Share

Di Atas Ranjang Dokter Sonya
Di Atas Ranjang Dokter Sonya
Author: Gallon

1. Kenapa Kamu Bunuh Anak Kita?

“Sonya aku turut berduka atas kematian Janu, anak kamu,” ucap Sugeng saat bertemu Sonya di salah satu acara seminar kedokteran.

Sonya berjuang menelan ludahnya saat mendengar perkataan Sugeng salah satu rekan sejawatnya di rumah sakit. Sonya berjuang menutupi kesedihannya dengan senyuman manis miliknya. “Terima kasih Dokter Sugeng.”

“Aku tidak menyangka musibah itu menimpa, Janu,” ucap Sugeng dengan wajah penyesalan.

Siapa yang menyangka musibah akan menimpa seseorang? Andai musibah bisa disangka, semua orang pasti berlomba-lomba mencegahnya. Sonya menelan ludah dengan susah payah tenggorokannya tercekat. Andai ia bisa mengulang waktu, ia akan melakukan apa pun untuk mengembalikan Janu ke dunia ini.

“Sonya ....” Sugeng menyentuh lengan Sonya berusaha untuk menyadarkan Sonya dari lamunannya.

“Ah ... iya, bagaimana?” tanya Sonya sembari kembali menunjukkan senyumannya untuk menutupi kegalauan dan kesedihan hatinya.

“Aku ....”

“Sonya, Sayang sudah selesai?”

Suara lelaki di belakang Sonya membuat Sugeng menghentikan perkataannya dan menatap lelaki pemilik suara yang ada di belakang tubuh Sonya.

“Pak Emir, saya mengucapkan bela sungkawa,” ucap Sugeng saat melihat Emir yang berdiri di belakang Sonya.

“Terima kasih, Pak ....” Emir menatap Sonya yang ada di sampingnya meminta bantuan karena dirinya tidak mengetahui siapa lelaki yang saat ini berdiri di hadapannya.

“Sugeng, dia Dokter Sugeng ahli bedah di rumah sakit aku.” Sonya langsung membantu suaminya yang tidak tahu siapa Dokter Sugeng.

“Terima kasih Dokter Sugeng, ucapan Anda sangat berarti,” ulang Emir sembari menjabat tangan Sugeng dan memberikan senyuman terbaik miliknya.

“Saya benar-benar kaget mendengar beritanya dan awalnya saya menyangka kalau kematian anak Anda akan mempengaruhi hubungan Anda karena menurut kabar burung anak Anda meninggal tercebur ke kolam saat dalam pengawasan Anda, Pak Emir,” ucap Sugeng polos, dia sama sekali tidak tahu imbas dari perkataannya akan membuat Sonya terguncang dan kembali mengingat peristiwa itu.

Tubuh Sonya bergetar saat mendengar perkataan Sugeng, “Say—“

“Kami baik-baik saja, pernikahan kami baik-baik saja dan terima kasih atas perhatiannya Dokter Sugeng tapi, saya dan Sonya tetap saling mencintai dan harmonis. Kami, tetap berjuang dengan perkawinan ini,” potong Emir sembari menyusupkan jemarinya ke pinggang Sonya dan merapatkan tubuh mereka berdua berusaha untuk menahan bobot tubuh Sonya yang sudah hampir terjatuh karena lututnya terlalu lemah untuk menahan bobotnya lagi akibat mendengar perkataan Sugeng.

“Wah ... saya bersyukur mendengarnya, saya berharap pernikahan kalian berjalan sebaik mungkin dan menjadikan kejadian ini sebagai perekat pernikahan kalian bukan sebagai pemecah.” Sugeng memberikan saran pada Sonya dan Emir, pasangan yang menurut Sugeng adalah pasangan yang sangat serasi dan akan sangat disayangkan bila pasangan di hadapannya itu berpisah.

“Terima kasih atas doanya, Dok, saya dan istri saya pamit dulu,” ucap Emir sembari merangkul lebih erat pinggang Sonya dan mendorong dengan lembut pinggang Sonya agar pergi menjauhi Sugeng.

“Saya permisi dulu, Dok, saya tadi sudah izin pada panitia acara untuk pulang duluan karena kami ada acara keluarga,” ucap Sonya seraya melambaikan tangannya ke arah Sugeng.

Sonya dan Emir pun berjalan ke arah parkiran mobil dan masuk ke dalam mobil Sonya berkata pelan, “Kita jadi ke tempat ibu?”

“Iya, kita jadi ke tempat ibu.”

Sonya mencium wangi mobil Emir yang tercium wangi parfum lain, dia sangat hafal wangi parfum suaminya dan juga wangi parfum dirinya. Tapi, dia tidak hafal dengan wangi parfum mawar yang ada di mobil Emir.

“Kenapa?” tanya Emir pada Sonya yang terlihat kebingungan.

“Ini wangi siapa? Kamu ganti parfum?” tanya Sonya dan membuat Emir kaget. “Kamu ganti wangi parfum kamu?”

“Hah ... nggak, apa sih ini wangi biasanya aja, kamu ngaco, Sayang,” ucap Emir sembari membuka kaca jendela Sonya dan dirinya, berusaha membuang wangi apa pun yang ada di mobil itu.

“Wanginya parfum mawar dan mirip kaya wangi parfum murahan, Emir,” ucap Sonya sembari mengendusi sekitarnya. “Kamu bawa Lo—“

“Ngarang aja kamu, Sonya,” potong Emir sembari menjalankan mobilnya ke arah kemacetan ibu kota.

***

“Sonya, Emir, Ibu senang kalian datang untuk makan malam, Ibu kesepian ini,” ucap Parwati yang datang menyambut Sonya dan Emir. Dengan cepat Parwati memeluk Sonya dan mengapit lengan Sonya.

“Kamu sehat, Sonya? Kamu makan benar kan? Kamu makan, makanan yang Ibu masakkan dan kirim ke rumah sakit setiap makan siang kan?” tanya Parwati yang sangat menyayangi Sonya seperti anaknya sendiri itu.

“Iya, Bu, Sonya makan makanan Ibu setiap hari,” jawab Sonya.

“Bagus, Ibu nggak mau kamu sakit karena makan-makanannya sembarangan ingat mag kamu,” ucap Parwati sembari berjalan ke arah meja makan dan mempersilahkan Sonya duduk.

“Emir nggak di tanya, Bu?” tanya Emir yang sedikit kesal karena tidak di sapa sama sekali oleh Parwati yang notabene adalah Ibu kandungnya.

“Emir kamu juga ibu suka kasih makan siang juga, kan.” Parwati mencium pipi anak semata wayangnya itu.

“Iya, sih, tapi, masa hanya Sonya yang di sapa aku nggak, kan aku anak Ibu,” keluh Emir.

“Eh ... kalian berdua anak-anak Ibu, Ibu sayang kalian berdua tidak ada beda,” ucap Parwati sembari duduk di kursi miliknya dan mulai meminta pembantunya untuk menyiapkan makanan.

“Ibu sehat?” tanya Sonya sembari melihat kondisi Parwati untuk memastikan kalau mertuanya ini dalam keadaan sehat walafiat walaupun memiliki penyakit jantung yang sudah parah hingga sudah dipasang tiga buah ring di jantungnya.

Parwati menggenggam tangan Sonya dan berkata lembut, “Ibu akan selalu sehat, Nak, selama kalian berdua sehat dan akur.”

Sonya memaksakan senyumannya saat mendengar perkataan Parwati, bahu Sonya terasa berat seolah tertimpa beton yang sangat besar dan membuat bahunya sangat sakit. “Iya, Bu ....”

“Walau Ibu tahu semenjak kematian Janu, ini semuanya akan berat. Ibu paham, Nak, Ibu ....” Parwati mengusap air matanya dengan menggunakan punggung tangannya.

“Bu, kami baik-baik saja, Ibu tidak usah khawatir,” ucap Sonya sembari menggenggam tangan Parwati berusaha memberikan kekuatan pada mertuanya walaupun sejujurnya saat ini dirinyalah yang sangat membutuhkan sokongan dari orang lain.

“Kalau ada apa-apa kasih tahu Ibu, Ibu mohon Sonya, Ibu sayang sama kamu,” ucap Parwati yang langsung di jawab anggukkan oleh Sonya dan mereka kembali makan malam dengan penuh kehangatan keluarga yang menurut Sonya sangat semu.

***

Setelah sampai ke rumah Sonya langsung ke kamar mandi dan membersihkan dirinya, saat Sonya keluar dari kamar mandi ia mendapati Emir yang sedang duduk di sofa sembari menatap kolam renang yang ada di samping kamar mereka.

“Emir ....”

“Ya?” jawab Emir sembari mengalihkan pandangannya dari kolam renang ke arah Sonya.

“Kenapa kamu bunuh anak kita?” tanya Sonya.

“Maksud kamu apa, Sonya?”

***

Comments (23)
goodnovel comment avatar
Lia Helita
dokter sugeng ga sopan..kaya emak2 aja kepo
goodnovel comment avatar
CHë Mömö
cerita sangat menarik
goodnovel comment avatar
Ibu Maimunah
ceritanya sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status