Sonya dengan gusar berjalan di sepanjang lorong, sesekali dia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. "Aduh telat."Sonya sadar kalau dirinya sudah telat menjemput si kembar, perjalanan dari rumah sakit ke sekolah si kembar membutuhkan waktu kurang lebih satu jam dan saat ini bila Sonya memaksakan menjemput si kembar pasti dia tetap akan terlambat 20 menit.Tiba-tiba saja Sonya merasa tidak enak pada Hana dan Haikal yang harus menunggunya di sekolah selama itu, dengan cepat ia melangkahkan kakinya. Suara sepatunya terdengar di sepanjang lorong rumah sakit dan membuat beberapa pegawai rumah sakit yang mengenalnya menyapa dirinya. "Dokter Sonya.""Iya kenapa?" tanya Sonya sambil melirik kek kiri tapi tidak menghentikan langkahnya. "Ada apa Dokter Bana? Apa ada operasi?""Oh, bukan ... nggak ada operasi, saya hanya ingin menyapa dan ini kenapa buru-buru sekali?" tanya Bana bingung melihat Sonya berjalan seperti di kejar setan. "Iya, saya telat jemput anak-anak saya. Nggak tega s
Kring ... Kring ....Suara telepon terdengar dari dalam tas Sonya, dengan cepat Sonya mematikan mobilnya dan mengambil ponsel dari dalam tasnya. "Halo.""Kamu di mana? Udah sampai belum?" tanya Awan tanpa menjawab sapaan Sonya."Udah di parkiran, tadi di lampu merah macet banget," jawab Sonya sambil mengambil barang-barang miliknya dan keluar dari mobil."Oh ... oke," ucap Awan sambil mematikan sambungan telepon."Lah ... hei, Awan ...." Sonya melihat layar ponsel miliknya karena kaget Awan mematikan sambungan telepon, "Wan ... hei, Awan."Sonya dengan kesal memasukkan ponselnya ke tas dan bersiap keluar mobil, saat ia membuka pintu mobil ia merasakan hentakkan di pintu mobilnya."Ah ... ampun, Awan!" pekik Sonya kaget karena Awan sudah ada di sebelah mobilnya, wajahnya terlihat kelelahan dan rambutnya berantakan. Sonya ingat siang tadi lelaki itu pun berpenampilan sama. Rambut dan pakaian yang berantakan namun raut wajahnya penuh dengan kepuasan karena sudah menggauli dirinya. Sedangk
"Wah saya sangka Anda sudah tiada Om Fuad, karena dari kemarin saya sering berbincang dengan cucu Anda tidak satu pun dari mereka mengenal Anda," sahut Sonya dingin, sudahlah Sonya tidak peduli bila ia dibilang kurang ajar atau wanita hina sekali pun oleh kelurga Intan. Sonya sudah muak dengan prilaku mereka yang selalu menghina Awan.Mendengar jawaban Sonya sontak Fuad membanting garpu dan pisaunya ke meja membuat suara dentingan yang sangat keras hingga membuat beberapa orang yang ada disekitar mereka melirik penuh keingin tahuan."Kenapa? Merasa bersalah?" tanya Sonya santai sambil melepaskan genggaman Awan dan duduk di samping Hana dan Haikal. Sonya langsung menoleh pada Awan dan berbisik pelan, "duduk, Wan."Awan hanya bisa pasrah berada disituasi sangat canggung ini, ia berharap dengan kedatangan Sonya bisa membantunya keluar dari situasi tidak enak yang ia rasakan bersama Intan, Nirmala dan terlebih lagi Fuad, tapi setelah kedatangan Sonya situasi malah makin terasa tak enak aki
Mendengar pertanyaan Sonya, wajah Fuad otomatis memerah karena menahan amarah. Benar apa yang ia pikirkan, wanita bernama Sonya ini mengerikan bila sudah melontarkan kata-kata. Kata-katanya biasa namun penuh kebenaran dan sangat menusuk juga meluluhlantahkan harga dirinya. Parahnya, Sonya mengatakan itu semua di depan kedua cucunya.Tak dapat dipungkiri Fuad menyukai Hana dan Haikal, kedua anak itu terlihat ramah, rapi, baik, berpendidikan dan sangat terurus dengan baik. Rasanya melihat kedua cucunya itu seperti anak yang dilimpahkan berjuta kasih sayang oleh orang yang merawatnya, walaupun orang yang merawatnya adalah seorang pembunuh tapi, dia bisa mengurus Hana dan Haikal dengan baik. Bahkan, Fuad melihat seragam yang dikenakan Hana dan Haikal pun bukan seragam sekolah sembarangan."Bisa kamu ajarkan sopan santun calon istri kamu itu?" tanya Fuad sambil menahan amarahnya yang sudah di titik didihnya."Kenapa saya harus di ajarkan sopan santun, Om Fuad?" tanya Sonya dingin sambil me
"Ngaco!" seru Sonya geram."Bapak nggak salah ngomong?" tanya Sonya sambil ikut berdiri dan mendekati Fuad sehingga mereka saling berhadapan, sedangkan Awan berdiri di sampingnya."Saya sudah bilang saya mau anak-anak itu, pokoknya saya mau mengurus sendiri anak-anak itu tanpa ada campur tangan Awan, saya tidak mau sampai anak-anak itu ketakutan kalau sampai tahu kalau Daddy-nya sendiri yang bunuh ibunya!" sentak Fuad."Pa, sudah Pa, malu dilihat orang," bisik Intan sambil melihat kesekeliling restoran yang lumayan penuh itu, bahkan ada beberapa orang di meja sebelah yang kaget saat mendengar teriakkan Fuad dan memutuskan untuk meninggalkan meja makan karena merasa tidak nyaman."Kenapa harus malu? Ini kenyataan, lelaki itu sudah membunuh anak saya! Dia cekoki anak saya dengan pil penggugur kandungan dan dia bawa anak saya dengan mobil ugal-ugalan juga dalam keadaan dirinya mabuk hingga terjadi kecelakaan yang membuat anak saya meninggal!" sentak Fuad dengan suara yang sangat keras se
"Iya saya salah dan berdosa atau apa pun lah. Sematkan semua makian untuk saya karena mungkin saya telah melakukan dosa besar di mata Om, tapi, apakah seorang pendosa tidak bisa mendapatkan maafnya Om? Sehina itu kah saya?" tanya Awan mengiba berharap Fuad mau mendengar permintaan maafnya.Fuad menggerutu dengan kata-kata yang tidak dapat Awan pahami, "Saya nggak bisa.""Kenapa nggak bisa? Awan memang salah tapi di peristiwa itu Selena juga salah," ucap Sonya sambil melangkah selangkah ke depan, seolah melindungi Awan yang tadi ada di depannya."Sonya," bisik Awan yang tahu perkataan Sonya bisa menyulut api kemarahan Fuad dan benar saja Awan melihat percikan kemarahan Fuad di matanya."Kamu bilang anak saya juga salah?" tanya Fuad sambil menunjuk dadanya dengan nada suara bergetar. "Anak saya itu innocent (tidak bersalah)."Sonya tergelak menahan tawanya, "Ini Om mabok lem atau gimana sih?" tanya Sonya gemas, Sonya paham kasih sayang orang tua itu sepanjang waktu tapi, ayolah ... oran
"Ya ampun, Haikal!" teriak Sonya saat melihat apa yang terjadi. Awan yang saat itu memeluk Sonya, hingga tidak sadar dengan apa yang sedang terjadi di belakangnya berbisik pelan, "Sonya, kamu nggak apa-apa?"Sonya memundurkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Awan, "Haikal, H-Haikal, Wan.""Kenapa Haikal?" tanya Awan yang waswas karena melihat wajah Sonya yang kaget, Awan dengan cepat menolehkan kepalanya melewati bahu dan mendapati Haikal yang sedang berdiri dengan posisi ap changi (posisi tendangan depan dalam taekwondo) yang sangat sempurna."Astaga Haikal," teriak Awan sambil berdiri dan mendekati anak lelakinya itu, Awan makin kaget saat melihat Fuad yang sedang terduduk kaget sambil melihat Haikal. "Haikal, apa-apaan ini?"Haikal menurunkan kakinya sambil menatap Fuad dengan tatapan benci, "Daddy yang bilang kita harus sayang sama perempuan, nggak boleh kita pukul perempuan. Haikal nggak suka lihat Kakek mukul perempuan apalagi dia mau mukul Mommy," ucap Haikal tanpa mengalihka
Saat pintu tertutup Namira memutar tubuhnya dan berkata, "Pah ... sudahlah Pah, Papah harus legowo ... Mama udah nggak sanggup lagi kalau harus hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Mama ingin move on, izinkan Mama bermain dengan cucu-cucu Mama dengan tenang, Pah." "Mama nggak ingat betapa menderitanya Selena?" tanya Fuad yang tidak bisa menghilangkan perasaan sakit hatinya karena anak kesayangannya direbut begitu saja. "Papa sakit, Mah!"Namira menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menariknya kesal, rasanya ia ingin menyalurkan semua amarahnya ke setiap tarikan rambutnya yang menyakitkan. "Mama ... Mama," panggil Intan mencoba menenangkan Namira, Intan dengan cepat mendekati Namira dan memeluknya erat-erat, "udah, Mah.""Mama nggak kuat lagi, Intan ... Mama capek," bisik Namira sambil mengusap punggung Intan pelan, "rasanya hidup Mama seperti ini terus. Mama nggak kuat hidup dalam kubangan dendam dan perasaan dengki pada Awan. Mama nggak kuat, Mama ingin buka lembaran baru