Mendengar pertanyaan Sonya, wajah Fuad otomatis memerah karena menahan amarah. Benar apa yang ia pikirkan, wanita bernama Sonya ini mengerikan bila sudah melontarkan kata-kata. Kata-katanya biasa namun penuh kebenaran dan sangat menusuk juga meluluhlantahkan harga dirinya. Parahnya, Sonya mengatakan itu semua di depan kedua cucunya.Tak dapat dipungkiri Fuad menyukai Hana dan Haikal, kedua anak itu terlihat ramah, rapi, baik, berpendidikan dan sangat terurus dengan baik. Rasanya melihat kedua cucunya itu seperti anak yang dilimpahkan berjuta kasih sayang oleh orang yang merawatnya, walaupun orang yang merawatnya adalah seorang pembunuh tapi, dia bisa mengurus Hana dan Haikal dengan baik. Bahkan, Fuad melihat seragam yang dikenakan Hana dan Haikal pun bukan seragam sekolah sembarangan."Bisa kamu ajarkan sopan santun calon istri kamu itu?" tanya Fuad sambil menahan amarahnya yang sudah di titik didihnya."Kenapa saya harus di ajarkan sopan santun, Om Fuad?" tanya Sonya dingin sambil me
"Ngaco!" seru Sonya geram."Bapak nggak salah ngomong?" tanya Sonya sambil ikut berdiri dan mendekati Fuad sehingga mereka saling berhadapan, sedangkan Awan berdiri di sampingnya."Saya sudah bilang saya mau anak-anak itu, pokoknya saya mau mengurus sendiri anak-anak itu tanpa ada campur tangan Awan, saya tidak mau sampai anak-anak itu ketakutan kalau sampai tahu kalau Daddy-nya sendiri yang bunuh ibunya!" sentak Fuad."Pa, sudah Pa, malu dilihat orang," bisik Intan sambil melihat kesekeliling restoran yang lumayan penuh itu, bahkan ada beberapa orang di meja sebelah yang kaget saat mendengar teriakkan Fuad dan memutuskan untuk meninggalkan meja makan karena merasa tidak nyaman."Kenapa harus malu? Ini kenyataan, lelaki itu sudah membunuh anak saya! Dia cekoki anak saya dengan pil penggugur kandungan dan dia bawa anak saya dengan mobil ugal-ugalan juga dalam keadaan dirinya mabuk hingga terjadi kecelakaan yang membuat anak saya meninggal!" sentak Fuad dengan suara yang sangat keras se
"Iya saya salah dan berdosa atau apa pun lah. Sematkan semua makian untuk saya karena mungkin saya telah melakukan dosa besar di mata Om, tapi, apakah seorang pendosa tidak bisa mendapatkan maafnya Om? Sehina itu kah saya?" tanya Awan mengiba berharap Fuad mau mendengar permintaan maafnya.Fuad menggerutu dengan kata-kata yang tidak dapat Awan pahami, "Saya nggak bisa.""Kenapa nggak bisa? Awan memang salah tapi di peristiwa itu Selena juga salah," ucap Sonya sambil melangkah selangkah ke depan, seolah melindungi Awan yang tadi ada di depannya."Sonya," bisik Awan yang tahu perkataan Sonya bisa menyulut api kemarahan Fuad dan benar saja Awan melihat percikan kemarahan Fuad di matanya."Kamu bilang anak saya juga salah?" tanya Fuad sambil menunjuk dadanya dengan nada suara bergetar. "Anak saya itu innocent (tidak bersalah)."Sonya tergelak menahan tawanya, "Ini Om mabok lem atau gimana sih?" tanya Sonya gemas, Sonya paham kasih sayang orang tua itu sepanjang waktu tapi, ayolah ... oran
"Ya ampun, Haikal!" teriak Sonya saat melihat apa yang terjadi. Awan yang saat itu memeluk Sonya, hingga tidak sadar dengan apa yang sedang terjadi di belakangnya berbisik pelan, "Sonya, kamu nggak apa-apa?"Sonya memundurkan tubuhnya hingga berhadapan dengan Awan, "Haikal, H-Haikal, Wan.""Kenapa Haikal?" tanya Awan yang waswas karena melihat wajah Sonya yang kaget, Awan dengan cepat menolehkan kepalanya melewati bahu dan mendapati Haikal yang sedang berdiri dengan posisi ap changi (posisi tendangan depan dalam taekwondo) yang sangat sempurna."Astaga Haikal," teriak Awan sambil berdiri dan mendekati anak lelakinya itu, Awan makin kaget saat melihat Fuad yang sedang terduduk kaget sambil melihat Haikal. "Haikal, apa-apaan ini?"Haikal menurunkan kakinya sambil menatap Fuad dengan tatapan benci, "Daddy yang bilang kita harus sayang sama perempuan, nggak boleh kita pukul perempuan. Haikal nggak suka lihat Kakek mukul perempuan apalagi dia mau mukul Mommy," ucap Haikal tanpa mengalihka
Saat pintu tertutup Namira memutar tubuhnya dan berkata, "Pah ... sudahlah Pah, Papah harus legowo ... Mama udah nggak sanggup lagi kalau harus hidup di bawah bayang-bayang masa lalu. Mama ingin move on, izinkan Mama bermain dengan cucu-cucu Mama dengan tenang, Pah." "Mama nggak ingat betapa menderitanya Selena?" tanya Fuad yang tidak bisa menghilangkan perasaan sakit hatinya karena anak kesayangannya direbut begitu saja. "Papa sakit, Mah!"Namira menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menariknya kesal, rasanya ia ingin menyalurkan semua amarahnya ke setiap tarikan rambutnya yang menyakitkan. "Mama ... Mama," panggil Intan mencoba menenangkan Namira, Intan dengan cepat mendekati Namira dan memeluknya erat-erat, "udah, Mah.""Mama nggak kuat lagi, Intan ... Mama capek," bisik Namira sambil mengusap punggung Intan pelan, "rasanya hidup Mama seperti ini terus. Mama nggak kuat hidup dalam kubangan dendam dan perasaan dengki pada Awan. Mama nggak kuat, Mama ingin buka lembaran baru
"Kalian mandi jangan lama-lama udah malem ini nanti sakit," ucap Sonya dari balik pintu kamar tidur Hana dan Haikal yang memang bersebelahan. "Mommy, aku mau pizza," teriak Hana dari dalam kamar mandi."Aku mau spaghetti," teriak Haikal dari dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya."Iya nanti Mommy siapin, sekarang kalian mandi yang benar dan emang kalian beneran mau makan lagi? Bukannya tadi kalian udah makan di restoran bareng sama Kakek dan Daddy?" tanya Sonya yang kaget karena kedua anaknya tiba-tiba ingin kembali makan, sekaret apa perut kedua anaknya itu."Tadi makanannya nggak enak, Mommy," teriak Hana."Iya, nggak enak apalagi ngeliat muka Kakek, makin nggak enak," jawab Haikal yang memang mendengar teriakkan Hana. "Nggak boleh gitu," ucap Sonya sambil menggeleng dan menutup pintu kamar Hana juga Haikal.Saat Sonya berjalan ke arah dapur untuk mencari assisten rumah tangganya dia melihat Awan bersalaman dengan seseorang dan menyerahkan amplop cokelat ketangan orang t
"Makannya yang bener," pinta Awan saat melihat Haikal mencawil spaghetti-nya satu persatu menggunakan tangan. "Makan pakai garpu, Haikal," protes Hana sambil menyodorkan garpu lalu memaksa adiknya itu untuk menggunakannya, "manner."Haikal mencibir kemudian mengambil garpu dari tangan Hana, tanpa banyak kata ia mulai menggunakannya dengan malas-malasan karena menurut dia makan spaghetti menggunakan tangan itu sangat menyenangkan. "Padahal enak makan pakai tangan.""Tapi, nggak spaghetti juga Haikal, kamu mau dikutuk sama orang Italia, hah?" tanya Hana kesal dengan kelakuan adik kembarnya."Mana ada kam—""Makan Haikal," potong Sonya sambil tersenyum manis namun sorot matanya seolah memperingatkan Haikal kalau dia tidak makan dengan benar jangan harap bisa melihat matahari esok. "Oke," bisik Haikal pelan sambil memakan makanannya dengan lebih baik. Saat ini Haikal tidak akan mau membantah Sonya, melihat betapa galak dan judesnya Sonya saat menghadapi Kakeknya membuat Haikal sadar kal
Lidya berusaha untuk menutup pintu mobilnya dengan susah payah karena terlalu banyak barang bawaan miliknya. Hari ini melelahkan karena banyak sekali operasi ditambah tidak adanya Eka yang tidak ada jadwalnya hari ini membuat Lidya kewalahan. Lidya menyeret kakinya dengan malas-malasan memasuki rumah orang tuanya, hal yang pertama kali dia inginkan hanya merebahkan badannya di ranjang atau berendam air panas selama mungkin karena tubuhnya seperti mau patah. Encok. Iya diumurnya yang sudah berkepala tiga ini sahabat terbaiknya adalah balsam, parcok, minyak kayu putih, miyak GPU, dan semua bentuk gel penghangat yang bisa ditemui di apotek terdekat. Sebutkan merek benda-benda tersebut maka niscaya Lidya akan mengeluarkannya dari dalam tas jinjinnya. Saat memasuki ruang tamu langkah Lidya terhenti dan matanya membulat sempurna saat melihat dua orang pria sedang berbincang dengan penuh canda. Rasa kesal dengan cepat menjalar di seluruh tubuh Lidya hingga membuat wanita itu berteriak, "I