“Ngapain sih, Tante harus ikut ke sekolah Hana?” tanya Hana saat ia dan Sonya sedang duduk di sofa ruang tamu.Sonya melirik Hana yang sedang memakan popcorn dan melihat layar TV, anak kecil itu sedang berusaha untuk mengabaikan Sonya namun, melontarkan pertanyaan yang membuat Sonya ingin meremas wajahnya. “Emang kamu nggak suka Tante ke sekolah kamu?” tanya Sonya sambil mengambil pop corn dari mangkuk yang Hana pegang dan sontak membuat Hana mengerucutkan bibirnya kesal.“Tante nggak perlu tahu perasaan aku, aku kan hanya tanya ke Tante, Tante ngapain ke sekolah aku? Padahal yang ditelepon dan dipanggil kan, Daddy bukan Tante.” Hana memasukkan beberapa butir jagung popcorn dengan wajah dingin.Sonya hampir saja tersedak saat melihat wajah Hana yang menyebalkan, mirip seperti Awan saat meninggalkan dirinya di Gunung Kidul. Like father like daughter.“Kamu tanya Daddy kamu kenapa dia ke rumah sakit dan minta Tante ke sekolah kamu,” jawab Sonya mencoba untuk santai sambil mengambil pop
“Maksud Tante? Janu di surga sama Mama?” tanya Hana dengan suara tercekat, ia tahu Ibunya sudah meninggal. Aira dan Awan selalu bercerita kalau Mamanya bukan seenaknya meninggalkan Hana dan Haikal, tapi, Mamanya meninggalkannya karena ingin mereka berdua hidup dan Mamanya berjuang bertaruh nyawa untuk menyelamatkan mereka berdua, yang artinya Hana dan Haikal harus bisa menjaga dirinya demi Mamanya.“Iya Sayang, Janu di surga sama Mama kamu dan ….” Sonya berusaha untuk mencari kata yang mudah dan gampang dicerna anak seusia Hana.“Apa? Dan apa Tante?” isak Hana yang tiba-tiba merasa sedih karena tidak bisa mendapatkan kasih sayang seorang Ibu dari semenjak bayi dan ia selalu iri dengan teman-temannya yang selalu pulang dijemput oleh ibunya sedangkan dia hanya dijemput oleh Aira atau Awan.“Dan dia di jaga sama Mama kamu, jadi, kamu dan Haikal ….” Sonya mengusap pipi putih Hana, dan mencium keningnya dengan bibir yang bergetar karena menahan tangis, “Tante yang jaga di sini, boleh?”“Ma
"Hei ...."Sonya mengerjapkan matanya saat mendengar suara panggilan yang membangunkannya, "Hei."Suara Sonya yang serak terdengar sensual di kuping Awan, ia suka mendengar sambil melihat muka bantal Sonya yang menurutnya menggemaskan. "Maap aku kelamaan," bisik Awan sambil mengecup bibir Sonya dan melirik Hana yang sedang tertidur memeluk Sonya. "Nggak apa-apa, jam berapa ini?" tanya Sonya sambil mengucek matanya, ia merasa kalau dirinya sudah tidur sangat lama. Setelah ia dan Hana menangis, Hana tidak mau melepaskan pelukkannya hingga akhirnya Sonya berinisiatif untuk membawa Hana ke kamar tidur. Sonya mencoba menenangkan Hana yang terus menangis di dadanya hingga akhirnya mereka berdua tertidur di kamar."Jam setengah sembilan," sahut Awan sambil merapikan anak-anak rambut Sonya agar ia bisa melihat wajah cantik wanita itu. "Kamu lama banget cari makannya, Wan," bisik Sonya sambil meraih tangan Awan dan mengecup ujung jarinya, andai tidak ada Hana di sana mungkin saat ini Sonya
"Kamu yakin nggak butuh aku?" tanya Awan sambil melihat Sonya yang hilir mudik di hadapannya dengan hanya mengenakan pakaian dalam berwarna hitam yang membuat Awan ingin menarik pakaiannya dan memenjarakan tubuh Sonya di bawahnya."Nggak," jawab Sonya sambil membungkuk mencari pakaian yang paling sesuai untuk ia kenakan."So ...." Awan menggigit tangannya sendiri saat melihat bokong Sonya yang kencang terarah pada dirinya, Awan bersumpah seandainya Sonya saat ini mengenakan sepatu hak tinggi mungkin wanita itu sudah terdorong ke dinding dan habis oleh dirinya. Awan menarik selimut dan menekan selangkanya lalu mengalihkan pandangan matanya, bisa gila bila ia terus memandangi Sonya. "Wan ... Awan," panggil Sonya."Ap-apa!!" pekik Awan kaget saat mendapati Sonya sudah ada di sampingnya dan pandangan matanya disuguhkan belakan payudara Sonya yang tampak menakjubkan."Ampun, kamu kenapa?" tanya Sonya kaget mendengar teriakan Awan, spontan ia menjauhi Awan, "kamu kaya lihat hantu.""Iya, h
"Kamu anggap saya apa?" tanya Sonya sambil mencoba untuk menahan emosinya, tadi dia sudah kelepasan dan keluar kata Jin Tomang dan Sonya tidak mau keluar lagi kata-kata lainnya yang bisa membuat semua orang di ruangan itu sesak napas."Seingat saya Ibu ini calon istri Pak Awan," ucap Gina.Sonya menyadari kalau dirinya terlalu terbawa emosi sehingga ia lupa kalau saat ini statusnya belum menikah dengan Awan, sial … lagi-lagi emosi menyelimuti dirinya hingga ia lupa hal yang sangat penting. “Tapi, saya sudah menjadi Ibu Haikal, dari awal saya bersama Awan saya sudah menganggap Haikal anak saya dan lagi ….” Sonya memutar otaknya agar saat ini masalah kembali fokus pada Haikal bukan pada statusnya, hatinya sakit dan marah saat mengetahui Haikal diejek sampai sebegitunya oleh Sean!“Apakah karena Ibu Haikal sudah meninggal saat berjuang melahirkan Haikal dan Hana ke dunia ini maka Haikal pantas diejek seperti itu? Ayolah … bukan kemauan Haikal kalau Ibu kandungnya meninggal akibat berjua
"Tapi ...." Haikal protes karena dia merasa tidak bersalah sama sekali, ayolah ... yang pertama kali membuat ulah adalah Sean, andai anak itu tidak menghinanya mungkin dia tidak memukulnya.Sonya menepuk punggung tangan Haikal dan memberikan sorot mata 'percaya sama aku' pada Haikal. "Kamu Mommy hukum karena memukul orang, Mommy tidak suka kamu melakukan kekerasan jadi, Mommy hukum kamu dengan memutuskan sambungan wifi, uang jajan kamu Mommy potong dan kamu dilarang keluar rumah kecuali ke sekolah." "Baik," jawan Haikal pasrah."Sekarang minta maaf pada Sean karena kamu sudah memukul dia bukan karena kamu membela diri akibat ucapan dia yang menyakiti hati kamu," pinta Sonya lagi, "Mommy nggak suka kekerasan."Haikal mengerucutkan bibirnya karena kesal, argh ... Sonya dan Awan sama saja selalu memberikan hukuma yang membuat dirinya kesal. "Tapi, dia bilang aku nggak punya Ibu dan dia selalu bilang itu setiap hari, berulang-ulang.""Haikal, Mami minta kamu untuk meminta maaf karena tel
Sonya melambaikan tangannya dan tersenyum memyebalkan pada Vivi yang saat ini mengacuhkan dirinya sambil berjalan ke arah parkiran mobil bersama Gina, sedangkan Sean sudah kembali ke kelas. "Tante," panggil Haikal sambil menarik-narik ujung blouse Sonya. Sonya menoleh ke bawah dan mendapati wajah Haikal yang menatapnya polos, entah kenapa sorot mata Haikal terlihat lebih lembut dan memuja dirinya mirip seperti Awan. "Iya, Sayang ada apa?""Tante tadi kenapa bela Haikal?" tanya Haikal sambil menarik pegangan tas ranselnya bergerak kikuk karena saat ini perasaannya bercampur aduk. Ada rasa kesal karena menerima hukuman dari Sonya, rasa malu karena sudah membuat ulah, rasa senang karena Sonya membelanya habis-habisan dan ada rasa bangga karena Sonya ternyata mampu untuk membungkam Vivi dan Sean yang sombong. Semua perasaan itu tercampur menjadi satu hingga membuat Haikal sadar kalau Sonya menyayangi dirinya tanpa syarat.Sonya berjongkok dan mensejajarkan pandangannya dengan Haikal, ta
"Udah?" tanya Hana saat melihat Haikal masuk kelas dan duduk di belakang. "Selesai dengan gemilang, dia ...." Haikal menunjuk Sean yang sedang berbicara dengan kawan-kawannya sambil mencuri-curi pandangan ke arah Hana dan Haikal, "udah minta maaf.""Kok bisa?" tanya Hana takjub, bagaimana caranya seorang Sean yang sangat angkuh, menyebalkan dan pencari perhatian bisa meminta maaf pada Haikal, bahkan pada awalnya Hana yakin kalau Haikal yang akan kena hukuman dari sekolah dan meminta maaf pada Sean. "Kamu nggak bikin ulah?"Haikal menggeleng dan tersenyum, dari bibirnya meluncur kata-kata yang menceritakan bagaiaman Sonya bisa mengeluarkan Haikal dari masalah bersama Sean dan betapa takjubnya Haikal dengan tindakan Sonya yang membelanya habis-habisan tadi di ruangan Gina. Selama Haikal bercerita Hana hanya bisa membulatkan matanya dan sesekali memekik kegirangan, Haikal tahu kalau Hana sangat bahagia mendengar semuanya dan Haikal yakin Hana pun mulai merasakan rasa sayang dari Sonya