hal itu karena dia suka Bianca dengan apa adanya. Sejak pertama, Bianca memang sudah membuatnya tertarik dengan segala yang dimiliki oleh wanita itu. Ciuman itu semakin membuat Bianca merasa terangsang dan ikut terhanyut dalam suasana.Desahan dan erangan tipis dari Bianca membuat gairah di dalam diri Zacky semakin bergejo
Bianca dan Zacky menghabiskan waktu mereka dengan bercinta hari itu. Apalagi, Brian seperti memang seakan mengerti dengan keadaan orang tuanya. Ia tidak rewel sama sekali dan tidur dengan pulas sepanjang malam. Sehingga Zacky dan Bianca bisa melakukan aktivitas ranjang mereka dengan tenang dan nyaman.Sampai menjelang subuh baru mereka selesai melakukan ronde ketiga pada malam itu. Itu juga karean Bianca sudah tampak sangat lelah dengan permainan itu sehingga Zacky tidak tega lagi untuk melanjutkannya.“Istirahat lah, Sayang. Aku yang akan menjaga Brian jika dia bangun nanti,” titah Zacky kepada Bianca dengan sangat lembut dan tak lupa sebuah kecupan mendarat di kening wanita cantik itu.“Benarkah tidak apa-apa?” tanya Bianca lagi seolah ingin lebih meyakinkan lagi hal yang baru saja dikatakan oleh Zacky itu.“Tentu saja benar. Aku akan menjaganya nanti setelah dia bangun. Kau tidak perlu mencemaskan hal itu. Istirahat saja dengan nyaman.” Zacky berkata dengan sangat meyakinkan bagi B