Tumpukan kayu yang telah dipotong rapi berhamburan di tanah bersama dua ekor bozkou tak bernyawa. Sementara Gulzar Heer duduk bersandar di pohon. Jemari penuh bekas luka mengusap wajah oval penuh keringat, meninggalkan bercak-bercak cokelat kemerahan di kulit putih.
Gulzar Heer menghela napas berat sembari mengipasi wajah dengan topi. Tidak, dia bukannya lelah, hanya sedang banyak pikiran. Menggarap sebatang pohon hingga diperoleh ratusan potong kayu dan membunuh dua ekor bozkou hanya akan mengurangi 5 % tenaganya. Seorang Gulzar Heer bahkan sanggup tak tidur 2 hari 2 malam dalam peperangan.
“Apa kamu akan menikah dengannya, Fay? Ah, mungkin saja, dia sangat cantik dan anggun. Kamu pasti sangat bahagia saat ini ....”
Gulzar Heer menggeleng berkali-kali. Dia juga menekan kening yang mendadak berdenyut, juga memegangi dada. Rasa perih yang tak dapat dimengertinya melesak-lesak di dalam sana. Gulzar Heer menggeram, lalu menepuk-nepuk pipi sendiri.
“Tak seharusnya aku begini! Mungkin ini hanya perasaan rindu kenangan dengan sahabat saja.” Gulzar Heer lagi-lagi menghela napas berat, lalu memutar kembali memori masa lalu dalam benak.
...
Gadis kecil dengan rambut dikucir kuda mengayunkan pedang kayu. Satu hantaman telak mengenai tangan boneka kayu untuk latihan, membuatnya berputar cepat, seolah membalas serangan. Tubuh mungil dengan tangkas mundur beberapa langkah, lalu melompat dan menghantamkan pedang dari atas.
Kraaak!
Pedang dan boneka kayu patah. Si gadis kecil mendecakkan lidah. Namun, kekesalannya tak bertahan lama. Sang ibu tiba-tiba ke luar rumah sambil berkacak pinggang. Dia dengan cepat melemparkan pedang kayu yang tinggal setengah ke semak-semak.
“Percuma kamu membuangnya, Gulzar, Ibu sudah melihatnya!”
Gulzar Heer menelan ludah. Delaram mendadak sudah berada di hadapannya. Pengendali elemen angin memang memiliki kecepatan di atas rata-rata.
“Sudah Ibu bilang berapa kali, kamu jangan ikut-ikutan ayahmu!”
“Tapi, Bu, aku ingin menjadi kesatria kuat seperti ayah.”
“Gulzar!”
“Iya, Bu, maaf.”
Delaram menghela napas berat. “Gulzar, Ibu ingin kamu menjadi anak yang manis dan anggu–”
“Gulzar, lihatlah Ayah bawa siapa!” seru Farzam yang baru saja datang.
Delaram mendelik. Namun, emosinya terpaksa ditahan begitu melihat bocah sebaya Gulzar Heer yang mengekori sang suami. Siapa yang tak kenal anak laki-laki tampan dengan sorot mata lembut dan hangat itu? Dialah Pangeran Fayruza, putra ketiga penguasa Kerajaan Arion.
“Gulzar, ini Pangeran Fayruza, beliau akan tinggal bersama kita untuk sementara waktu. Yang Mulia Raja Faryzan juga memintamu secara khusus untuk menjadi guru pedang untuk pangeran,” jelas Farzam setelah berdiri di hadapan dengan putrinya.
Mata Gulzar Heer tampak berbinar-binar. Namun, tidak untuk sang ibu. Delaram memelototi sang suami.
“Kenapa raja seenaknya begitu?” desisnya tajam.
“Biar aku jelaskan di dalam.” Farzam tersenyum pada kedua anak itu. “Gulzar, kamu temani pangeran berlatih, ya?”
“Baik, Ayah!” seru Gulzar Heer antusias.
Farzam mengacungkan jempol. Sementara itu, Delaram masih melotot. Bibirnya terus menggerutu, mengeluhkan keputusan raja yang tega meminta putrinya menjadi guru pedang.
“Padahal di istana banyak kesatria lain, kenapa harus putriku yang manis?”
“Ayolah, Sayang. Raja hanya ingin Pangeran Fayruza mendapatkan teman.” Lalu, dia berbisik, “Beliau juga akan aman dari pembunuh bayaran yang dikirim Pangeran Ardavan jika berada di sini.”
“Apa? Pembunuh? Pangeran pertama, kan, baru lima belas tahun?”
Farzam menghela napas, lalu meletakkan telunjuk di bibir. “Jangan keras-keras tidak baik didengar anak-anak.”
“Tidak apa, Paman. Aku sudah tahu kakak ingin membunuh kami. Terima kasih Paman mau melindungiku.” Pangeran Fayruza tersenyum manis. Delaram, Farzam, dan Gulzar Heer merasa silau dengan kemilau senyumnya.
Kehidupan istana memang tidak sepenuhnya indah. Persaingan ketat bisa menumbuhkan kebusukan hati. Pangeran Ardavan memiliki ambisi begitu besar, hingga bukan rahasia lagi kekejamannya menyingkirkan adik sendiri. Sayangnya, tak pernah ada bukti. Kejahatannya terlalu rapi.
“Baiklah, pangeran boleh tinggal di sini. Eh, tapi bukankah berbahaya membiarkan anak perempuan kita tinggal seatap dengan laki-laki?”
Farzam menepuk keningnya. “Hei, mereka masih kecil, tidak mungkin terjadi hal yang aneh-aneh. Ayo masuklah dulu, ada yang ingin kubicarakan juga.”
“Ck! Baiklah,” ketus Delaram. Keduanya segera masuk ke rumah.
“Terima kasih, Pangeran. Aku jadi bisa berlatih pedang tanpa dimarahi ibu,” cetus Gulzar Heer setelah memastikan ayahnya berhasil mengamankan sang ibu.
“Tidak bisakah kamu memanggil namaku saja saat kita berdua?” tanya Pangeran Fayruza dengan tatapan polos yang membuat Gulzar Heer luluh seketika.
“Baiklah, aku akan memanggil Fay. Ayo kita latihan!”
...
Gemerisik dedaunan yang tertiup angin semilir membuyarkan lamunan Gulzar Heer. Terik mentari mulai membakar kulit. Gulzar Heer memutuskan untuk pulang saja ke rumah sembari berharap sang ayah tidak lagi membicarakan perjodohan Pangeran Fayruza.
Dia bangkit dari duduk. Tangannya cekatan mengikat potongan-potongan kayu dan bozkou dengan sulur-sulur merambat. Sebelum mengangkut hasil perburuan, Gulzar Heer mencuci terlebih dulu kapak berlumur darah di danau. Namun, baru saja dia mendekat, air tiba-tiba menggelegak. Tak lama kemudian sesosok tubuh yang dilingkupi cahaya biru muncul ke permukaan.
“Pangeran Fayruza?”
“Hai, Gulzar, maaf membuatmu kaget, tapi tolong jangan bersikap formal saat kita berdua saja,” cetus Pangeran Fayruza sembari melangkah keluar dari air.
Gulzar Heer mengucek matanya berkali-kali, memastikan tidak sedikit bermimpi ataupun berhalusinasi. Sosok Pangeran Fayruza memang ada di sana dengan senyuman menawan. Dia memegangi dada yang berdebar kencang.
“Pangeran kenapa bisa ada di sini?” cetus Gulzar Heer setelah berhasil menguasai diri.
“Gulzar, kamu sudah berjanji akan memanggil namaku jika berdua saja.” Pangeran Fayruza berpura-pura cemberut.
“Ah iya, maafkan aku, Fay. Tapi, kenapa kamu bisa ada di sini? Bukankah harusnya menghadiri pesta di kediaman Keluarga Hesam?”
Pangeran Fayruza terkekeh. Matanya tinggal segaris tipis. Gulzar Heer memalingkan wajah, menenangkan jantung yang mulai nakal lagi.
“Aku bosan, jadi menggunakan teleportasi air ke sini. Oh iya, aku juga ingin mengajakmu pergi. Kamu mau ikut, ‘kan?”
“Baiklah, Fay, tapi izinkan aku membawa pulang kayu-kayu dan hewan buruan ini dulu.”
Pangeran Fayruza mengelus dagu. Dia kembali tersenyum lebar, lalu mengarahkan telunjuk ke arah danau. Cahaya berpendar biru membentuk lingkaran besar di permukaan air.
“Gulzar, lemparkan kayu-kayu dan hewan buruanmu ke air!” perintahnya.
Gulzar mengerutkan kening, tapi tak lama. Senyuman sang pangeran membuatnya mengerti. Dia langsung melemparkan potongan kayu dan dua ekor bozkou ke danau dan langsung ditelan cahaya biru hingga raib tak bersisa. Hasil perburuan telah berpindah ke rumah Farzam dengan teleportasi.
“Nah, sekarang giliran kita.”
Pangeran Fayruza menarik tangan Gulzar Heer, membawanya menuju danau. Mereka berdiri melayang di permukaan air. Perlahan, cahaya biru menyelimuti tubuh.
Saat keduanya mulai masuk ke dalam air, Gulzar Heer menyeletuk,” Memangnya kita mau ke mana, Fay?”
“Rahasia.”
***
Pangeran Fayruza dan Gulzar Heer keluar dari sungai kecil di belakang rumah penduduk. Cahaya biru berpendar perlahan memudar saat mereka naik ke daratan. Sebelum memasuki area perkampungan, mereka terlebih dahulu melakukan penyamaran dengan pakaian rakyat biasa dan jubah berwarna kelabu. Kini, keduanya terlihat seperti sepasang pengembara.“Hari ini, kita akan melayani malaikat-malaikat kecil di Panti Asuhan Atefeh,” gumam Pangeran Fayruza riang. Dalam hati, dia berkata, ‘Kapan lagi aku bisa melihatmu tampak begitu manis dengan pakaian wanita, Gulzar.’Sementara itu, Gulzar Heer diam-diam tersenyum kecil. Pangeran Fayruza memang sangat istimewa. Saat saudara-saudaranya melakukan kegiatan amal dengan sorotan publik agar mendapat perhatian rakyat, dia malah lebih suka menyembunyikan identitas. Namun, entah kenapa selalu saja ada yang mengetahui, sehingga pamornya malah semakin melejit di mata rakyat.
Derap kaki kuda sedikit mengusik para penghuni hutan. Burung-burung liar terbang serentak, melarikan diri. Sementara beberapa ekor rusa berlarian ke bagian dalam hutan yang lebih rimbun.Iring-iringan kuda tersebut adalah rombongan Kerajaan Arion. Mereka tengah memenuhi undangan Kerajaan Khaz dalam kompetisi pedang tahunan. Surat undangan itulah yang diterima Raja Faryzan beberapa hari lalu. Hadiah untuk pemenang tak main-main, bisa memperistri Putri Kheva, sang bunga Kerajaan Khaz. Artinya, akan terjalin kerja sama amat menguntungkan mengingat Kerajaan Khaz sangat kuat di bidang militer maupun ekonomi.Pangeran Ardavan tampak sangat antusias, memimpin perjalanan dengan wajah semringah. Dia bahkan meninggalkan rombongan adik-adiknya di belakang. Kabar kecantikan Putri Kheva dari Kerajaan Khaz memang telah lama menjadi buah bibir. Lelaki genit sepertinya tentu tak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk memperistri sang putri.Sebenarnya, P
Rombongan Kerajaan Arion segera menuju sumber suara. Kuda-kuda berlari cepat menembus semak dan meliuk-liuk di antara pepohonan. Pangeran Ardavan mengangkat tangan, sebuah isyarat untuk berhenti. Debu berterbangan saat laju kuda para pasukan dihentikan mendadak."Wah, ini menakjubkan! Apa aku sedang melihat seorang peri?"Pangeran Ardavan terpaku dengan pemandangan unik di hadapannya. Gadis cantik bertubuh semampai berdiri tegar dikelilingi tujuh ekor hizkel, elang raksasa. Baju ala pemburu yang dikenakannya dipenuhi bercak darah. Rambut pirang dikucir kuda bergerak-gerak nakal dipermainkan angin semilir. Sorot mata tegas memiliki pesona tersendiri.Sraat! Trang!Pedang di tangan si gadis ditebaskan. Namun, tubuh hizkel tak tergores sedikit pun. Bulu makhluk buas legendaris itu memang sekuat baja.“Bertahanlah, Manvash!” seru si gadis kepada gadis lain yang terbaring meregang nyawa di belakangnya.Rombongan K
Rombongan Kerajaan Arion tiba di Kerajaan Khaz tepat setelah matahari terbenam sempurna. Mereka segera memasuki aula utama. Kedatangan mereka menjadi pusat perhatian para pangeran dari kerajaan lain yang telah datang lebih dulu. Tentu saja, Pangeran Heydar yang paling menjadi buah bibir mengingat kemampuan berpedangnya memang tersohor.“Salam hormat kami kepada Raja Khamzad,” cetus Pangeran Ardavan sembari membungkukkan badan begitu mereka berada di hadapan Raja Khamzad, penguasa Kerajaan Khaz.Pangeran Fayruza dan Pangeran Heydar turut membungkukkan badan di belakangnya. Putri Arezha melakukan penghormatan selayaknya seorang putri. Sementara seluruh kesatria dan pelayan yang mengiringi melakukan salam hormat dengan berlutut.“Salam kepada para tamu agung dari Kerajaan Arion.” Hening sejenak. “Aku sudah mendengar dari Kheva bagaimana kalian menyelamatkannya dan Manvash. Kami atas nama Kerajaan Khaz mengucapkan terima kasih sebesar-b
“Pertandingan dimulai!” Seruan wasit membahana, membuat para penonton bersorak girang dan bertepuk tangan.Sementara itu, di arena, kedua pangeran menghunus pedang. Bunyi besi beradu membuat ngilu. Pangeran Fayruza terdorong ke belakang beberapa langkah. Sebenarnya, dia sudah cukup kesulitan mengangkat pedang, bahkan harus menggunakan dua tangan. Entah kenapa keadaannya memang terlihat kurang baik. Wajah tampan dengan sorot mata lembut itu tampak kuyu dan lelah.Pangeran Ardavan menyeringai melihat adiknya terdesak. Dia langsung melancarkan serangan bertubi-tubi. Punggung Pangeran Fayruza hampir saja tertebas. Untunglah, dia berhasil menghindar.Namun, baru saja Pangeran Fayruza bernapas sejenak, Pangeran Ardavan kembali merangsek maju. Satu sabetan pedang berhasil menyayat lengan baju zirah. Sorakan penonton membahana."Pangeran Ardavan!""Pangeran Fayruza jangan mau kalah!"Gulzar Heer menggemeletukkan gigi. ”Ck! Pa
Aroma rumput basah menyegarkan paru-paru. Arena kompetisi gegap-gempita. Sorakan-sorakan menaikkan tensi. Kemarin, babak penyisihan selesai menjelang malam. Namun, hujan lebat turun semalaman, sehingga pertandingan final akan dilaksanakan pagi ini.Kini, dua pemenang masing-masing grup telah berdiri berhadapan di arena. Grup pertama dimenangkan oleh Pangeran Ardavan. Sementara Pangeran Heydar menjadi sang juara di grup kedua. Putri Arezha tampak cemas di kursi kehormatan. Shirin bahkan sampai memucat. Gulzar Heer tak ikut menonton karena menjaga Pangeran Fayruza yang diharuskan kembali ke istana Kerajaan Khaz untuk memulihkan kondisi.“Pertandingan final antara Pangeran Ardavan dan Pangeran Heydar dimulai!” seru wasit.Sorakan-sorakan penonton membahana, lebih nyaring daipada pertandingan-pertandingan sebelumnya. Beberapa dari mereka bahkan melakukan taruhan. Meskipun Pangeran Heydar yang namanya tersohor dalam peperang
“Apa?” Teriakan Pangeran Ardavan menggelegar setelah mendapat laporan dari pemuda berpakaian serba hitam.Pemuda itu adalah mata-mata yang diutus untuk mengamati kondisi rakyat. Dia melaporkan pamor Pangeran Fayruza yang semakin melejit. Bahkan, ada rumor dukungan beberapa kelompok agar pangeran ketiga tersebut bisa dinobatkan menjadi putra mahkota meskipun harus melawan tradisi turun-temurun.“Maaf, Pangeran. Begitulah informasi yang hamba dapatkan,” sahut si mata-mata.“Argggh!”Pangeran Ardavan meraih patung emas penghargaan kompetisi berpedang dan melemparkannya. Pemuda mata-mata memiringkan kepala ke kiri. Patung emas melewati sisi kanan tubuhnya dengan kecepatan tinggi, lalu menubruk tembok, menimbulkan retakan cukup panjang sebelum jatuh ke lantai.“Bagaimana bisa mereka lebih mendukung Fayruza yang hanya membagikan makanan? Aku sudah membagikan banyak harta untuk rakya
Buuuk!Tinju Gulzar Heer meninggalkan lebam di pipi bercodet pembunuh bayaran. Farzam langsung menjauhkan putrinya. Sebagai kesatria Pangeran Fayruza, tindakan anarkis Gulzar Heer bisa menjadikan tuduhan palsu semakin kuat. Aula istana mulai riuh. Seperti dugaan Farzam, bisikan-bisikan tak sedap mulai bersahutan.“Sepertinya, Pangeran Fayruza benar-benar membayar mereka.”“Rasanya tidak mungkin pangeran yang begitu lembut–”“Bisa saja Pangeran Fayruza dihasut Pangeran Heydar. Lihatlah, Nona Gulzar yang begitu bernafsu membunuh para penjahat itu untuk menutup mulut mereka!”Gulzar Heer menggeram. Dengkusan napas kasarnya terdengar samar. Ratu Azanie terkulai tak sadarkan diri. Pangeran Fayruza berusaha menenangkan Pangeran Heydar yang mulai terbakar amarah.Sementara itu, Putri Kheva mengepalkan tangan dan melirik curiga kepada suaminya. Perkataan si penjahat sangat tidak masuk akal. Orang bodoh mana