Share

6. Ke mana Emir?

"Kenapa aku nggak mati aja, sih, Bu?" tanya Sonya dengan tatapan kosong.

"Nak, nggak boleh ngomong gitu," Parwati yang sedang menyuapi Sonya menahan tangisnya saat mendengar perkataan Sonya, hatinya benar-benar sakit saat mendengar perkataan menantu kesayangannya itu.

"Kadang aku ngerasa kalau semua kesakitan di hidupku, nggak ada habisnya," ungkap Sonya pelan.

"Sonya Tuhan tidak akan mungkin memberikan cobaan pada umatnya bila umatnya tidak sanggup melaluinya, Sonya," bisik Parwati mencoba menyemangati Sonya sembari menyuapkan makan siang ke mulut Sonya.

Dengan malas Sonya membuka mulutnya dan berjuang mendorong makanan yang mertuanya itu suapkan. "Tapi, Sonya udah nggak sanggup, Bu. Sonya nggak sanggup, Sonya mau mati aja, Bu," isak Sonya.

"Sonya ... Sonya maafkan Ibu, tapi, Ibu harus menandatangani surat persetujuan tindakan medisnya, mereka bilang kamu harus secepatnya dioperasi kalau tidak nyawa kamu tidak tertolong," isak Parwati sembari memeluk tubuh Sonya dengan erat. "Maafkan Ibu, maafkan Ibu."

Sonya hanya bisa menepuk tangan mertuanya dan menangis sesenggukan di pelukan Parwati dan membatin, "Kalau boleh memilih aku lebih baik mati dari pada mengalami ini semua, aku nggak sanggup Tuhan. Kenapa hidup aku seberengsek ini?"

"Bu ... Sonya nggak sanggup." Hanya kalimat itu yang bisa Sonya lontarkan saat ini.

"Kamu sanggup, Sonya. Ibu yakin kamu sanggup ada Ibu dan Emir yang akan selalu membantu dan menemani kamu, Sonya," ucap Parwati sembari mengecup kening Sonya.

Seolah tersadar kalau dirinya memiliki seorang suami sialan bernama Emir yang entah di mana batang hidungnya karena sudah dua hari setelah Sonya melakukan operasi yang mengubah masa depannya itu, Sonya sama sekali tidak melihat Emir.

"Bu," panggil Sonya pelan.

"Iya, Nak?" tanya Parwati sembari menyuapkan kembali makan siang Sonya.

"Ke mana Emir? Ke mana suami aku?" tanya Sonya setelah menelan makanannya dan berbicara dengan nada mencemooh.

Parwati terdiam mendengar pertanyaan Sonya, karena sejujurnya dirinya sama sekali tidak tahu di mana keberadaan anak semata wayangnya itu. Sudah Parwati hubungi semua nomor ponselnya dan nomor perusahaan bahkan Parwati mendatangi perusahaan Emir.

Parwati hanya di sambut oleh satpam dan sekretaris pengganti karena sekretaris Emir sedang cuti. Emir sama sekali tidak ditemukan di mana keberadaannya.

"Ibu minta maaf lagi, Nak, Ibu sudah mencari Emir ke mana-mana tapi, Ibu sama sekali tidak menemukan keberadaannya, Sonya." Parwati merasa sangat bersalah karena anaknya sama sekali tidak bisa di temukan di mana pun juga.

"Kenapa di saat aku butuh dia, dia selalu nggak ada ....” Sonya mencengkeram selimut rumah sakit dengan kedua tangannya berharap dengan mencengkeram selimut itu bisa menyalurkan amarahnya.

"Emir pasti sibuk dan kesulitan mendapatkan sinyal di tempat kerjanya, dia kan sedang ada proyek." Parwati berusaha menenangkan Sonya dengan informasi yang dikarangnya, berharap Sonya mau mengerti dan memaklumi Emir. Parwati berjanji di dalam hati setelah menyuapi Sonya dirinya akan mencari ke mana anaknya itu dan menyeretnya untuk menemani Sonya.

"Oh ...." Sonya sama sekali tidak mau memikirkan apa pun lagi, dia  sudah tidak berharap lagi dari suaminya itu dan Sonya sudah tahu di mana suaminya itu berada. Sonya yakin kalau suaminya itu sedang bersama Miskah.

Tok ... tok ....

"Masuk," ucap Parwati sembari membereskan tempat makan Sonya.

Seketika itu juga masuk perawat sembari membawa perlengkapan waslap, "Bu, kami waslap, yah."

"Nggak usah saya saja, Suster," ucap Parwati sembari mengambil perlengkapan waslap dengan sigap.

"Bu, nggak usah biar mereka saja yang waslap aku, aku nggak apa-apa kok," ucap Sonya yang merasa tidak enak hati bila mertuanya itu yang menwaslap dirinya.

"Nggak papa, Ibu masih sanggup kok mengurus kamu, biar Ibu saja," paksa Parwati sembari mempersiapkan segalanya.

Sonya terdiam dan menghela napas pelan, hatinya merasa hangat sekaligus sakit saat melihat betapa telaten mertuanya mengurus dirinya, hal itu membuat Sonya makin merasa tidak enak hati bila meninggalkan Emir. Oh ... Tuhan apa yang harus dia lakukan? Dia ingin bebas dari Emir namun, dia tidak ingin menyakiti hati mertuanya.

••

Brak ....

Pintu kamar perawatan Sonya terbuka dengan kasar, sesosok pria yang sangat Sonya kenal berdiri menjulang di sana kemudian menatap Sonya dengan tatapan kesal bercampur marah. Pakaian pria itu terlihat santai, mirip dengan seseorang yang baru pulang dari liburan.

“Hai ... Emir, masih hidup kamu?” tanya Sonya santai.

"Sonya!?" sentak Emir sembari berjalan masuk dan menutup pintu kamar dengan keras.

Sonya yang sedang asyik memakan makan siangnya tersenyum sinis saat melihat suaminya itu mendekati dirinya, Emir baru datang menjenguknya setelah lima hari menghilang entah ke mana. Ludruk sekali kelakuan suami sialannya itu.

"Iya, Emir ada apa?" tanya Sonya dengan nada malas. Datar tanpa emosi.

"Kenapa kamu operasi angkat rahim? Kamu gila?!”

••

Komen (28)
goodnovel comment avatar
Sasya Sa'adah
iya, kenapa diangkat rahimnya karena salah satu penyebab kamu juga yang suka jajan diluar imbasnya ke Sonya kena penyakit
goodnovel comment avatar
Iky 1502
hahahahaha
goodnovel comment avatar
Panji Tomagola Yahya
menarik dan asyik cerita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status