Cepat kugoyangkan kepala ke kiri kanan. Tidak! Aku tidak boleh menyerah. Memberikan Mawar hidup bahagia dengan Mas Hamdan, gak bisa egois memikirkan diri sendiri. Tanpa mementingkan Delia. Sudah banyak peristiwa orangtua bercerai lalu anak menjadi korban broken home. Harusnya itu menjadi pelajaran untukku.
"Bundaaa, Delia bisa!" pekik anakku saat waktu pulang sudah tiba, ia memeluk lalu melepaskan melompat-lompat girang.
"Anak Bunda, pintar," ucapku seraya berjongkok lalu mencium pipi Delia.
"Ayo sekarang kita pulang!" ajakku menggendong putri kecil tapi dia memberontak.
"Tidak, Bunda. Lia sudah besar, jangan digendong." Dia meminta diturunkan, membuatku kewalahan lalu minta agar dia diam untuk bisa menurunkannya.
"Oke-oke, anak Bunda sudah besar. Ayo kita pulang," ajakku lalu masuk ke taksi yang telah dipesan sejak tadi.
Setelah sampai rumah, bergegas masuk untuk mengistirahatkan tubuh. Sungguh letih raga ini, padahal hanya dudu
Hamdan masuk ke kamarnya dan Maura tetapi tidak menemukan wanita itu. Melangkah menuju bilik Delia, lalu tatapan menangkap pandangan keseruan anak dan sang istri. Senyuman pria tersebut terukir, ikut bergabung duduk di samping Maura."Sayang ... lagi apa nih anak Ayah? kok Ayah gak di ajak," ujar Hamdan mengusap surai Delia.Delia menoleh mendengar ucapan sang Ayah. "Ayah sibuk terus, sampe gak bisa ngajak Lia jalan-jalan," ketus Delia membuat Hamdan terdiam."Maafin Ayah, Sayang. Ya sudah, besok kita jalan-jalan yuk!" ajak Hamdan lembut dibalas gelengan Delia."No ... Ayah. Lihat di sana, Lia tadi habis sekolah langsung jalan-jalan sama Bunda." Tolak Delia menunjukan beberapa tote bag yang belum dirapikan."Maaf, kapan-kapan kita liburan deh," kata Hamdan lalu mendongak melirik Maura yang membuang muka saat dia menatapnya."Mas ... aku izin mau jalan-jalan lusa sama Mawar, Delia mau aku titipkan ke Mama dulu." Mendengar ucapan san
Maura telah berpakaian rapi, wanita itu sudah mendandani Delia dengan sangat imut. Membuat semua orang yang melihat ingin menciumnya. Bulu mata lentik Maura mengerjap, dia sangat tampil menawan. Setelah puas memandang pantulan di cermin, bergegas turun menggandeng Delia."Asik ... Delia main ke rumah Oma lagi," pekik Delia girang membuat Maura tersenyum.Mawar terbengok melihat meja makan penuh makanan begitu pula Hamdan. Air liurnya sampai menetes saat melihat hidangan di hadapan itu semua kesukaan dia dan Delia. Pria tersebut langsung beralih menatap Maura, memandang dengan senyuman gembira lalu mendekat mengecup pipi sang istri membikin Mawar cemburu."Terimakasih, Sayang. Aku tau kamu tidak akan membiarkan aku sampai melupakan hasil masakan terlezat dari hasil tangan cantikmu," puji Hamdan lalu matanya terpana saat melihat penampilan baru sang istri."Kamu cantik banget, Sayang." Puji Hamdan memegang pipi Maura hendak mencium bibir ranum itu tet
"Buah tidak akan jauh jatuh dari pohonnya," batin Indah berseru, tangannya mengepal saat mengingat peristiwa itu."Kamu tidak berbohong'kan?" tanya Indah menatap wajah Maura yang berlinang air mata.Maura mendongak mendengar nada emosi di suara Indah, wanita itu langsung menggeleng. "Tidak, Bu. Ini buktinya, mereka berzina. Aku meminta warga yang menvideokan agar tidak menviralkan ini," jelas Maura menyodorkan handphone.Napas Indah memburu melihat video penggerebekan sejoli mesum. Ia tercenah saat mendengar bahwa Maura memilih menikahkan mereka. Memberikan handphone itu kembali pada pemiliknya ia menatap manik yang menyejukan kalbu."Beri hukuman pada Mawar, agar dia jera," ucapan Indah membuat Maura terkejut."Kenapa kamu malah menikahkan, mereka?" tanya Indah menarik lengan Maura agar mereka duduk di kursi."Maaf, Bu. Itu caraku untuk membalas mereka," seloroh Maura pelan."Jika Ibu menjadi kamu, Ibu lebih memilih pergi
Maura dan Mawar dalam perjalanan pulang, mereka tak ada yang berbicara sepatah katapun. Jam enam tepat sampai ke kediaman orangtua Hamdan, bertamu sebentar lalu mengajak Delia karena harus sekolah. Sehabis sampai di rumah, Delia langsung menyuruh ini itu pada Mawar."Mas ... Aku sangat lelah, tapi Delia terus menyuruhku," keluh Mawar saat menjatuhkan tubuhnya di sofa, melihat suaminya telah rapi dengan setelan jas."Sudahlah, bersabar saja. Aku berusaha agar kita bisa menikah secara sah agama dan negara," rayu Hamdan agar tidak mendengar keluhan istrinya."Kamu juga harus belajar menjadi istri yang baik, kamu harus banyak belajar dari Mbakmu," ujar Hamdan membuat Mawar mengerucutkan bibirnya."Serius Mas? bukannya kita hanya," ucapan Mawar terhenti saat melihat Maura mendekat."Mas, aku pergi antar Delia dulu," kata Maura lalu tangannya ditahan Hamdan."Aku antar ya," ucap Hamdan meraih tas kerja meninggalkan Mawar sendiri di rum
Hamdan keluar dari mobil, melihat kendaraan roda empat dibagasi. Matanya membulat, apalagi mengingat pengeluaran Maura beberapa hari yang lalu. Melangkah cepat masuk ke rumah, disambut oleh Mawar dengan wajah masam. Tak terlihat sang buah hati dan istri pertamanya."Mas ...!" pekik Mawar membuat Hamdan terkejut."Apaan sih kamu, War. Ngomong sama Mas sampe nada tinggi gitu!" geram Hamdan menatap tajam istri keduanya.Mawar langsung menunduk saat tau dia salah, Hamdan mengembuskan napasnya lalu menerobos masuk menjatuhkan tubuh ke sofa. Untuk menarik perhatian sang suami, Mawar berusaha melayani sebaik mungkin. Lelaki itu sampai terbingung-bingung, melihat tingkah si istri kedua tersebut."Tumben kamu gini," ujar Hamdan karena biasanya Mawar setelah melihat dia hanya keluhan yang keluar."Kamu tidak adil sebagai suami, Mas." Perkataan Mawar membuat Hamdan mengeryitkan alisnya bingung."Maksudmu apa, sih! Ngomong yang jelas, biar Mas tau," sah
Ternyata Hamdan benar-benar meninggalkan Mawar di rumah. Tapi dia tak lupa memberikan beberapa lembar uang pada istri keduanya. Dia tak mau dianggap tak bertanggung jawab. Tujuan mereka adalah pantai.Senyuman terukir di bibir Delia, pekikkan bahagia keluar dari mulut. "Ah ... Delia bahagia bisa jalan-jalan sekeluarga lagi," ucap gadis itu, dia meminta agar Hamdan dan Maura sedikit menunduk mendaratkan kecupan di pipi orangtuanya."Bun, ayo kita berenang," ajak Delia menarik lengan Maura."Nanti, Sayang. Kita harus cari hotel dulu," sahut Maura membuat Delia mengerucutkan bibirnya."Sudah kalian berenang aja gih, nanti Mas yang cari hotelnya," seru Hamdan dibalas anggukan keduanya."Makasih Ayah, Lia sayang Ayah," kata Delia memeluk kaki Hamdan.Maura tersenyum melihat kebersamaan keluarga kecil tanpa diganggu. Ia tengah menikmati bahagianya kalau Hamdan tidak membawa Mawar dalam rumah tangga mereka. Seketika hati wanita itu nyeri mengingat
"Mbak! Apa-apa sih, bikin kaget aja," ketus Mawar mengusap dadanya lalu menatap sinis pada Maura."Kamu tuh, kamu masukin apa ke kopi Mas Hamdan?" tanya Maura sekali lagi lalu mengambil keresek hitam itu."Itu gula, Mbak. Kamaren aku beli gula, soalnya stok gula habis, tapi aku beli dikit doang," seru Mawar lalu mengaduk kopi itu dan melangkah menuju Hamdan berada."Kukira dia mau pelet Mas Hamdan," gumam Maura mengurut keningnya, mungkin dia masih kecapean jadi pikirannya ke mana-mana."Aku tidur aja deh," tutur Maura.Melangkah menuju kamar, ia malu kalau harus ke sana dan menemui Hamdan. Pasti wanita itu sudah bilang pada sang suami, atau bahkan melebih-lebihkan. Menatap langit-langit kamar, memilih memejamkan mata."Ini Mas," ucap Mawar menyodorkan kopi."Makasih, War." Hamdan mengambil secangkir kopi itu lalu ia tiup dan seruput."Kenapa Maura lama sekali?" tanya Hamdan melirik dapur lalu Mawar yang bersa
"Kenapa mundur Sayang, gak usah malu-malu ---," ucapan lelaki itu terhenti saat suara pintu terbuka membuat dia menoleh."Anda siapa! Anda salah masuk toilet," tegur perempuan yang tadi sempat tertidur dan mendengar suara lelaki di dalam toilet wanita."Oh maaf, saya juga habis minta maaf dengan Mbak, ini. Ya sudah, saya pergi." Lelaki itu langkah melangkah keluar sedang malas mencari keributan."Kamu gak papa, Mbak?" tanya penjaga toilet wanita, Mawar mengangguk dan mengucapkan terimakasih.Mawar melangkah dengan cepat bahkan bisa di sebut berlari. Wanita itu langsung memeluk lengan Hamdan. Ia menelusupkan wajahnya ke dada sang suami."Ada apa, Sayang?" tanya Hamdan membelai surai Mawar."Ayo kita pulang," pinta Mawar, pria itu langsung mengiyakan keinginan sang istri."Ternyata dia sudah punya suami, pasti sudah hambar," ucap lelaki itu lalu melangkah pergi menemui kekasihnya.Mawar saat sampai langsung masuk ke kamar. Maura