Share

Pertemuan Darren dan Pak Salim

Buk!

Darren berhasil memukul pria itu, dan membuat Pria itu tersungkur kelantai. Sedang Adinara yang sudah bangkit kembali, terlihat ketakutan bersembunyi di belakang Darren.

'' Jangan ikut campur!!'' teriak Pria itu.'' Wanita itu yang sudah menjebloskan ayah saya kepenjara. Kamu tau akibatnya?'' tanya Pria itu dengan nada tinggi.'' Ibu saya meninggal, saya dan kedua adik saya sekarang hidup sebatang kara. Saya akan menghabisi kamu sekarang juga.''

Buk!

Akh!

Darren kembali bisa memukul pria itu hingga terjatuh, pria itu berdiri kemudian kabur dengan motornya.

Darren meilhat Adinara sangat ketakutan, kaki dan tangannya gemetar, sementara pandangannya terlihat kosong. Adinara berusaha menenangkan diri dengan duduk di kursi depan mobilnya.

'' Ini, minumlah.''

Darren menyodorkan sebotol minuman ke Adinara, sedang Adinara terlihat pandangannya sendu saat menatap Darren.

'' Terima kasih,'' ucap Adinara setelah minum. Adinara menatap Darren yang masih setia berdiri di hadapannya, sampai kemudian mata Adinara teralihakan saat melihat darah keluar dari lengan Darren.

'' Kamu terluka?'' tanya Adinara sambil berusaha menyentuh tangan Darren, tapi kemudian Darren menepisnya.

'' Kamu pulang lah. Hati-hati, mungkin saja pria itu akan mengikuti kamu!''

Darren berbalik arah berjalan pelan kemobilnya. Sementara Adinara hanya menatap Darren kosong, karena kesadaran Adinara belum sepenuhnya pulih, sampai kemudian Adinara tersadar saat melihat Darren memegangi luka di tangannya.

'' Ya Tuhan,'' gumam Adinara kemudian berdiri.'' Darren ... tunggu!''

Dengan langkah pelan Adinara mendekati Darren yang hendak masuk ke mobil.

'' Ikat luka kamu, supaya darahnya tidak mengalir terus.''

Adinara mengeluarkan sapu tangan miliknya, kemudian tanpa menunggu perintah, Adinara meraih tangan Darren dan mengikatkan sapu tangan miliknya ke luka Darren.

'' Terima kasih ... pulang lah,'' pinta Darren tanpa ekspresi, kemudian masuk ke mobil.

Darren sempat menatap Adinara yang masih setia berdiri di samping mobil Darren. Sampai kemudian Darren memutuskan untuk meninggalkan Adinara.

16.00 WIB

Adinara masuk ke kantornya dengan wajah terlihat sendu, kejadian di parkiran tadi membuatnya Syok. Dengan malas Adinara duduk di sofa, menyandarkan tubuhnya, merenggangkan otot leher dengan ekspresi kelelahan.

'' Adinara,'' sapa Laras yang langsung duduk di samping Adinara.'' Gimana, sukses?''

Adinara tersenyum, sambil menganggukan kepalanya pelan.

'' Gimana ekspresi Darren saat dia kalah?''

Adinara membetulkan posisi duduknya menjadi lebih tegap. Adinara tersenyum pelan kemudian tertawa.'' Hahaha. Lucu banget tau. Wajahnya Darren langsung berubah jadi merah, seperti udang rebus.''

'' Serius?''

'' Iyah, aku puas banget melihat dia seperti itu. Tapi ...,'' Ekspersi Adinara sedikit berubah.'' Tapi ... aku juga di tolongin sama Darren.''

'' Nolongin apa? Memang kamu kenapa?''

Adinara menyadarkan tubuhnya ke sofa, sambil menatap Laras serius.

'' Aku tadi di serang seorang pria yang aku tidak kenal. Darren nolongin aku!''

'' Terus, Darrennya tidak apa-apa?''

Adinara menganggukan kepalanya , wajahnya masih terlihat sendu.

'' Terluka sedikit sih, di tangannya,'' Jawab Adinara pelan.'' Tapi sepertinya tidak apa-apa.''

'' Tukan Nara. Meski Darren selama ini nyebelin, tapi ada sifat baiknya jugakan? Makanya, kamu damai saja!''

'' Damai!!'' Adinara berdiri.'' Darren memang sudah nolongin aku. Tapi bukan berarti aku harus berdamai sama dia.''

Adinara berjalan keluar kantor , meninggalkan Laras yang masih bingung dengan sikap Adinara.

09.00 WIB

Dengan langkah cepat Pak Salim berusaha meloloskan diri dari kejaran orang-orang yang menculiknya. Napasnya mulai terasa berat, kakinya mulai lelah untuk di gerakan, karena rasa lelah yang menghinggapi.

'' Ya Tuhan!!'' teriak Darren saat mobilnya hampir saja menabrak Pak Salim yang hendak menyebrang.

Derran mengenali pria itu, pria yang selama ini menjadi DPO kepolisian. Darren juga melihat ada dua orang yang mengejar Pria tua itu.

'' Pak, Masuk. Cepat!'' perintah Darren, sedang Pak Salim tanpa menunggu lama langsung masuk ke mobil Darren, dan meninggalkan tempat itu.

'' Terima kasih Nak, karena sudah menolong saya.''

Darren tersenyum saat Pak Salim berkata seperti itu. Sebenarnya ada rasa penasaran yang muncul di benak Darren soal pembunuhan Pak Tirta, dan ingin mencari kebenaran lewat Pak Pak Salim.

''Tidak masalah Pak,'' sahut Darren,'' Saya Darren Pak, saya pengacara.''

'' Pengacara?'' tanya Pak Salim .

'' Iya, saya pengacara!''

Pak Salim terdiam sejenak, ada yang sedang Pak Salim pikirkan.

'' Ada apa Pak?'' tanya Darren,'' kenapa Bapak terdiam."

'' Saya ...'' Pak Salim terlihat ragu.'' Apa saya bisa meminta pertolongan Bapak?''

'' Pertolongan apa?''

Pak Salim kembali tediam, ia ragu Darren mau membantunya.

'' Saya tidak tau apa yang terjadi di luar sana. Tapi menurut saya pasti tidak baik.''

'' Bapak menjadi DPO!'' Darren menyela, sedang Pak Salim menatap serius Darren.

'' DPO?'' tanya Pak Salim kaget.'' Pak Darren mengenal saya?''

Darren tersenyum,'' Bapak dua hari terakhir ini selalu muncul di media masa. Karena Bapak di duga yang melakukan pembunuhan Pak Tirta.''

'' Tidak mungkin!'' Pak Salim syok tidak percaya.'' Kenapa saya di tuduh yang melakukan pembunuhan? saya sangat berhutang budi sama Pak Tirta, jadi tidak mungkin saya membunuhnya.''

'' Bapak ceritakan nanti di rumah saya. Saya mau membantu Bapak, tapi Bapak juga harus ceritakan semuanya.''

'' Terima kasih! Kalau Pak Darren mau membantu, saya sangat senang. Tapi ... '' Pak Salim terdiam. '' Saya tidak punya uang untuk membayar Pak Darren.''

Darren tersenyum,'' Pak Salim tidak perlu membayar saya. Kalau Pak Salim benar tidak bersalah, saya akan suka rela membantu Bapak.''

Raut wajah Pak Salim seketika berubah, ada harapan yang muncul saat Darren mengatakan bersedia membantunya.

'' Terima kasih Pak Darren, sekali lagi saya mengucapkan terima kasih. Saya sangat bersyukur dan saya sangat senang.''

'' Sebenarnya apa yang terjadi Pak?''

Pak Salim kembali terdiam, raut wajahnya kembali sendu saat Darren menanyakan hal itu. Pak Salim masih teringat saat Salwa meminta tolong kepadanya, tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan terikan anak majikannya itu masih terngiang di telinga Pak Salim.

'' Saya tidak tau apa yang terjadi, karena kejadiannya begitu cepat. Ada dua mobil yang mencegat kami, kami di kepung beberapa orang bersenjata, kami tiba-tiba di serang, Pak Tirta, Istri dan kedua anaknya di tembaki secara brutal di depan mata saya sendiri.

'' Saya merasa bersalah karena tidak bisa menolong mereka, terutama Non Salwa. Suara teriakan Non Salwa yang meminta tolong, sampai sekarang masih terngiang di telinga saya.'' jelas Pak Salim panjang lebar, wajah Pak Salim semakin sendu saat menceritakan kejadian yang menimpa majikannya.

'' Itu bukan salah Pak Salim. Mereka sudah merencanakannya!''

'' Iya Pak, tapi tetap saja rasa bersalah itu masih menghantui saya.'' Pak Salim menghela napas.'' Pak, apa Pak Darren tau dimana majikan saya di makamkan?''

'' Saya tau.''

'' Pak, Saya minta tolong, maaf kalau saya lancang. Tolong antarkan saya ke makam Pak Tirta.''

'' Baik, tidak masalah.''

'' Terima kasih, Pak!''

Senyum hangat terlihat di wajah Pak Salim saat Darren menatapnya. Darren mengantarkan Pak Salim ke makam Pak Tirta dan keluarga, Darren semakin penasaran dengan misteri pembunuhan Pak Tirta.

Pak Salim masih bediri di depan pintu makam setelah sampai. Entah kenapa ia merasa tidak kuat menghadap majikannya itu, walau majikannya itu sudah terbujur kaku di dalam tanah.

'' Pak Salim,'' panggil Darren saat melihat Pak Salim berdiri mematung beberapa saat.

'' Iya Pak.''

Pak Salim mengikuti Darren yang berjalan di depan, tapi kemudian Pak Salim menghentikan langkahnya.

'' Pak Darren.''

Darren berhenti saat Pak Salim tiba-tiba menarik lengannya dan mengajaknya bersembunyi .

'' Ada apa pak?'' tanya Darren kebingungan.

'' Itu'' Pak Salim menunjuk kearah makam.'' Di sana ada kedua adik dari Pak Tirta.''

'' Terus kenapa?''

'' Bapak yakin, salah satu dari mereka adalah dalang dari pembunuhan Pak Tirta.''

'' Ko bisa? Ko bisa Bapak bisa berpikiran kalau salah satu dari mereka adalah dalang dari pembunuhan Pak Tirta.''

'' Pak Tirta pernah bercerita, kalau salah satu adiknya ada yang berniat merebut perusahaan milik Pak Tirta. Tapi Bapak tidak tau siapa yang di maksud, apakah Pak Simon atau Pak Andreas Bapak tidak tau.''

Darren terdiam sejenak sambil memegang dagunya.

'' Bapak Yakin?''

'' Yakin, karena Bapak mendengarnya sendiri dari mulut Pak Tirta.''

Pak salim menjawab tegas dengan tatapan yang serius. Pak Salim sama sekali tidak terlihat sedang berbohong.

'' Pak Salim, mungkin lain kali saja Bapak mengunjungi makam Pak Tirta. Pak Salim sebaiknya menghindari mereka dahulu.'' cetus Darren, Pak Salim mengangguk menyetujui usulan Darren.

Darren bersama Pak Salim mengendap-endap meninggalkan area pemakan itu. Sementara di depan makam Pak Tirta, sekarang hanya tinggal satu orang yang ada di sana.

'' Maaf mas, Saya terpaksa menyingkirkan mas. Saya menginginkan apa yang mas miliki, bukan saja mas yang akan saya singkirkan, tapi ada adik mas juga yang akan saya singkirkan nanti.''

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status