Ambigu tidak memedulikan penjaga itu. Dengan melupakan lututnya yang lecet bocah itu mendorong penjaga gerbang dan menerobos masuk ke dalam halaman gedung. Namun apa dikata. Kakinya cukup kecil untuk berlari lebih cepat. Karena langkah penjaga itu lebih lebar dan dengan mudah mengejar langkah Ambigu. Penjaga itu mencekal lengan Ambigu dengan kasar sehingga bocah itu nyaris terpelanting."Hei, mau ke mana kamu?" sentak penjaga itu."Lepaskan aku, Paman!" Lantang Ambigu seraya membelalakan mata pertanda dirinya sangat marah dan kesal pada penjaga itu."Sudah kecil, gembel, nggak tahu aturan! Kamu itu masih kecil dan anak kecil di larang masuk?" terang penjaga itu dengan tetap mencekal lengan Ambigu. Sehingga bocah itu meringis menahan sakit. "Kamu tidak tahu apa-apa, Paman. Pertemukan aku dengan punggawa atau pemimpin gedung. Hanya keputusannya yang aku dengar!" seru Ambigu. Penjaga itu menatap rekannya meminta persetujuan. Setelah rekannya mengangguk barulah tangan kekarnya menyeret
"Kenapa kamu menangis Ambigu?" tanya Lestari. Wanita bungkuk itu segera mendekati Ambigu yang menangis sepanjang jalan, kemudian membawanya masuk ke dalam rumah. Setelah Ambigu duduk Lestari mengambilkan minuman dari kendi. "Ayo minum dulu. Setelah itu katakan pada Nenek. Apa yang sebenarnya terjadi!" tanya Lestari seraya duduk di samping cucunya itu. Ambigu meneguk air pemberian neneknya. "Ambigu di usir, Nek!" ucapnya setengah terisak. "Siapa yang mengusirmu? Apa kamu membuat masalah di gedung itu?" tanya Lestari khawatir."Semua penghuni gedung tidak ada yang mengenaliku. Mereka menganggap aku ini anak kecil," ucap Ambigu dengan suara terisak. "Nenek kan sudah bilang, ke sananya sama nenek saja. Eh ... Kamu nggak nurut!" kesal Lestari. "Iya, Nek. Kalau begitu besok anterin lagi ke sana ya?" pinta Ambigu penuh harap. Kesedihannya sedikit terkikis dan berganti harapan. Jika yang bicara neneknya tentu saja mereka akan mendengar. "Iya, besok, Nenek anterin. Sekarang kamu makan du
PART_1 DENDAM WAGUSorot mata tajam, lelaki itu tidak lepas dari seorang bocah perempuan yang sedang mengumpulkan kayu bakar di hutan. Seakan sedang mengintai hewan buruan dan dia berjanji akan mencincang tubuh kecil itu dan membuangnya kejurang jika berhasil menangkapnya.Ya. Kali ini tidak boleh lepas lagi.Bocah kecil itu bermata coklat dengan rambut bergelombang tergerai di punggungnya, kumal, lusuh, kusam seperti itu gambarannya. Tidak ada yang menarik sama sekali jika dilihat.Ada apa dengan bocah itu?Kenapa Wagu begitu membencinya?Wajah lusuh bocah itu mengingatkan laki-laki pada masa lalunya yang memalukan. Oleh karena itu Wagu ingin sekali melenyapkannya dari muka bumi ini.Wagu laki-laki 40 tahun memiliki kisah cinta yang dramatis dengan Jadmini. Wanita yang begitu dicintainya bertahun-tahun dengan berani menolak lamarannya 15 tahun yang lalu. Bukan karena Jadmini tidak mencintai Wagu, hanya saja karena dia telah di jodohk
PART_2 TAPA BRATAKabar pendirian gedung biru bukan isapan jempol belaka. Para punggawa, tokoh masyarakat dan sukarelawan rakyat ikut serta dalam prosesnya.Awalkisah pembangunan gedung biru dimulai dengan banyak ritual. Terutama pemindahan makhluk astral yang sudah menjadi penghuni tetap wilayah tersebut.Bukan perkara mudah.Mengingat daerah tersebut sebelumnya adalah hutan belantara yang tidak terjamah.Diperlukan keberanian yang tinggi untuk mengikutinya.Dewi Ambigu tentu saja tidak mau ketinggalan. Darah jelata yang mengalir ditubuhnya harus berubah menjadi darah biru itu ambisinya. Sejak kecil dirinya sudah lelah hidup susah, berharap nasib dapat segera berubah.Saat itu usianya masih 10 tahun. Neneknya sudah melarang tapi Ambigu adalah gadis keras kepala yang bermimpi besar menjadi penguasa.Ambigu memulai tapa brata di sisi sebelah tenggara hutan. Tempat yang diyakini paling angker. Buka
PART_3 DEWI SUARA“Astaga?! Apa maksud semua ini?” gadis kecil itu bingung, tangannya gemetar memegang benda tersebut. Tanpa berpikir panjang Ambigu menyimpannya dalam tas kain yang ia bawa dari rumah. Barangkali saja nanti dia membutuhkan benda itu.Ambigu mencoba berdiri, dengan jalan terhuyung-huyung menuju sungai di tepi hutan itu. Kering sekali tenggorokannya, dahaga sudah melanda. Anak itu butuh minum, bukan itu saja dirinya pun sudah mulai kelaparan.Beberapa kali terjatuh tersandung belukar, Ambigu tetap bangkit. Hingga akhirnya gemericik suara aliran sungai terdengar. Ambigupun lega.Bocah kecil itu segera meminum air dengan kedua tangannya kecilnya sepuas-puasnya, tak lupa membasuh wajahnya yang terlihat kuyu dan pucat. Ambigu duduk di tepi sungai dalam keadaan yang lebih segar. Kakinya bermain-main dengan air sungai tersebut.Sungai itu airnya begitu bening dan batu-batu di dalamnya terlihat. Tampak burung-burung berkic
Lestari menyambut kedatangan, Ambigu. Wanita tua berkulit kusam keriput, dengan rambut putih digelung itu tampak begitu khawatir, melihat tubuh lusuh cucunya. Bahkan semalam dia tidak bisa tidur hanya karena memikirkan Ambigu. Perasaan takut dan khawatir jika saja cucunya mati di terkam binatang buas dalam tapa bratanya, atau malah tersesat di dunia astral tanpa bisa kembali. Sekarang sudah lega, cucunya pulang dengan selamat. Lestari memeluk gadis kecil itu erat sekali, kemudian, membimbingnya duduk di balai-balai depan rumah tepatnya di bawah pohon belimbing. Tangannya mengusap pucuk kepala Ambigu penuh sayang. “Syukurlah, Mbi. Akhirnya kamu pulang,” ucap bibir hitam itu bergetar dengan mata berkaca-kaca menahan haru. “Jangan menangis, Nek! Mbigu baik-baik saja, hanya sedikit lapar. Perut Mbigu perih, Nek.” Ucap gadis itu sambil memegangi perutnya yang sudah sangat lapar. Keringat dingin mulai berdatangan dan tubuhnya gemetar. Lestari
PART_5 BABAT ALAS“Apa ini? Jangan bercanda Wagu, dia itu hanya anak-anak, lagi pula seorang perempuan, bisa apa dia?”“Tentu saja bisa nangis.”“Siapa dia?”“Dewi Ambigu, cucu Kakek Wasis!”“Iya, dia satu-satunya peserta perempuan!”“Jangan-jangan hanya cari mati dia!”“Benar menyusul kakeknya secepatnya!”“Astaga!! Apa yang ada di otaknya selama ini?”Suara-suara rombongan begitu random saling bersahutan meremehkan Ambigu. Wagu tersenyum puas dan mengejek. Pada akhirnya dirinya berhasil mempermalukan gadis itu.Sementara Ambigu sendiri dalam keadaan malu, semalu-malunya. Bagaimana tidak? Bisa apa dia menghadapi cercaan para pria dewasa itu. Tubuh kecilnya bangkit dalam keadaan sempoyongan, tubuhnya gemetar jantungnya Berdegup kencang.Tampak Kyai Nur Bei mendekati Ambigu, dan menolongnya berdiri.
PART_6 KYAI LANDEP"Nenek aku pulang! Nenek aku pulang," teriak Ambigu begitu riang. Sudah pasti dia bangga dengan pencapain hari ini. Ambigu menyusul nenek yang tengah berkutat di depan tungku kayu."UHUK ... UHUK ... " asap di dapur menguar di udara begitu menciptakan kabut kabut kecil di tungku itu. Rupanya kayu bakar Lestari basah jadi sejak tadi dirinya tidak berhasil menciptakan api."Astaga, Nek! Asapa apa ini? Apa Nenek membakar gubug kita?" Ambigu menutup mulut dan hidungnya dengan tangan."UHUK ... UHUK ... Kayu bakarnya basah semua Mbi, semalam nenek lupa tidak menyimpannya di dalam. Astaga!! Kamu sudah pulang tapi nenek belum punya nasi? Bagaimana ini apa kau lapar?" Lestari menatap cucunya begitu kawatir."Sudahlah nek lupakan saja, nanti kita bisa beli makanan banyak!! Lihatlah koin emas yang aku bawa!!" ucap Ambigu riang.Lestari mengeluarkan kayu itu dari tungkunya dan membawanya keluar. Dirinya membatalkan memasak. Asap suda