Share

ISTRI CULUN KESAYANGAN TUAN AROGAN
ISTRI CULUN KESAYANGAN TUAN AROGAN
Author: Ria Wijaya

1. Sebuah Ancaman

Ratusan topi kelulusan telah mewarnai langit UCLA yang pagi ini tampak begitu cerah, semua wisudawan dan wisudawati bersorak gembira atas kelulusan mereka semua.

"Selamat atas kelulusanmu," ujar seseorang lelaki lewat sambungan telepon yang baru saja diterima oleh Clarice.

"Hemm ...." sahut Clarice datar, ia sama sekali tidak antusias dengan kelulusannya.

"Kedengarannya kamu tidak begitu senang, haruskah aku menjemputmu sekarang dan membawamu pergi ke pantai?" tawar laki-laki tersebut.

"Tidak perlu, Alvin. Kamu lanjutkan pekerjaanmu saja, sebentar lagi aku juga akan pulang."

"Baiklah, kalau begitu hati-hati di jalan."

"Iya." Setelah mengatakan itu, sambungan langsung terputus.

Setelah memasukkan ponselnya ke dalam tas, Clarice langsung membalikkan tubuhnya dan bersiap pergi meninggalkan halaman tersebut.

Namun, baru saja beberapa langkah Clarice berjalan, ada seseorang yang memanggilnya.

"Clarice Lucille." Suara lembut seorang wanita yang terdengar menenangkan setiap orang yang mendengar suaranya.

Sedikit ragu Clarice berhenti, kepalanya yang setia menunduk, kini dengan berani mulai membalikkan tubuhnya menghadap orang yang memanggilnya. Namun, meski gadis itu mau membalikkan tubuhnya, Clarice tidak mau mendongak untuk melihat wajah orang tersebut.

Clarice yang memakai kacamata dengan potongan rambut bob itu, bagaikan gadis buruk rupa yang takut jika orang itu akan kabur begitu melihat wajahnya. Namun, alasan sebenarnya Clarice tidak ingin banyak orang bisa menghafal wajahnya, oleh sebab itu ia jarang melakukan kontak mata dengan lawan bicaranya.

"Maaf, ada keperluan apa?" tanya Clarice lirih, yang tanpa berniat sedikit pun ingin berbasa-basi.

"Bisa bicara sebentar? Ada sesuatu yang penting yang harus kami sampaikan," balas wanita tersebut.

Sejenak Clarice mendongak, untuk memastikan siapa orang yang mengajaknya bicara. Hanya beberapa detik saja karena ia cukup terkejut dengan kedua orang yang berada di hadapannya saat ini.

Pikirannya sedang menerka-nerka, kira-kira apa yang ingin disampaikan sepasang suami istri ini? Seseorang yang begitu berpengaruh di negara ini.

"Baik, silakan," sahut Clarice sopan.

Wanita itu tersenyum. "Kita membutuhkan tempat, tidak mungkin kami melamar kamu dengan posisi seperti ini."

Clarice semakin terkejut mendengar ucapan wanita itu, lalu kemudian ia tertawa dalam hati. "Ternyata salah orang," batin Clarice.

"Maaf, Anda salah orang, saya permisi."

Setelah membungkukkan badan sopan, Clarice langsung berbalik.

"Hei, kami tidak salah orang," ujar wanita itu mencegah kepergian Clarice.

Clarice hanya menoleh, lalu ia tersenyum seraya mengangguk, sebagai ganti ucapan permisi, lalu kemudian ia mulai melangkahkan kakinya.

Namun, baru saja mendapatkan satu langkah, wanita itu memanggilnya dengan nama lengkap yang membuat Clarice membeku di tempatnya.

"Clarice Lucille ... alias Keynara ... alias Kiyomizu Ayumi ... kita tidak salah orang bukan?" tanya wanita itu seraya menyeringai.

Secepat kilat Clarice memperhatikan sekitarnya, takut ada yang mendengar nama aslinya, lalu dengan cepat ia membalikkan tubuhnya kembali menghadap sepasang suami istri itu lagi.

"Sebelumnya saya minta maaf, Tuan dan Nyonya Wirata, saya tahu kalian orang yang berkuasa di negara ini, tapi saya mohon belas kasih kalian, tolong biarkan saya pergi dari negara ini dengan selamat, saya janji tidak akan menginjakkan kaki saya lagi di negara ini."

Clarice menduga wanita busuk itu sudah mencium keberadaannya di negara ini, jadi wanita itu mencoba melenyapkan nyawanya lewat penguasa yang berada di hadapannya ini.

"Sepertinya kamu salah paham, kita bukan berada di pihak orang yang kamu takutkan itu, maka dari itu kamu harus ikut dengan kami, kami akan menawarkan sesuatu yang bisa menyelamatkan hidupmu dari orang-orang yang berniat mencelakakan kamu," jelas Azkia.

"Sebaiknya jangan berpikir terlalu lama, kamu tidak ingin menjadi sorotan bukan?" tanya Deffin datar.

Sontak Clarice melihat pemandangan di sekitarnya, semua orang kini telah memperhatikan mereka bertiga, bagaimana bisa orang yang paling berpengaruh di negara ini telah mengajaknya bicara? Itulah yang pasti ada di pikiran semua orang.

"Baiklah," ujar Clarice mengalah, ia harus mencoba mendengarkan dulu apa yang ingin disampaikan kedua orang ini, dan sebuah tawaran untuk menyelamatkan hidupnya, apakah memang ada?

Mereka bertiga menuju salah satu restoran bintang lima di negara ini, tempat privat untuk mereka juga telah disediakan oleh pihak restoran.

Setelah mendudukkan diri masing-masing, tanpa basa-basi Clarice langsung menanyakan apa maksud perkataan Azkia tadi.

"Maaf, Nyonya. Bisakah Anda jelaskan tentang perkataan Anda tadi? Tawaran apa yang bisa menyelamatkan hidup saya?"

Azkia terkekeh geli, lalu ia menjawab, "Bisakah kita makan dulu? Kamu santai saja di tempat ini, buatlah dirimu nyaman, karena sampai sekarang rahasiamu masih tetap aman."

Clarice bukannya tenang, dia malah semakin merinding mendengar kalimat terakhir Azkia, seperti mengandung makna, untuk saat ini masih aman, tapi nanti jika ia salah sedikit saja, rahasianya selama ini akan langsung terbongkar.

"Maaf, Nyonya. Tapi saya belum lapar," tolak Clarice halus.

"Apa susahnya menuruti perkataan istriku?! Dia hanya memintamu untuk makan, dari tadi Kau seperti ingin cepat pergi, seolah kami akan membunuhmu!" ujar Deffin sedikit kesal.

Deffin kesal karena Azkia sangat antusias ingin menemui gadis di hadapannya ini, namun gadis ini malah ingin cepat kabur dari mereka. Tidak menghargai sama sekali, pikir Deffin.

Buru-buru Clarice langsung meminta maaf, lehernya terasa tercekik karena sudah menyinggung penguasa negara ini, Clarice melupakan fakta bahwa tidak ada yang boleh membuat istri tuan Deffin kecewa.

"Sayang, jangan berbicara seperti itu, kamu menakuti calon menantu kita," ujar Azkia sambil tertawa, ia mencoba mencairkan perasaan takut Clarice.

Clarice bisa sedikit bernapas lega mendengar perkataan Azkia. Namun, perkataan Azkia selanjutnya bagaikan pisau beracun yang tak kasatmata dan kemudian telah menikam jantungnya.

"Baiklah, langsung saja. Kami memberikan pilihan untukmu, kami memberi tawaran, jika kamu mau menikah dengan anak kami, kami akan menjamin keselamatan hidupmu, bahkan kami akan membantumu menghancurkan orang-orang yang sudah berbuat jahat kepadamu dan keluargamu." Azkia menghentikan ucapannya sejenak.

"Tapi, jika kamu menolak tawaran kami, kami pastikan setelah pergi dari tempat ini, mereka akan bisa langsung menemukanmu, dan bisa jadi ini adalah hari terakhirmu bisa bernapas di dunia ini, jadi apa pilihanmu?"

***

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Rupus Korisen
bagus bangat
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
itu nama nya maksa ,tdk di kasih pilihan ,hadehhhh.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status