"Ck! Apa semuanya akan baik-baik saja? Bagaimana kalau gagal ...."
Putri Kheva menggigiti ujung kuku. Dia juga mondar-mandir dalam kamar dan beberapa kali hampir menubruk dinding. Putri Manvash terkekeh, lalu membimbing sang kakak untuk duduk di tepian tempat tidur.
“Tenang saja, Kak, pasti akan berjalan lancar. Kita tunggu saja dengan sabar di sini. Besok, pasti akan ada kehebohan di istana,” cetusnya. Bibir kemerahan menyeringai, membuat kesan manis di wajah Putri Manvash raib entah ke mana.
Ya, malam ini, rencana busuk akan dijalankan, memfitnah Gulzar Heer dan Shirin. Dua gadis itu akan dibuat tertidur, lalu dinodai lelaki jahat yang disewa Putri Manvash. Namun, kejadiannya akan dibuat seolah terjadi atas dasar suka sama suka sehingga mereka berharap akan menghancurkan kepercayaan Pangeran Heydar dan Pangeran Fayruza.
“Apa akan berhasil? Si kesatria memang bisa dibuat tertidur dengan sihir, tapi, pelayan itu bisa saja punya per
Kerajaan Arion benar-benar dilanda kericuhan. Namun, tak seperti harapan Putri Manvash, keributan bukan disebabkan adanya kesatria wanita dan pelayan yang tertuduh berbuat mesum. Pagi ini, justru tiga mayat ditemukan dalam kondisi mengenaskan.Raja Faryzan pun mengadakan pertemuan di aula utama. Petinggi-petinggi istana saling berbisik saat dua sosok diminta memasuki aula. Ya, sebagai pemilik kamar tempat penemuan korban, Gulzar Heer dan Shirin harus memberikan kesaksian.Setelah memberikan sambutan singkat, Raja Faryzan bertanya dengan penuh penekanan, " Gulzar, berikan penejlasan tentang mayat dengan leher patah dan kepala pecah yang ditemukan di kamarmu!"Gulzar Heer seperti biasa menjawab tenang dengan wajah datarnya, “Hamba juga tidak tahu apa yang terjadi, Yang Mulia. Hamba tiba-tiba mengantuk sekali tadi malam dan langsung tertidur. Hamba bermimpi berburu bozkou dan mematahkan leher hewan itu, juga membantingnya ke tanah. Ketika terbangun pagi ini,
Alun-alun kota telah ramai. Rakyat berdesak-desakan hendak menyaksikan hukuman mati pangeran keempat dan selir kelima. Beberapa dari mereka tak segan melempar tomat busuk, telur busuk, terompah, bahkan batu. Penjahat yang tega memfitnah Pangeran Fayruza tentu akan mendapat kemarahan dari rakyat, padahal ibu dan anak yang malang itu hanyalah kambing hitam Pangeran Ardavan.“Matilah dasar penjahat!”Telur busuk tepat mengenai punggung pangeran keempat, pecah meninggalkan jejak lendir berbau di baju lusuh. Selir kelima berusaha menghalau lemparan-lemparan berikutnya dari tubuh sang putra. Namun, dia langsung disergap para pengawal. “Pergilah ke neraka!” Satu seruan penuh kebencian kembali dilontarkan.Buuk!Batu seukuran kepalan tangan menimpa kening pangeran keempat ketika menaiki tangga panggung pemancungan. Darah segar merembes menguarkan bau anyir. Pengawal mendorong kasar agar sang pangeran mempercepat langkah.
Putri Arezha menyapukan kuas. Perlahan, padang bunga lengkap dengan panorama dua sejoli yang tengah berangkulan mesra berpindah ke kulit binatang yang menjadi media lukisnya. Ya, dia memang tengah menjadikan Pangeran Heydar dan Shirin sebagai objek lukisan. Namun, ada tujuan lain yang tersimpan dari acara melukis hari itu.Alasan hendak melukis pemandangan hanya akal-akalan sang putri. Tujuan sebenarnya adalah mendorong suksesnya pernyataan cinta Pangeran Fayruza. Putri Arezha sendiri yang memilih tempat paling romantis, Padang Bunga Merilion. Konon katanya, jika berhasil menyatakan cinta di tempat ini, hubungan akan langgeng hingga maut memisahkan.“Lukisannya sudah selesai, ayo!”Putri Arezha memberi isyarat kepada Shirin dan Pangeran Heydar. Mereka pun segera mengendap-endap, lalu bersembunyi di balik pohon. Terlihat jelas Pangeran Fayruza melangkah ragu ke arah Gulzar Heer yang tengah telentang di hamparan bunga.Pangeran Fayruza dud
Wajah Pangeran Heydar masih terlihat dongkol saat mereka memasuki aula utama istana. Dia memang berniat untuk langsung pergi ke Kerajaan Asytar demi merebut kembali Putri Arezha dan Shirin. Namun, Pangeran Fayruza melarang dan menyarankan untuk terlebih dahulu melaporkan kejadian itu kepada Raja Faryzan. Gulzar Heer tak banyak bicara, hanya mengekori kedua pangeran dengan waja datarnya.“Salam hormat kami kepada Matahari Kerajaan,” cetus ketiganya saat berdiri di depan singgasana.Raja Faryzan yang tadi tengah berbicara serius dengan ratu, Pangeran Ardavan, dan Farzam seketika mengerutkan kening. “Kenapa kalian hanya datang bertiga? Di mana Arezha?”Pangeran Heydar langsung berlutut. “Maafkan kami, Yang Mulia. Kami diserang orang-orang misterius dan lengah. Putri Arezha diculik oleh penguasa Kerajaan Asytar.”“Apa?”Raja refleks berdiri. Wajahnya merah padam. Sementara Ratu Azanie menjerit histe
Gulzar Heer pun menjelaskan rencananya. Sebelumnya, saat mereka mengirimkan surat ke Kerajaan Asytar, dia dan Pangeran Fayruza sempat melakukan penyelidikan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk. Delaram menuju istana Kerajaan Asytar, sementara mereka berkeliling kota.Dari hasil penyelidikan, mereka menemukan alasan sulitnya Kerajaan Asytar ditembus. Ya, ada batu sihir yang sengaja ditanam untuk perlindungan. Pangeran Fayruza bisa melihat perisai raksasa melingkupi negeri tersebut. Penyerangan dari luar hanya akan menjadi tindakan boodh karena akan diserap atau bahkan bisa berbahaya jika ada sihir pembalik.“Jadi, bagaimana kita menembusnya?” sergah Raja Faryzan yang sudah tidak sabar."Menghancurkan batu sihirnya dulu, Yang Mulia," jelas Gulzar Heer.“Kami juga sudah menemukan lokasi batu sihirnya, sedikit mengejutkan memang. Batunya ada di bagian dalam atap penginapan yang juga rumah bordil, mungkin untuk mengecoh musuh.” Pa
Kayvan, pimpinan menara sihir Kerajaan Asytar mengerutkan kening. Netranya tak lepas dari bola kristal yang tengah berpendar kebiruan. Tangan keriput terulur di atas bola. Namun, dia cepat menariknya karena hawa dingin terasa menusuk kulit.“Ada yang aneh dengan batu sihir pelindung,” celetuknya sambil mengusap-usap jenggot putih.Mata yang sedikit keruh masih terpaku pada bola kristal. Sentuhan pelan di bahu membuatnya terlonjak. Kayvan melepaskan bola api. Pemuda yang tadi menepuk bahu cepat melapisi tubuh dengan perisai es. Bola api membentur perisai pecah dan menyisakan percikan kecil, tetapi mudah untuk dipadamkan.“Maaf, saya mengejutkan Guru,” ucap si pemuda setelah kondisi kembali terkendali.“Akulah yang harusnya minta maaf karena hampir melukaimu.”“Ada apa, Guru? Tidak biasanya Anda begitu fokus, hingga tidak menyadari sekeliling.”Kayvan kembali mengelus jenggot. Pemuda di hadapanny
Raja Faryzan mondar-mandir di tepian danau. Beberapa kali dia mendesah berat dan meremas jemari. Langkahnya seketika terhenti ketika permukaan danau berpendar biru terang. Tak lama kemudian, bola raksasa berisi empat orang naik ke permukaan, lalu perlahan ke pinggiran danau.Pangeran Heydar yang tengah memikul pemuda berjubah hitam di bahu keluar dari bola lebih dulu, diikuti oleh Gulzar Heer. Terakhir, Pangeran Fayeruza menjentikkan jari untuk melenyapkan bola biru. Raja Faryzan mengerutkan kening.“Siapa dia?” tanyanya sembari menunjuk pemuda yang kini dilempar dengan kasar ke rumput oleh Pangeran Heydar.“Sepertinya, penyihir di negeri ini sudah mengetahui ada masalah dengan batu sihirnya. Dia utusan mereka. Jadi, kami terpaksa menangkapnya.” Pangeran Fayruza yang menyahut. “jika mereka sudah mulai curiga berarti, waktu kita tidak banyak,” lanjutnya.Penyihir muda yang tadi terkulai di tanah membuka mata. Dia mengerj
Daria membersihkan bekas luka Atashanoush dengan telaten. Seminggu lalu, dia menemukan pemuda itu meregang nyawa demi mengusir iblis kegelapan di Danau Khina. Daria mencoba menolongnya dengan memberikan sebutir astyra setiap hari. Untunglah, tubuh Atashanoush memiliki kemampuan pemulihan di atas rata-rata. Jika orang biasa, mustahil bisa selamat dari racun si iblis. “Nona Daria, kenapa Anda bisa ada sendirian di hutan ini? Bukankah bahaya bagi seorang gadis?” celetuk Atashanoush memecah keheningan.Daria terkekeh. Mata dengan iris keperakan tinggal segaris tipis. Atashanoush tampak terpaku. Pesona gadis di hadapan membuat jantung berdebar. Tangannya tanpa sadar bergerak pelan, lalu menyentuh pipi kemerahan. Dua pasang netra pun beradu. Wajah bak pualam saling mendekat.Keduanya tersentak saat embusan napas terasa menampar pipi. Atashanoush terbatuk-batuk. Sementara Daria menunduk dengan wajah bersemu. Seminggu bersama rupanya telah menumbuhkan