Share

KEJUTAN UNTUK SUAMIKU
KEJUTAN UNTUK SUAMIKU
Penulis: Siti Aisyah

1. Satu

KEJUTAN UNTUK SUAMIKU

"Apa, Dok? Saya hamil?" tanyaku setengah berteriak karena tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh wanita berbaju putih itu.

"Iya, dan usia kandungan Mbak Ulfa sudah enam Minggu." Wanita berkaca mata itu tersenyum.

Aku masih belum sepenuhnya percaya kalau dalam rahimku ada sebuah kehidupan. Untuk meyakinkanku, sang dokter memintaku untuk melakukan tindakan USG.

Bukan tanpa alasan jika aku tidak begitu percaya saat dinyatakan positive hamil. Enam tahun yang lalu dokter menyatakan aku akan sulit punya keturunan.

Di dalam rahimku bersarang kista atau sejenis tumor jinak. Dokter sudah menyarankan untuk mengambil kista beserta rahimnya, tetapi aku tidak mau karena aku masih berharap ingin punya anak agar bisa menjadi seorang wanita seutuhnya--wanita sempurna.

Tumor itulah yang menyebabkan kemungkinan aku bisa hamil hanya beberapa persen saja, tetapi kata dokter tetap masih ada harapan meskipun tipis.

"Sayang, apa nggak sebaiknya kamu melakukan operasi saja?" ucap Mas Rey waktu itu.

"Enggak, Mas. Aku masih ingin punya anak karena aku percaya keajaiban itu ada." Aku tersenyum.

Aku semakin yakin untuk tidak mengangkat penyakit ini dari rahimku karena ada salah seorang temanku yang bisa hamil meski punya kista dan kista itu bisa keluar bersamaan dengan bayi yang ia lahirkan. Semoga aku juga bisa seperti dia, punya anak sekaligus mengeluarkan penyakit ini.

Mas Rey tidak pernah mempermasalahkan aku yang tidak punya anak. Ia tetap mencintaiku sepenuh hati. Perlakuannya tidak pernah berubah sejak menikah hingga pernikahan kami yang sudah menginjak usia ke enam ini.

"Mas, kamu yakin akan tetap mencintaiku meskipun aku belum mempunyai anak hingga saat ini?" 

"Iya, coba kamu lihat mataku, adakah kedustaan di sana?" Mas Rey menatapku lekat.

Aku bersyukur mempunyai suami seperti Mas Rey yang tidak pernah menuntutku untuk punya anak. 

Aku pernah memintanya untuk menceraikan aku dan menikah lagi dengan wanita yang mampu memberikan keturunan, tetapi ia tidak mau.

"Aku tidak akan  menceraikan kamu, Sayang.  Bagiku menikah itu cukup hanya sekali. Masalah keturunan itu adalah hak Allah. Aku tidak akan meninggalkan kamu apapun yang terjadi." Mas Rey mengusap pucuk kepalaku.

Aku menunduk. Mataku memanas dan sesaat kemudian bulir bening ini luruh membasahi pipi. Ini adalah tangis kebahagiaan.

"Yakin kamu tidak akan meninggalkan aku, Mas, meskipun aku adalah wanita yang tidak sempurna?" Aku mendongak dan menatap lekaki bermata teduh itu.

"Iya, Sayang. Untuk membuktikan ucapanku aku akan memberikan semua yang kumiliki menjadi milikmu. Besok aku ajak kamu untuk menemui pengacaraku untuk mengurus balik nama semua aset menjadi atas nama kamu." 

"Enggak perlu seperti itu, Mas." 

"Tidak, Sayang. Aku akan tetap memberikan semua aset menjadi milikmu tanpa kecuali, rumah, mobil, serta toko yang kita miliki bersama agar kamu yakin kalau aku benar-benar serius dengan ucapanku." 

"Ini, Bu. Jabang bayinya. Masih belum begitu jelas karena masih kecil. Nanti akan semakin jelas seiring dengan bertambahnya usia kehamilan Ibu," sang dokter membuyarkan lamunanku tentang Mas Rey yang tidak bisa mengantarku periksa kali ini.

Saat ini aku tengah menjalani program kehamilan dan setiap bulan Mas Rey selalu mengantar. Syukurlah suamiku itu tidak pernah bosan meski entah sudah berapa biaya yang ia keluarkan dan waktu yang ia butuhkan untuk menemaniku periksa ini.

"Masya Allah, Allahu Akbar." Bulir bening ini menetes tiada henti melihat kenyataan yang ada di depan mata ini. Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil.

Aku sudah tidak sabar untuk memberitahukan kabar gembira ini pada suami dan juga ibu yang sudah lama menantikan malaikat kecil ini.Senyum mengembang di bibirku tatkala membayangkan betapa bahagianya Mas Rey dan ibu mengetahui hal ini.

Aku tidak pulang ke rumah karena katanya Mas Rey pulang malam, bahkan kemungkinan akan menginap, tetapi aku sudah tidak sabar untuk memberitahukan kabar gembira ini.

Aku menuju rumah ibu mertua. Wanita yang sudah melahirkan suamiku itu juga harus segera tahu perihal berita bahagia ini.

Aku kecewa saat sampai di rumah ibu ternyata sepi. Ke mana mereka? Padahal aku sudah membayangkan akan mendapat sambutan luar biasa dari mertuaku itu.

Kukeluarkan ponsel dan menghidupkan GPS untuk mengetahui keberadaan Mas Rey. Dahiku mengernyit saat GPS di ponselku menunjukkan Mas Rey sedang berada di suatu tempat yang tidak jauh dari rumah mertuaku ini. Kuikuti arah GPS hingga sampailah di sebuah rumah yang sedang mengadakan acara pesta yang sudah dipastikan itu adalah pesta pernikahan, tampak dari janur kuning yang melengkung di depan tenda.

"Siapa yang sedang menikah?" Gumamku. 

"Kalau teman atau kerabat Mas Rey biasanya aku selalu diajak ikut serta, tumben sekarang tidak?" Aku terus berbicara pada diri sendiri sambil sesekali menggelengkan kepala. Pikiranku mulai tidak karuan.

Aku turun dari mobil dan mendekat ke acara itu. Entah kenapa aku sangat penasaran tentang siapa yang sedang menikah sehingga aku tidak diajak. Mataku terbelalak saat melihat seorang lelaki yang aku cintai sudah duduk di pelaminan dengan seorang wanita. Ia menggenggam erat  pengantin wanita yang duduk di sampingnya. Aku ingin memberinya kejutan malah aku yang dikejutkan dengan kenyataan yang tidak kubayangkan sebelumnya.

"Mas Rey, benarkah itu, kamu, Mas?" Aku mencubit pipiku berulang-ulang, berharap ini hanya mimpi.

Aku hendak maju ke pelaminan dan ingin melabraknya sekarang juga, tetapi kuurungkan. Menurutku, tindakan itu dapat mempermalukan diriku sendiri juga. Apalagi mereka sudah menikah kalau pun kulabrak tidak menjamin Mas Rey akan kembali padaku.

Aku memilih berbalik dan segera pulang setelah mengambil gambar Mas Rey yang sedang tersenyum lebar di pelaminan. 

Aku segera mengambil koper dan memasukkan semua pakaian Mas Rey kemudian meletakkan di luar. Jika kamu bisa memberiku kejutan, aku juga bisa memberimu kejutan, Mas. Aku memang mencintaimu, Mas, tetapi aku hanya wanita biasa yang tidak akan mau diduakan.

"Aku tunggu kepulanganmu di rumah ini, Mas."  Aku kembali tersenyum kala membayangkan kenyataan yang sangat menyakitkan ini.

Setelah ini aku akan minta pisah dan kamu harus pergi dari sini karena rumah ini sudah menjadi milikku. Sekarang aku hanya tinggal menunggu reaksi Mas Rey saat mengetahui kopernya sudah berada di luar.

    

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Sama2 memberi kejutan ya, coba tebak siapa yg lebih terkejut............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status