Eros tampak sangat terkejut melihat kedatangan Dave yang begitu tiba-tiba. Tak hanya dia, bahkan aku dan Lucy juga terkejut melihatnya. Terlebih dengan aura yang dipancarkannya, dia seperti Dave yang berbeda. Tanpa aba-aba Dave langsung menerjang tubuh Eros, membuat pria berambut coklat itu tumbang sebelum menyadari sepenuhnya apa yang terjadi. Bisa kudengar Eros yang mengumpat beberapa kali saat Dave dengan mudah menancapkan cakar ke tubuhnya sebelum pria itu sempat menghindari serangan Dave yang begitu tiba-tiba. Dave terus menyerang Eros bertubi-tubi, tak memberikan musuhnya waktu untuk menyerang balik.
Aku hanya terpaku di tempatku, tak melakukan apapun selain menyaksikan aksi brutal yang dilakukan Dave. Bibirku terkatup rapat dan suaraku seakan hilang. Mata yang dilumuri amarah itu seakan menyedot habis keberanianku. Aku tak ingin pertumpahan darah terjadi kembali, namun kurasa itu sangat mustahil untuk dihindari saat ini, melihat bagaimana Dave yang datang bagai b
Aku langsung menoleh ke arah pintu saat mendengar suara pintu kamar yang dibuka. Bibirku langsung tertarik keatas saat melihat siapa yang datang. Alena berdiri disana dengan wajah yang terlihat agak pucat dan mata yang bengkak. Gadis itu langsung menghambur ke arahku dan langsung memeluk tubuhku erat. Aku sempat terkejut saat mendengar suara isak tangis pelan gadis itu. Tubuhnya sedikit bergetar dan pelukan tangannya semakin erat.“Aku baik-baik saja,” bisikku pelan mengelus punggung Alena, berpikir itu bisa menghentikan tangisannya. Tapi tangisannya justru semakin menjadi setelah itu.“Hei, sudahlah aku tidak apa-apa,” ucapku lebih keras dari sebelumnya. Alena mulai melepaskan pelukannya dan aku bisa lihat wajahnya yang sangat berantakan.“Berhentilah menangis. Kau terlihat sangat buruk saat ini, kau tau?” ucapku sambil mengelap pipinya yang basah.“Buruk? Bercerminlah dulu, nona. Kau bahkan terlihat lebih buruk
Aku mulai turun dari bathtub dan segera melilitkan handuk ke tubuhku. Kutatap sendu ke arah pantulan diriku di depan cermin besar yang sengaja di pasang di kamar mandi ini. Tubuhku cukup mengerikan, banyak luka memar kebiruan dibeberapa tempat. Mungkin butuh beberapa hari lagi agar mereka menghilang. Sengatan kecil membuatku mengernyit. Tanganku mulai terangkat, menelusuri bagian leherku dan berhenti pada tanda yang ada di sana. Tanda itu terlihat coklat kemerahan dengan ukiran yang indah di sana. Tanda yang dibuat Dave hari itu... Terkadang tanda itu masih terasa sakit. Tidak, lebih tepatnya seperti sesuatu yang menyengat dan menusuk di sana. Tapi sebenarnya tanda itu baik-baik saja. Mama bilang itu hanya efek diawal, mereka akan pergi setelah beberapa hari atau setidaknya setelah terbiasa.Sudah seharian ini aku berada di kamarku, setelah kemarin mendapat ijin pulang kemari. Dan sejak menginjakkan kaki kerumah ini lagi aku belum melihat Dave sama sekali. Entah meng
Aku keluar dari kamarku dengan kaos warna tosca yang berleher tinggi dan leging hitam yang membungkus kakiku. Kuperhatikan sekelilingku dan kulihat semua orang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Aku merasa sedikit gugup saat orang-orang menyapaku dan memberi hormat padaku. Entah kenapa aku merasa tatapan mereka semua tampak sedikit berbeda saat melihatku. Apa ada yang aneh? Kuperhatikan penampilanku sekali lagi dan lagi-lagi aku tak tau apa yang membuat mereka menatapku seperti itu.“Akhirnya kau keluar juga!” Aku terlonjak kaget saat Alena tiba-tiba sudah dibelakangku dan langsung memelukku dengan erat.“Kakak, kau mengagetkanku.” Kataku sedikit kesal dan gadis itu hanya tertawa.“Maaf, maaf ... aku hanya terlalu senang. Kau tau, kemarin kau membuatku khawatir lagi” Alena mulai melepaskan pelukannya kemudian menatapku dari bawah hingga atas.“Ada yang aneh?” Tanyaku, sekali lagi melihat p
Aku menatap langit malam yang dipenuhi bintang-bintang dari balkon kamar. Rasanya sudah sangat lama sekali aku tak pernah punya kesempatan untuk menikmati langit malam. Dan mulai hari ini, aku bisa merasakan banyak perubahan yang terjadi dalam hidupku. Entah bagaimana, aku merasa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Aku mulai bisa merasakan kembali apa yang namanya kebahagiaan, meskipun masih banyak hal yang jadi pertanyaan di otakku setelah semua kejadian itu. "Indah?" Aku terkejut mendengar suara bariton di belakangku diikuti aroma lavender yang langsung memenuhi indra penciumanku. Entah sejak kapan Dave sudah berdiri di belakangku. Aku segera berbalik untuk menatapnya dan lagi-lagi aku dibuat terkejut karena Dave langsung memeluk pinggangku dan menarik tubuhku agar lebih dekat dengannya. "Ka ... kau membuatku terkejut," ucapku gugup, merasakan jantungku yang sudah meloncat loncat karena ulah Dave. Kami terlalu dekat! Bahkan dari jarak sedekat ini aku bisa mera
Embusan angin malam terasa sedikit dingin menerpa kami berdua. Ini sudah hampir tengah malam, tapi kami berdua masih di tempat ini. Tempat dimana tragedi besar enam belas tahun silam terjadi. Kami terdiam sangat lama setelah Dave menyelesaikan kisah kelamnya. Pria itu terlihat sangat rapuh saat ini. Dave terus mengucapkan kata maaf berkali-kali, bahkan untuk pertama kalinya aku melihatnya menangis malam ini. Dia terlihat sangat terbebani dengan dosanya, kesalahan besar yang pernah dilakukannya. Mata kelabu itu kini terpejam. Wajahnya tampak sangat lelah. Saat ini Dave sudah tertidur di pangkuanku. Malam ini, Dave menunjukkan sisi terlemahnya dan juga kerapuhannya. Segala hal yang tak pernah aku tahu. Dengan hati-hati aku mengusap rambut hitamnya perlahan, menyisirnya dengan jari-jariku. Aku sedikit terkejut saat tiba-tiba Dave menangkap tanganku yang bertengger dikepalanya. "Emm .... Sia ..." gumamnya masih terpejam sambil bergerak tidak nyaman. "Aku
Sudah dua bulan berlalu sejak peristiwa mengerikan itu terjadi. Peristiwa dimana Dave telah membunuh Eros, yang merupakan Alpha dari salah satu pack terkuat di negara ini. Dan sejak hari itu pula aku selalu merasa gelisah setiap detiknya. Aku tidak tau kenapa .... Walaupun hari itu Dave mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja, tapi aku tetap merasa tidak tenang. Harusnya aku merasa senang, tapi aku justru merasa takut dan juga gelisah. Bahkan rasa gelisahku semakin bertambah seiring dengan berjalannya waktu. Menurutku, bukan seperti ini yang seharusnya terjadi. Bagaimana bisa kami masih bisa hidup dengan damai setelah apa yang sudah terjadi? Pertanyaan itu terus berputar di otakku. Membuat rasa gelisahku semakin menjadi dan ketakutaku kian menumpuk. Namun, aku tak pernah mengutarakan kegelisahanku ini pada Dave. Yah, aku tidak ingin membuatnya khawatir. Aku sudah banyak membuatnya kesulitan karena aku, jadi kali ini aku tidak ingin menambah beban pikirannya
Sebelumnya Dave sudah berjanji untuk menjagaku. Dan dia benar-benar melakukannya. Bahkan lebih dari itu. Dave lebih protektif dan memberi perhatian ekstra padaku. Di masa-masa awal kehamilanku ini dia lebih banyak menghabiskan waktunya bersamaku. Terlebih dimasa awal ini, aku mengalami morning sickness yang cukup membuat mood pagiku hancur. Tapi Dave selalu bisa membuat perasaanku lebih baik melalui caranya sendiri. Sebagian besar waktunya tersita hanya untuk merawatku. Jujur, aku senang dengan hal itu. Tapi tak bisa dipungkiri jika aku masih menyimpan kegelisahanku sampai saat ini. Bahkan semakin hari, malah semakin buruk. “Sia, kau mendengarku?” Aku sedikit tersentak saat Dave memanggil namaku. Saat ini kami sedang berada di kamar kami. Semenjak diketahui aku sedang mengandung, Dave mulai melarangku melakukan banyak hal. Aku juga tidak diijinkan kemana-mana, kecuali ditemani olehnya atau Alena. Yah, kurasa Dave sedikit berlebihan. Tapi tetap saja aku menuruti kata
Kutatap pantulan wajahku di cermin, memperhatikan hal-hal kecil yang berubah di wajahku. Kulitku tampak sedikit pucat, dan mataku terlihat sayu dengan lingkaran hitam di sekitarnya. Sudah beberapa hari ini aku sering terbangun di tengah malam, kemudian terjaga sampai pagi datang. Aku mendesah, wajahku benar-benar sangat buruk sekarang. Keran wastafel terbuka kemudian kubasuh wajahku agar terlihat lebih segar. Kupikir aku akan mengalami penuaan lebih cepat jika terus menerus seperti ini. Dave berdiri di depan jendela saat aku keluar dari kamar mandi. Dahinya tampak berkerut dan pandangannya lurus ke depan. Pria itu telihat sedang berpikir keras. Dave masih terdiam saat aku sudah berdiri di dekatnya. Ekspresi seriusnya juga membuatku tak berani untuk bersuara. Aku hanya diam sambil terus memperhatikan wajahnya dari samping. Bisa kurasakan keadaan yang dingin dan tegang di sekitar kami. Rasa takut dan cemas mulai menggerogoti perasaanku. Membuat jantungku tanpa sadar bekerja le