Reynand tertidur hingga senja tiba, begitu juga dengan Clarice, ia juga memilih tidur sebab kelelahan setelah berkeliling mencari kerja, dan juga ia sangat kehabisan energi sebab menghadapi Reynand yang sangat menyebalkan.Merasa lapar, Clarice segera beranjak dari tempat tidurnya, lalu kemudian ia mandi dan akan bersiap pergi mencari makan.Namun, saat Clarice keluar dari kamarnya, Reynand juga keluar dari kamarnya, yang juga dalam keadaan yang terlihat sama segarnya seperti Clarice. "Mau ke mana kamu? Aku lapar," ujar Reynand seraya mengusap perutnya sendiri."Cari makan. Kalau kamu lapar, ya makan!" sahut Clarice ketus.Reynand mendesah. "Kamu apa tidak bosan, makan di luar terus? Lebih baik kamu belajar masak sekarang. Ayo, cepat!" Tiba-tiba saja Reynand menarik tangan Clarice dan mereka berjalan menuju dapur."Hei, Reynand! Lepaskan tanganku, aku tidak bisa masak!" teriak Clarice seraya memukul tangan Reynand yang sedang menyeretnya."Kita mulai dari yang mudah saja, hanya sandw
Suasana dapur itu berubah menjadi mencekam, ketika Reynand melihat kemarahan di wajah ibunya. Namun, Reynand hanya bisa meringis dan menggaruk bagian belakang lehernya yang tidak gatal."I-- Ibu, sejak kapan Anda datang?" tanya Reynand dengan nyali yang menciut."Sejak kamu menghina menantu kesayanganku tidak berguna, dan membandingkannya dengan wanita lain!" Azkia meraung, ia begitu kesal dengan anaknya itu. Lalu, dengan cepat Azkia menghampiri Reynand dan kemudian menjewer telinga Reynand."Aduh, Bu ... Sakit, Bu. Tolong lepaskan, Reynand minta maaf.""Minta maaf, kamu malah minta maaf kepada Ibu. Memangnya hati Ibu yang kamu sakiti?" Azkia semakin menarik telinga Reynand, karena ia gemas dengan pemikiran putranya itu."Iya, iya, Bu. Ampun ... Reynand akan meminta maaf kepada Clarice, tolong lepaskan telinga Reynand ya? Ini sakit sekali," ujar Reynand memohon.Melihat anaknya tidak berbohong, Azkia terpaksa melepaskan telinga Reynand. "Huh, awas saja jika kamu begini lagi!" Ujar Azki
Reynand berdehem kecil sebelum ia mengetuk pintu yang sedikit terbuka itu dan mengatakan permisi. "Clarice ...." Lalu Reynand memanggil dengan suara pelan dan sedikit canggung. "Bolehkah aku masuk?" Lanjutnya.Clarice hanya melihatnya sekilas, lalu ia menganggukkan kepalanya acuh tak acuh, matanya lebih memilih fokus ke layar ponsel yang ia pegang.Merasa tidak ada sambutan ramah, Reynand memilih berdiri dengan kaku, lalu dengan sedikit ragu ia mengatakan, "Aku minta maaf, jika kata-kataku tadi sangat keterlaluan. Aku tidak bermaksud --" "Tidak masalah, hari ini aku memang agak sensitif. Aku juga minta maaf karena sudah menyebutmu manja juga." Potong Clarice dengan menatap Reynand sekilas dan memberikannya senyuman tipis, sebagai tanda bahwa ia benar-benar sudah memaafkan Reynand."Baiklah, kalau begitu kita sekarang sudah baikan kan?" Reynand menyodorkan tangannya, yang juga langsung disambut oleh Clarice seraya anggukan kepala, tidak lupa dengan senyuman tulusnya."Clarice, sebena
Satu bulan sudah berlalu, di sepanjang waktu ini, Clarice dan Reynand benar-benar hidup bersama dengan penuh kedamaian. Mereka kompak menjalani kegiatan masing-masing, Clarice yang sibuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan belajar memasak bersama Alvin di setiap harinya. Sedangkan Reynand, sibuk dengan urusan kantornya. Namun, hari ini sedikit berbeda, karena ada sedikit rasa penyesalan di hati Reynand sebab ia teringat harus membayar gaji Clarice pada bulan ini, yang jatuh tepat pada hari ini. Padahal niat awalnya, Reynand hanya murni ingin menjadikan Clarice sebagai pelayan gratisannya saja.Meski nasi sudah menjadi bubur, karena Reynand sudah terlanjur mengatakan akan membayar Clarice. Namun, ia tidak kehabisan akal untuk melampiaskan rasa penyesalannya, yaitu dengan cara ia hari ini akan kembali menjadi Reynand yang menyebalkan, dengan tujuan hanya ingin membuat Clarice kesal, sebab menurut Reynand hanya itulah balasan yang impas.Karena hari ini adalah akhir pekan, Reynand t
Sejenak suasana berubah menjadi canggung, namun mereka kompak bersikap seolah baru saja tidak terjadi apa-apa.Padahal Clarice sedang menyembunyikan degup jantungnya yang berdetak lebih cepat karena tindakan Reynand tadi. "Clarice, kamu memotong sayurnya kebesaran," ujar Alvin yang melihat potongan sayuran tersebut semakin lama semakin besar."Oh, maaf. Aku kurang teliti, akan aku betulkan," sahut Clarice seraya tersenyum kaku, di dalam hati ia merutuki kebodohannya sendiri, bisa-bisanya ia merasa gugup dengan perlakuan Reynand tadi.Sedangkan Reynand yang merasa punya kesempatan untuk mengejek Clarice, ia langsung mencibir. "Ck, padahal sudah satu bulan kamu belajar memasak, tapi kemampuanmu masih di bawah standar. Kalau belajar itu di masukkan ke otak, bukan di hati."Mendengar perkataan Reynand, Clarice yang sedang memotong sayuran yang tinggal sepotong lagi, ia langsung memotong dengan keras, hingga suara pisau dan talenan itu beradu cukup nyaring.Reynand yang terkejut, sontak m
Hari ini yang seharusnya menjadi hari pertama Clarice bekerja di perusahaan Wirata Group, terpaksa tertunda karena hari ini adalah hari peringatan kematian Tuan Wirata, yaitu kakeknya Deffin, yang berarti kakek buyut Reynand.Reynand hampir saja melupakan hari penting ini, jika saja tadi ibunya tidak menelponnya untuk meminta tolong, agar Reynand membeli bunga mawar putih dan lily untuk dibawa ke pemakaman.Sedangkan Clarice yang sudah siap mengenakan pakaian kantor, ia terpaksa mengganti pakaiannya dengan dress hitam yang panjangnya sampai lutut, dengan lengan yang sepanjang siku.Reynand yang baru pertama kali melihat Clarice memakai dress, ia tampak terpukau sejenak, pasalnya baru kali ini Clarice terlihat seperti 'wanita normal' pada umumnya."Reynand!" Clarice memanggil Reynand sedikit keras, seraya menggoyangkan tangannya di depan wajah Reynand, sebab Reynand tidak menanggapinya, padahal ia sudah memanggilnya sampai ke tiga kalinya."Eh, apa?" Reynand tersentak saat ia baru saja
Tepat setelah semua orang selesai memanjatkan doa, Reynand dan Erlena baru saja tiba. Azkia yang sangat kesal, ia hanya bisa diam, lebih tepatnya ia sedang menahan diri untuk tidak mengomeli putranya itu di depan semua orang. Sedangkan Deffin, ia juga tampak tenang. Namun, tidak ada yang tahu betapa dinginnya sorot mata Deffin, kecuali Erwin dan Roy yang masih bisa melihatnya."Clarice sayang, ayo kita cari tempat berteduh dulu, Ibu juga sudah lelah karena terlalu lama berdiri," ajak Azkia yang sebenarnya hanya mencari alasan saja, sebab ia ingin menghindari Reynand."Baik, Bu." Clarice dan Azkia berjalan terlebih dahulu menuju kursi yang berada di bawah pohon yang berada di pinggiran area pemakaman, dengan diikuti Deffin yang berada di belakangnya. Sedangkan yang lain, masih tetap berada di tempatnya, sebab tidak akan enak dipandang, jika hanya ada Reynand dan Erlena yang masih berdoa, hanya berdua saja.Sesuai kebiasaan mereka, setelah dari pemakaman, keluarga Deffin akan langsung m
Semua orang memakan makanan mereka dengan cepat, namun juga tampak terlihat tenang secara bersamaan. Mereka makan dengan cepat, bukan karena mereka sudah kelaparan, namun karena mereka tidak ingin berlama-lama dalam ruangan yang terasa mencekam ini.Ting ...Deffin sudah meletakkan sendoknya, padahal ia baru makan setengahnya saja."Kalian lanjutkan saja makannya, aku masih ada urusan yang harus aku selesaikan." Menatap semua orang, lalu kemudian sorot matanya berhenti ketika memandang Azkia."Sayang, maaf. Aku harus pergi dulu," ujar Deffin lembut seraya memegang tangan Azkia.Azkia menganggukkan kepalanya seraya tersenyum. "Iya, hati-hati."Setelah kepergian Deffin, tanpa sadar semua orang bisa menghela napas lega, entah mengapa makan bersama kali ini terasa menegangkan bagi semua orang."Kak, apakah paman Deffin sedang marah?" bisik Marcel pelan di telinga Loretta"Ssstt!!! Anak kecil diam saja," sahut Loretta tak kalah pelan. Mendengar jawaban kakaknya, Marcel mengerucutkan bibirn