Kring ... kring ... kring ....Sonya menggeliat saat kupingnya mendengar suara ponsel di nakas yang berada di samping Awan. Matanya mengerjap berusaha untuk mengumpulkan nyawanya dengan cepat, menjadi seorang dokter membuat dirinya sangat terlatih untuk bangun dengan cepat. "Sonya ponsel siapa itu?" tanya Awan yang sama-sama sudah bangun akibat mendengar suara dering ponsel. Awan yang juga bekerja di bidang kesehatan sama-sama gampang untuk terjaga akibat sudah dilatih selama bertahun-tahun untuk selalu siaga. Sebuah kebiasaan yang terbentuk tanpa bisa mereka berdua cegah. "Kayanya ponsel kamu deh, Wan," bisik Sonya sambil melirik ke nakas sampingnya dan nyadari kalau ponselnya tidak berbunyi sama sekali.Awan melepaskan pelukkannya dari tubuh Sonya yang telanjang dengan enggan, setelah mereka bercinta sepanjang malam Awan meminta Sonya untuk tidak mengenakan pakaiannya supaya dia bebas memainkan payudara Sonya ataupun merasakan puting payudara Sonya yang mengeras di dadanya. Awan
"Kenapa Hana, Haikal?" tanya Sonya yang bingung kenapa saat ia berdiri dan mau mengambil minuman kedua anaknya ikut berdiri dan mengekori dirinya."Mommy mau ke mana?" tanya Hana sambil menarik kemeja Sonya. "Mommy mau ketemu alien lagi?" tanya Haikal sambil berdiri menghadang Sonya, berusaha agar Sonya tidak hilang kembali dari hadapannya.Sonya mengerjap dan menahan tawanya saat melirik wajah Awan yang terlihat kesal atas perhatian yang Hana dan Haikal berikan. Sonya tahu rasa kesal Awan dipicu juga karena tadi pagi Sonya tidak mengizinkan Awan menyentuhnya."Nggak, Sayang ... Mommy mau bawa minum, mau ikut?" tanya Sonya sambil menunjuk ke arah meja yang menyediakan juice."Mau ik—""Duduk Hana, Haikal ... Mommy nggak bakal kabur kok, kalau Mommy kabur yang ada Daddy duluan yang bakal cari," potong Awan sambil menggerakkan telunjuknya ke arah kedua anaknya lalu ke kursi. Melihat Awan yang sudah menatap mereka berdua dengan tatapan yang seolah ingin menelan mereka hidup-hidup memb
Sonya berjalan di salah satu lorong rumah sakit sambil membawa karangan bunga berwarna merah muda, langkahnya terhenti saat melihat Awan yang sedang berdiri di salah satu pintu yang ada di sana, lelaki itu selalu terlihat tampan dengan berbagai macam gaya. Saat ini Awan hanya mengenakan sepatu, kemeja yang lengannya ia gulung hingga ke siku membuat Sonya bisa melihat guratan-guratan di lengan Awan, "Wan.""Sini, Sayang ...," pinta Awan sambil menyambut Sonya.Sonya tersipu mendengar Awan memanggilnya Sayang, entah sejak kapan lelaki itu memanggilnya Sayang. Panggilan simple yang bisa membuat hatinya berbunga, "Anak-anak mana?""Mereka pulang dan bareng sama Mbak dan Aki, Aira juga udah di dalam kamar," ucap Awan sambil menarik Sonya agar duduk di sebelahnya."Udah SC-nya?" tanya Sonya."Udah, baru aja Aira masuk kamar dan Wicak udah ke kamar bayi untuk ngurus bayinya. Aki nggak bisa ke sini dia mau sama si kembar aja," ucap Awan sambil ikut menoleh ke pintu kamar operasi.Sudah lima
Sudah dua hari ini Awan dan Sonya disibukkan dengan persiapan pernikahan, Sonya bahkan selalu menyempatkan diri untuk bertemu Wedding Organizer untuk mengurus banyak hal. Rasanya waktu 24 jam tidak cukup untuk dirinya mengurus seluruhnya dan kadang dia kesal bukan main seperti hari ini."Kan, aku udah bilang kamu ke sini jam 5 sore ini jam berapa, Awan?" bisik Sonya sambil menahan amarahnya yang siap meledak karena Awan baru memunculkan batang hidungnya di restoran itu jam 7 malam, ia harus menunggu selala 3 jam di sana bersama salah satu staf WO yang sedang berjuang untuk mencairkan suasana antara Awan dan Sonya."Aku rapat, Sayang, kalau nggak rapat mungkin aku udah sampai dari tadi," ungkap Awan dengan penuh penyesalan sambil berusaha untuk mengelus paha Sonya yang sedari tadi Sonya tepis berkali-kali saking kesalnya dengan Awan."Rapat macam apa sampai malam? Kamu mau rapat tata cara membuat kurikulum untuk mahluk halus, Wan?" tanya Sonya sambil berusaha memberikan senyuman terman
"Hmm ...." Sonya menggeliat saat merasakan pucuk hidungnya dicium oleh seseorang dan pahanya terasa hangat karena ada tangan yang mencengkeramnya."Udah bangun?"Sonya mengangguk sambil memicingkan mata, berusaha untuk beradaptasi dengan cahaya ruangan yang sudah mulai terang akibat sinar matahari yang menembus jendela kamar, "Jam berapa ini?""Jam 10 pagi.""Hah? Ampun, aku tel—" Saat Sonya mau bangun ia tersadar kalau hari ini ia sudah mulai cuti. Sonya mengajukan cuti selama 5 hari untuk acara pernikahannya dan ini adalah hari pertama ia cuti."Telat ngapain?" tanya Awan sambil mendorong Sonya untuk kembali merebahkan diri di ranjang. Tangan Awan meremas paha Sonya yang terasa pas digenggamannya, hangat."Lupa aku, aku udah cuti," kekeh Sonya sambil mengucek sebelah matanya, "kamu ngapain sih?" tanya Sonya bingung karena merasakan remasan di pahanya. "Nggak ngapa-ngapain." Awan mulai mengelus paha Sonya sambil sesekali bergerah ke arah paha bagian dalam wanita itu yang terasa sang
"Daddy mau kemana sampai nyuruh aku mandi dan makan juga bolos sekolah?" tanya Hana kesal karena diminta untuk membolos padahal dia tahu kalau hari ini guru matematikanya akan membahas pembahasan yang sangat menarik tentang bilangan bulat."Udah ikutin aja, kan, asik nggak sekolah, Hana," ucap Haikal santai sambil mengikuti Hana berjalan ke arah kamarnya sambil memakan roti yang belum ia habiskan di meja makan.Hana menolehkan kepalanya melewati bahu lalu mendelik kesal ke arah Haikal, "Kamu nggak pernah peduli sama pelajaran, aku heran kenapa kamu bisa naik kelas, sih?" tanya Hana gemas karena Haikal tidak terlalu pintar tapi, adiknya itu selalu mampu untuk melalui ujian dan selalu naik kelas dengan nilai yang lumayan.Haikal mengetuk dahinya sambil tersenyum menyebalkan pada Hana, "I am smart, Hana.""Idih ... smart dari mana?""Kepintaran aku nggak bisa diingkari, Hana. Aku ini pintar cuman, malu-malu jadi kadang keliatan kadang ngumpet," canda Haikal yang langsung mendapatkan doro
Kaki Sonya bergetar saat melangkah melewati beberapa pohon dan dedaunan yang ada di sekitarnya, rambutnya seolah dipermainkan dengan angin namun, Sonya terlalu bersemangat menemui almarhum anaknya hingga tidak mempedulikan itu semuanya. "Wan ... kenapa kamu punya ide buat ke sini?" tanya Sonya sambil menatap Awan yang sedari tadi menggenggam tangannya dan memapah dirinya melewati perkuburan di sana. "Aku mau kamu ketemu Janu dan anak-anak kenal adiknya," bisik Awan pelan sambil melirik Haikal dan Hana yang sudah mengekor dirinya tanpa mengeluh karena Awan sudah memberitahukan tujuan mereka ke sana adalah untuk menemui anak Sonya yang sudah meninggal. "Kenapa kamu sampai kepikiran gitu, Wan?" tanya Sonya dengan nada suara haru karena ternyata Awan masih mengingat Janu, ah ... andai Janu masih hidup mungkin anaknya itu akan sangat senang memiliki dua kakak sambung yang akan melindungi dirinya. "Karena aku nggak bisa bawa kamu ke pemakaman Selena untuk mengenalkan kamu pada Selena,"
"Hai ... Janu, Mama rindu ...." Sonya kembali tidak bisa menahan harunya, air matanya jatuh tak terbendung dan dengan cepat membuat tubuh Sonya bergetar hebat karena menahan rasa sakit yang seolah menusuknya tanpa ampun karena merindukan anaknya. "Mama ... Mama ke sini sama Kak Hana dan Kak Haikal." Sonya mengusap pucuk rambut Hana dan Haikl yang entah semenjak kapan sudah memeluknya seolah menguatkan Sonya untuk berbicara dengan Janu. "Mama ... Mama ... mau bilang ke Janu, Janu sehat-sehat di sana dan Mama mau minta izin sama Janu buat ngerawat Kak Hana dan Kak Haikal ... Ma—-" Sesak Sonya tidak mampu mengeluarkan kata-kata sama sekali ia merasakan takut luar biasa karena ingin meminta izin dan restu dari almarhum anaknya untuk merawat Hana dan Haikal. Tidak masuk akal? Mungkin beberapa orang akan mengatakan itu semua, tapi, hal ini yang terkadang mengganjal untuk Sonya di mana anak sendiri ia sia-siakan sedang ia mengurus anak orang lain, walau anak itu adalah anak dari lelaki yan