Share

Perasaan Adinara

Pria itu berdiri, kemudian mengambil handphone yang ada di saku jas yang ia pakai.

'' Ada apa?'' tanya pria itu tegas, saat menerima telepon.

'' Pak Salim kabur Bos.''

'' Goblok!! Kenapa bisa kabur, kalian menjaga orang tua saja tidak becus, percuma saya bayar kalian mahal. Pakoknya saya tidak mau tau, temukan Pak Salim, habisi dia.''

'' Baik, Bos!''

Tutt!

''Dasar bodoh!! Menjaga orang tua saja tidak becus.'' keluh Pria itu, sambil membetulkan dasi yang terasa mencekik lehernya.

Pria itu melangkah cepat meninggalkan area pemakaman. Langkahnya terdengar menggema, sementara di belakangnya terlihat dua pria yang berusaha mengimbangi kecepatan Pria yang ada di depan.

Pria itu berhenti, kemudian berbisik ke pria yang ada di sampingnya.'' Jack, Temukan Pak Salim, habisi. Saya tidak mau tau, pokonya Pak Salim jangan sampai melapor ke polisi.''

'' Baik,Bos!''

Pria yang bernama Jack itu kemudian pergi meninggalkan area pemakaman dengan sepeda motornya. Sementara sang bos besar, masih geram saat mengetahui Pak Salim kabur.

13.00 WIB

Darren melangkah santai kemudian masuk ke lift setelah mengantarkan Pak Salim ke tempat persembunyiannya, tapi kemudian raut wajahnya berubah saat Adinara masuk. Di dalam lift itu mereka berjauhan, tidak menyapa, bahkan saling menatap saja tidak.

'' Terima kasih kamu kemarin menolong saya,'' ucap Adinara setelah terdiam beberapa saat. '' Tapi bukan berarti kita berdamai. Kita masih tetap bermusuhan.''

Darren masih diam, ia tidak menjawab, Darren malah melangkah keluar lift meninggalkan Adinara.

'' Nyebelin banget tu orang! Aku sudah mencoba bersikap baik, tapi dianya malah kaya gitu.''

Adinara menarik napas, ia keluar lift, Adinara berjalan di belakang Darren. Tapi kemudian Darren berhenti, Darren berbalik badan.

'' Itu semua tidak gratis! Kamu pikir apa yang saya lakukan kemarin gratis, setelah saya mempertaruhkan nyawa melawan pria itu.''

'' Apa? Maksud kamu apa? Jadi kamu mengharapkan imbalan,'' tanya Adinara sewot.

Laras, ini yang kamu maksud Darren punya sifat baik, baik dari mana, kalau mengharapkan imbalan seperti sekarang, batin Adinara.

'' Terus mau kamu apa?'' tanya Adinara tegas.'' Saya tidak mau berhutang budi sama kamu.''

Darren tersenyum, sambil kedua tangan ia masukan ke saku celana.

'' Nanti sepulang kerja, tunggu saya di rumah makan bu Mar. Kamu traktir saya makan, itu sebagai imbalan atas apa yang saya lakukan kemarin,'' ujar Darren sambil melangkah pergi meninggalkan Adinara.

Adinara merasa lega, ia menarik napas. Adinara bersyukur Darren tidak meminta hal aneh kepadanya.

Adinara bejalan masuk keruang kerjanya, ia segera duduk, sementara di otaknya ia masih memikirkan kejadian di parkiran kemarin siang.

Adinara menatap tajam Laras yang berjalan masuk ke ruangannya, ada sesuatu yang ingin Adinara tunjukan.

'' Ini berkasnya Bu Adinara,'' kata Laras sambil meletakan beberapa berkas di meja Adinara.

'' Kamu tau, tadi Darren meminta imbalan kepadaku. Itu yang kamu maksud punya sifat baik?''

'' Darren meminta imbalan?'' tanya Laras bingung.

'' Iyah, itu yang kamu maksud punya sifat baik?''

'' Darren minta imbalan apa?''

'' Minta di traktir makan!'' jawab Adinara kesal, sedang Laras yang mendengarnya tersenyum pelan kemudian tertawa.

'' Kenapa kamu tertawa?'' Adinara menatap Laras kesal.

'' Cuma minta di traktir?'' Laras bertanya, kemudian mendekatkan wajahnya ke Adinara.'' Itu ajakan kencan dari Darren kali. Darren mau mengajak kamu kencan, tapi Darren tidak tahu caranya. Makanya Darren memanfaatkan situasi, dengan mengatakan kalau itu sebagai Imbalan karena dia sudah menolong kamu.''

'' Heuh?'' alis Adinara berkedut.'' Kencan? Aku tidak mau kencan sama dia.''

'' Sudah terima saja.'' bisik Laras sambil berjalan keluar dari ruangan Adinara.

'' Kencan? tidak,tidak! Ini makan biasa, bukan kencan.'' gumam Adinara kemudian menghela napas.

Darren

Aku tunggu di depan.

16.30

'' Ya Tuhan, kenapa harus dia sih yang nolongin.''

Darren

Jangan coba ingkar janji.

16.32

Adinara menghela napas kembali saat Darren mengirim pesan untuk yang kedua kalinya.

'' Ni manusia tidak sabaran banget sih!'' keluh Adinara.

Adinara

Iya sebentar.

16.34

Dengan malas Adinara melangkah keluar, wajahnya sedikit kusut saat mengingat kembali apa yang di katakan oleh Laras. Adinara tidak mau menganggap ini adalah kencan, Adinara tidak mau.

DEG!

Adinara tiba-tiba berhenti tepat di depan pintu, saat matanya melihat Darren sedang berdiri di sebrang pintu. Bukan kaget yang membuat Adinara berhenti, tapi detak jantungnya. Entah kenapa Adinara seperti terkena serangan jantung persekian detik, saat melihat senyum dan tatapan mata Darren yang mengarah kepadanya.

Kencan? ini bukan kencan, ngapain aku kencan sama dia. Ya Tuhan, kenapa Darren berbeda hari ini, kenapa aku grogi saat melihat senyum Darren. Tidak, Nara! Sadar, dia Darren laki-laki paling nyebelin yang pernah kamu kenal. Ini semua gara-gara Laras, kalau dia tidak mengatakan kencan, aku tidak akan seperti ini, batin Adinara menolak.

''Hei!''

'' Ya Tuhan!''

Adinara terkejut saat melihat wajah Darren sudah sangat dekat dengan wajahnya. Tatapan mata dan senyuman Darren, kembali menghancurkan kepercayaannya selama ini tentang Darren

Mereka terdiam sejenak saling menatap, napas Adinara menjadi sangat tidak beraturan. Entah apa yang sudah terjadi pada Adinara, Adinarapun tidak tahu. Adinara menarik napas, mencoba menata kembali tingkat kesadarannya.

''Hei, jadi kita makan-makan?''

''Ja-jadi, aku tidak pernah ingkar janji.'' Jawab Adinara sedikit gugup.

'' Ya sudah Yu,'' Darren berusaha merangkul Adinara, tapi Adinara menepisnya.

'' Apaan sih! Kamu jalan duluan.''

'' Baiklah!''

Darren menuruti apa yang di minta Adinara. Darren berjalan di depan, sedang Adinara mengikuti. Mereka tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke warung bu Mar, karena lokasinya memang tidak jauh.

'' Mas Darren,'' Bu Mar menyapa dengan senyum khasnya.'' Sama Mbak Nara yah, tumben datang bersama!''

'' Iya Bi, kebetulan Nara maksa terus. Padahal sayanya sedang sibuk, tapi Nara tetap memaksa minta di temani makan sama saya.''

'' Heuh? Apa sih. Bohong Bu, dia yang minta terus di traktir.''

'' Tukan Bu, ngelak!'' Darren menunjuk wajah Adinara.

'' Emang benar, kenyataannya seperti itu!''

Bu Mar tersenyum saat melihat perdebatan mereka. Ini bukan pertama kalinya Darren dan Adinara berdebat, Bu Mar sudah sering melihat mereka berdebat.

'' Sudah sudah! Kalian cepat mencari tempat duduk, mumpung masih sepi,'' Bu Mar melerai dan mengingatkan, karena di jam pulang biasanya warung Bu Mar kembali ramai oleh pengunjung.

Darren dan Adinara duduk di meja yang sama tapi bersebrangan. Adinara tidak mau menghadap Darren, Adinara tidak mau ada yang meledeknya.

'' Kamu cepat pesan makanan, setelah itu kita pulang. Aku tidak mau berlama-lama sama kamu,'' pinta Adinara tegas.

'' Sabar ... saya masih menunggu yang lain.''

'' Yang lain?'' Adinara terperanjat.'' Yang lain siapa? Bukannya kita cuma berdua?''

'' Ka Darren!''

Adinara menatap tajam kelima anak yang sudah berdiri di sampingnya. Adinara bingung dengan kehadiran kelima anak itu, apa kelima anak ini yang sedang di tunggu Darren, pikir Adinara.

''Hai Yasa, Tia, Gea, Noval, Dudi,'' Darren menyapa kelima anak tersebut.'' Ayo kalian duduk, kalian boleh makan sepuas kalian.''

''Heuh? Makan sepuasnya,'' gumam Adinara dengan ekspresi kebingungan.

''Bu Mar!'' Panggil Darren.'' Bawa semua makanan yang enak kesini yah.''

Bu Mar mengangguk, kemudian memerintahkan salah satu pelayan untuk mengantarkan makanan. Tidak butuh lama, dua orang pelayan datang dengan membawa beberapa piring makanan yang Darren pesan.

''Mau dia apa sih?''

Adinara bingung dengan maksud Darren yang mengajak kelima anak tersebut makan bersama, padahal tidak ada pembicaraan sebelumnya. Adinara berdiri, ia berpindah tempat duduk di samping Darren.

'' Maksud kamu apa mengajak mereka? Dari awal aku cuma mau bayarin kamu, bukan kelima anak ini,'' bisik Adinara yang terlihat kesal.

Darren tersenyum, ia mendekatkan wajahnya ke wajah Adinara.'' Kamu lihat mereka, mereka anak-anak jalanan. Mereka jarang sekali makan-makanan yang enak, jadi apa salahnya kalau kamu berbagi rezeki sedikit dengan mereka.''

Adinara menatap kelima anak yang ada di hadapannya. Benar apa yang di katakan Darren, mereka terlihat sangat menikmati makanan yang ada di hadapan mereka. Padahal bagi Adinara, makanan yang sedang mereka nikmati hanya makanan biasa tidak mewah, tapi kelima anak tersebut sangat menikmatinya.

Ada rasa kagum yang muncul di benak Adinara terhadap Darren, terutama saat ia melihat Darren terlihat akrab dengan kelima anak tersebut.

'' Maaf Bos, kami belum berhasil menemukan Pak Salim,'' ucap pria itu saat sedang menelepon

Darren melirik dua orang pria yang duduk tidak jauh dari tempatnya saat itu. Darren semakin penasaran, siapa sebenarnya yang menginginkan Pak Salim.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status