Setelah mobil melaju membelah jalanan, Clarice mulai mengungkapkan apa yang ada dalam benaknya.
"Tuan-"
"Aku bukan majikanmu," potong Reynand cepat, ia menyahut tanpa sedikit pun menoleh kepada Clarice.
Clarice menghela napas dalam-dalam, dia butuh banyak-banyak kesabaran untuk menghadapi lelaki di sampingnya ini. "Baiklah, Reynand. Aku ingin rencana pernikahan itu tidak pernah terjadi, jadi kita harus menentangnya bersama," ujar Clarice mantap.
Reynand tersenyum sinis, lalu kemudian ia menjawab, "Jangan pura-pura menolak! Bukannya kamu yang sudah merencanakan ini semua? Pasti kamu terlebih dahulu mendekati ibuku ketika beliau berkunjung ke panti asuhan, kamu berpura-pura baik hingga ibuku ingin menjodohkanku denganmu," tukas Reynand.
Clarice membuka mulutnya 'tak percaya, bagaimana bisa Reynand mempunyai pemikiran seperti itu kepada dirinya? Padahal tidak pernah sedikit pun terlintas di benaknya mempunyai pemikiran konyol tersebut.
"Sembarangan! Kamu pikir saya gila, bisa mempunyai pemikiran seperti itu? Aku masih waras untuk bisa memilih lelaki yang pantas aku suka, tentunya bukan orang sepertimu!" tekan Clarice di akhir kalimatnya, enak saja Reynand menuduhnya melakukan itu, dan berarti dengan sadar Reynand menuduhnya suka kepadanya. Gila!
Reynand sontak membelalakkan matanya, ia terkejut ketika mendengar jawaban gadis culun di sampingnya. Reynand dibuat tidak percaya, jika kata-kata sinis itu bisa keluar dari mulut sosok gadis culun di sampingnya ini.
"Itu 'kan bisa saja terjadi? Semua orang tahu siapa diriku? Jadi tidak heran jika banyak gadis menggunakan segala cara untuk bisa jadi pendamping hidupku, termasuk dirimu!" jelas Reynand tidak mau kalah, ia merasa terhina dengan kalimat yang terlontar dari mulut Clarice. Begitu banyak gadis yang menginginkan menjadi pendamping hidupnya, namun gadis dengan penampilan aneh di sampingnya ini, telah terang-terangan menolaknya, bahkan merendahkannya.
"Huh! Kita tidak punya waktu untuk berdebat lagi, aku mohon tolong batalkan rencana pernikahan ini, kamu harus menolaknya dengan sungguh-sungguh!"
Melihat jejak keseriusan di wajah Clarice saat berbicara, membuat Reynand percaya jika ini memanglah murni keinginan ibunya, tapi apa yang membuat ibunya mempunyai pemikiran untuk menjodohkannya dengan gadis ini?
"Apakah kau buta dan tuli? Bukannya kamu melihat dan mendengar sediri, bagaimana ibuku tadi mengancamku? Dan aku tidak memiliki keberanian untuk menolaknya," sahut Reynand lemah di akhir kalimatnya, ia tadi bahkan sampai tidak menyangka, jika ibunya yang selalu bersikap lembut dan menyayanginya, bisa berbicara seperti itu, dan Reynand yakin jika ia sampai berani membantah lagi, maka ayahnya akan merealisasikan perkataan ibunya tadi, dan itu adalah hal yang sangat buruk dalam kehidupannya.
"Kenapa bukan kamu sendiri yang menolaknya?" lanjut Reynand, jika Clarice tidak menginginkan pernikahan ini, seharusnya ia tadi juga menolaknya, namun dalam penglihatannya tadi, Clarice hanya diam saja.
Clarice bungkam, ia tidak tahu harus menjawab apa? Tidak mungkin jika dirinya menceritakan bahwa orang tua Reynand telah mengancam akan membongkar identitasnya, itu sama saja membuatnya semakin dalam bahaya, karena kalau dia sampai bercerita, maka semakin banyak orang yang tahu rahasianya.
"Ada sebuah alasan kenapa aku tidak bisa langsung menolaknya, dan awalnya aku berharap dengan penolakanmu bisa membatalkan rencana pernikahan ini, namun nyatanya tidak," sahut Clarice yang mulai tenang, gaya bicaranya pun sudah seperti biasanya lagi.
"Tapi kamu jangan khawatir, aku tetap akan membuat rencana pernikahan ini batal, jadi sekarang tolong cepat turunkan aku," pinta Clarice kemudian, ia sudah memiliki rencana dalam otaknya.
"Kau yakin?" tanya Reynand sedikit ragu, bukan karena ia merasa khawatir karena menurunkan gadis itu di jalan, namun ia khawatir jika ada mata-mata yang dikirim ibunya, dan ia tidak mau mendapatkan masalah karena hal ini.
"Ya, kamu tenang saja, tidak akan ada yang tahu soal ini," sahut Clarice yang bisa menebak pemikiran Reynand.
Meski ragu akhirnya Reynand menepikan mobilnya, ia juga tidak betah lama-lama bersama gadis itu. Reynand yang tidak terbiasa bersama orang asing, membuat dirinya risih.
Setelah Clarice turun, Reynand tidak langsung menjalankan mobilnya, setidaknya sampai Clarice mendapatkan taksi, tanpa disadari Reynand sendiri, tidak dapat dimungkiri jika ia sedikit tidak tega melihat gadis itu kepanasan di pinggir jalan.
Namun beberapa detik kemudian, ada sebuah taksi yang berhenti di depannya. Reynand sedikit lega melihat pemandangan itu, karena jika sampai nanti ibunya menanyakan tentang kejadian ini, Reynand memiliki alasan jika Clarice lah yang memang tidak mau diantar, buktinya Clarice meminta turun karena sudah memesan taksi terlebih dahulu.
Ketika Reynand hendak memutuskan berbelok arah untuk pulang, tanpa sengaja ia melihat mobil orang suruhan ayahnya melaju mengikuti taksi yang ditumpangi Clarice, bahkan sepertinya mereka terlihat terburu-buru mengikuti taksi tersebut, dan itu membuat Reynand penasaran. Setelah memastikan tidak ada mobil suruhan ayahnya di belakang, Reynand tergelitik rasa penasarannya untuk mengikuti mereka, hingga akhirnya ia ikut melajukan mobilnya mengejar taksi yang ditumpangi Clarice.
Reynand semakin dibuat penasaran karena taksi itu melaju dengan kencang, sepertinya Clarice memang sudah merencanakan sesuatu, jadi dia harus mengikuti Clarice, agar tahu apa yang telah direncanakan oleh Clarice.
Akhirnya taksi berhenti di depan sebuah apartemen, meski dari jarak cukup jauh, namun Reynand bisa melihat jika Clarice turun beserta sopir taksi tersebut. Sedangkan mobil milik orang suruhan ayahnya, juga tampak sedang mengamati Clarice, hal ini membuat Reynand semakin penasaran, karena sepertinya ini bukanlah sebuah perjodohan biasa, karena orang tuanya sudah mengantisipasi dengan mengawasi Clarice, jadi Reynand harus mengungkap misteri perjodohannya ini.
Setelah hampir memakan waktu satu jam, Clarice dan sopir taksi tadi keluar dari apartemen tersebut, mereka berdua juga terlihat menyeret koper di tangan masing-masing.
"Mungkinkah Clarice akan kabur? Tapi bukankah selama ini dia tinggal di panti asuhan," gumam Reynand yang heran kenapa Clarice bisa masuk dan mengambil koper-koper tersebut di dalam gedung apartemen ini. "Aku harus tahu ini lebih lanjut." Reynand segera melajukan mobilnya setelah kedua mobil itu melaju kembali dengan kecepatan tinggi.
Setelah memakan waktu sekitar dua puluh menit, mobil mengarah ke arah bandara, berarti benar dugaan Reynand jika Clarice berniat kabur, hampir saja Reynand berhenti mengikuti Clarice karena rasa penasarannya sudah terjawab, dan ia juga merasa lega karena Clarice memang tidak mempunyai niatan untuk menikah dengannya.
Namun saat Reynand hendak memutuskan untuk mengakhiri pengejarannya, ia semakin dibuat terkejut dengan beberapa mobil suruhan ayahnya yang lewat dan seperti ikut mengejar taksi yang ditumpangi Clarice. Bahkan terdapat mobil milik Black World di antara mobil-mobil tersebut.
"Berarti memang ada suatu rahasia dengan perjodohan ini, tidak mungkin Black World sampai ikut campur jika ini hanya sekedar perjodohan biasa karena permintaan ibu," monolog Reynand.
Akhirnya Reynand kembali mengikuti mereka, dan setelah memasuki area bandara, Reynand dibuat mengerem mendadak sebab tercengang dengan kejadian yang berada di depan matanya.
***
Clarice POV.Setelah keluar dari mobil Reynand, tanpa menunggu waktu yang lama, taksi yang dikemudikan Alvin langsung berhenti di depanku. Aku sudah tidak mempedulikan Reynand yang masih berada di belakang, tujuanku hanya ingin cepat pergi dari negara ini, karena sudah tidak memungkinkan lagi untuk tinggal di sini, sebab taruhannya lagi-lagi adalah nyawaku."Ayo kita cepat pergi dari sini, segera suruh orang kepercayaanmu untuk menyiapkan pesawat sekarang juga!" perintahku kepada Alvin.Tanpa perlu bertanya, Alvin langsung menuruti perintahku, bahkan dapat kurasakan jika taksi ini melaju dengan kencang, Alvin memanglah pengawal sekaligus sahabat terbaik yang kupunya.Beruntung aku telah menitipkan barang-barang berhargaku di apartemen Alvin, jadi aku tidak perlu repot-repot datang ke panti asuhan untuk mengambil baju-bajuku dan juga pamit, karena bisa dikatakan aku memang akan kabur dari negara ini.
Deffin tersenyum tipis mendengar perkataan Clarice, ada setitik rasa iba di dalam hatinya setelah mengetahui semua informasi gadis di hadapannya ini dari cerita istrinya, dan sekarang ia puas karena sepertinya pada akhirnya keinginan istrinya untuk membantu dan melindungi gadis ini akan terwujud, meski harus menggunakan cara yang hampir sama dengan kisahnya, yaitu menjerat dengan sebuah tali pernikahan. "Baiklah, sebaiknya kamu harus menemui istriku sekarang, dialah yang akan memberitahukan alasannya," sahut Deffin cepat, lalu kemudian ia beralih memandang Alvin dengan tatapan tajam. "Dan Kau, lebih baik pulanglah ke negara asalmu, karena mulai sekarang kami yang akan menjamin keselamatannya." Meski Clarice belum menyetujui rencana pernikahan ini, namun Deffin dengan percaya dirinya menyuruh Alvin pergi, dan entah mengapa ia kurang suka dengan pengawal setia gadis ini. "Maaf, Tuan. Tapi saya tidak akan pernah pergi dari sisi Nona Clarice, karena ini adalah tu
Sesuai dengan perintah Deffin, Reynand harus mengantarkan Clarice hingga sampai panti asuhan, meski ia sangat malas, Reynand tentu tidak bisa melanggar perintah ayahnya, nyalinya tidak cukup besar untuk menentang seorang Deffin Wirata."Kita mau ke mana?" tanya Clarice saat mobil tidak melaju ke arah panti asuhan."Cafe," sahut Reynand singkat, ia sama sekali tidak mempedulikan raut wajah Clarice yang kebingungan."Untuk apa?""Kita harus membicarakan perjanjian pra nikah." Reynand sejenak melirik Clarice yang terkejut mendengar perkataannya."Apakah kita akan melakukan pernikahan kontrak secara diam-diam?" tanya Clarice antusias, ia sering mendengar tentang pernikahan seperti itu, dan ia tidak menyangka akan mengalami kejadian ini di dalam hidupnya. Namun, ia sangat bahagia jika pernikahannya ini hanya akan menjadi pernikahan kontrak."Dasar bodoh! Kamu kira
Tidak tahu apa yang direncanakan ibunya Reynand, yang jelas saat ini Clarice harus bisa datang ke acara pesta perpisahan tersebut, dan yang lebih menyebalkan lagi, Clarice dilarang berangkat bersama Alvin. Namun bukan Clarice jika ia tidak mencoba menentang larangan tersebut, ia akan tetap diantar oleh Alvin."Kamu yakin datang ke pesta dengan pakaian seperti itu?" tanya Alvin yang melihat penampilan Clarice terlihat seperti biasanya.Hanya mengenakan celana panjang dengan model wide leg pants , dan juga blouse bewarna pastel. Namun, tampak manis dikenakan Clarice.Sejenak Clarice melihat penampilannya sendiri. "Bagus kalau aku nanti langsung diusir," sahut Clarice acuh tak acuh, ia memang tidak berniat datang ke acara ini.Alvin terkekeh geli, lalu ia langsung melajukan taksinya dengan kecepatan sedang. "Jam berapa acaranya selesai?""Kamu jemput saja jam sembilan.""Baiklah, maaf ya ... tidak bisa menemanimu," ujar Alvin menyesal, ia
Clarice berjalan terburu-buru meninggalkan area restoran, ia tidak mempedulikan tatapan penasaran orang-orang yang berpapasan dengannya. Dari rambut hingga ujung kaki semua terlihat basah, bahkan air terlihat masih menetes membasahi setiap jalan yang ditapakinya.Semilir angin malam hanya menambah penderitaannya, Clarice semakin memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil kedinginan. Sejenak Clarice menghentikan langkahnya, ia berniat memberhentikan taksi agar bisa pulang ke panti, ponselnya telah rusak, ia tidak bisa menghubungi Alvin untuk meminta pertolongan.Tidak lama kemudian ada sebuah mobil yang berhenti di depannya, sebuah mobil sport mewah yang sangat dikenalinya. Clarice membuang muka saat orang yang di dalam mobil membuka pintu untuknya."Hei ... ayo, cepat naik!" seru Reynand seraya menatap Clarice dengan tidak sabaran.Clarice bergeming, ia mengabaikan perkataan Reynand, kepalanya tetap setia menoleh ke kanan untuk mencari sebuah taksi yang koso
Clarice langsung pergi ke depan ketika Alvin sudah berada di depan gerbang panti asuhan, dengan memberikan alasan menginap di rumah temannya, ibu panti tidak akan khawatir, karena Clarice sudah biasa meminta izin untuk tidur di rumah Bella, yaitu teman kerjanya di toko bunga.Setelah Clarice masuk ke dalam taksi. "Bagaimana bisa kamu sampai demam seperti ini? Kita harus pergi ke dokter sekarang," ujar Alvin setelah menempelkan telapak tangannya di kening Clarice yang terasa panas."Tidak perlu, minum obat demam biasanya juga pasti akan sembuh. Kita ke apartemen saja sekarang, aku hanya butuh tempat yang nyaman untuk istirahat." Clarice langsung mencari sandaran yang nyaman untuk merebahkan tubuhnya yang terasa sakit semua.Alvin tentu langsung menurut, ia melajukan taksinya menuju apartemennya. Meski didera rasa penasaran, mengapa Clarice bisa sampai sakit seperti ini? Namun, Alvin masih bisa menahannya, melihat wajah pucat Clarice, Alvin tidak tega untuk
"Ah, Ibu. Itu tidak perlu, biar Alvin saja, dia yang sudah biasa merawatku jika aku sakit," sahut Clarice."Itu kan dulu, sekarang berbeda. Sekarang sudah ada Reynand di sini, dia yang harus merawatmu," ujar Azkia seraya menarik tangan Reynand mendekat ke arah ranjang.Reynand terlihat menggerutu. Namun, ia tidak bisa menepis tangan ibunya."Alvin, tolong berikan mangkuknya kepada Reynand, biar Reynand yang menyuapi Clarice."Dengan terpaksa Alvin menyerahkan mangkuk itu kepada Reynand. Sedangkan Reynand tampak acuh tak acuh menerimanya.Selera makan Clarice mendadak hilang seiring dengan tangan Reynand yang mendekatkan sendok ke mulut Clarice. Bubur yang tadinya lembut berubah bagaikan batu kerikil yang sulit ditelan karena melihat wajah masam Reynand. Semua ini hanya menambah penderitaan Clarice di kala sakit."Sudah," ujar Clarice seraya mengangkat tangannya menolak bubur yang akan disendokkan Reynand."Kenapa sudah?
Hari ini taman di samping rumah mewah milik Deffin Wirata telah disulap menjadi tempat yang indah untuk acara pernikahan Reynand dan Clarice. Meski terbilang sederhana. Namun, dekorasi yang dipesan jauh dari kata biasa saja, bahkan bukan hanya keluarga besar saja yang akan menjadi saksi pernikahan mereka, Deffin juga mengundang beberapa rekan bisnis yang terbilang cukup dekat dengannya."Apakah ini bisa disebut pernikahan yang sederhana?" gumam Clarice yang memandang keadaan di luar dari jendela kamarnya.Semalam Clarice menginap di rumah Reynand, sopir keluarga Wirata menjemputnya setelah ia pulang bekerja, karena acaranya diadakan pada pagi hari, Azkia khawatir jika Clarice akan terlambat jika ia tetap tidur di panti asuhan, karena jarak panti ke rumah Wirata lumayan jauh.Tiba-tiba seseorang membuka pintu yang berada di belakangnya. "Sayang, sudah selesai?" tanya Azkia dengan kepala yang menyembul dari balik pintu."Sudah," sahut Clarice seraya