"Hai ... Janu, Mama rindu ...." Sonya kembali tidak bisa menahan harunya, air matanya jatuh tak terbendung dan dengan cepat membuat tubuh Sonya bergetar hebat karena menahan rasa sakit yang seolah menusuknya tanpa ampun karena merindukan anaknya. "Mama ... Mama ke sini sama Kak Hana dan Kak Haikal." Sonya mengusap pucuk rambut Hana dan Haikl yang entah semenjak kapan sudah memeluknya seolah menguatkan Sonya untuk berbicara dengan Janu. "Mama ... Mama ... mau bilang ke Janu, Janu sehat-sehat di sana dan Mama mau minta izin sama Janu buat ngerawat Kak Hana dan Kak Haikal ... Ma—-" Sesak Sonya tidak mampu mengeluarkan kata-kata sama sekali ia merasakan takut luar biasa karena ingin meminta izin dan restu dari almarhum anaknya untuk merawat Hana dan Haikal. Tidak masuk akal? Mungkin beberapa orang akan mengatakan itu semua, tapi, hal ini yang terkadang mengganjal untuk Sonya di mana anak sendiri ia sia-siakan sedang ia mengurus anak orang lain, walau anak itu adalah anak dari lelaki yan
"Bisa tolong bawa bunganya?" tanya Lidya pada salah satu pegawai WO yang sedang berjalan di dekatny. "Bunganya kok warnanya aneh gini sih?"Sonya tertawa mendengar protes Lidya pada salah satu petugas WO, "Lid, udah nggak papa.""Ngga bisa ini warnanya kok pink, harusnya putih," ucap Lidya sambil menyerahkan bunga ke tangan petugas WO dan meminta orang itu mengganti bunganya sesegera mungkin sambil menyelipkan lembaran uang ke tangan petugas itu agar bisa membeli bunga baru."Jangan bikin aku gugup, please ...." Sonya berdehem sambil merapikan gaun pengantin berwarna putih yang ia kenakan. Sebuah gaun yang sangat cocok dikenakan Sonya karena mampu untuk menunjukkan setiap lekuk tubuhnya yang sensual dengan tepat."Jangan gugup, Mbak, Mbaknya cantik kok," ucap perias pengantinnya sambil mensemprotkan setting spray ke wajah Sonya. "Mbak cantik banget dan aku tebak umur Mbak 23 tahun?" tebak perias pengantin itu yang langsung dijawab gelengan oleh Sonya."Nggak Mbak, kemudaan 10 tahun,"
"Itu Dokter Lidya?" tanya Aci sambil menunjuk Lidya dan Eka lalu memutar badannya membelakangi Lidya."Iya, itu Dokter Lidya dan dia sama Eka ...." Mei menutup mulutnya dengan tangan saat kaget melihat Lidya yang sedang bergelayut manja bersama Eka dan kedua anaknya berjalan memasuki ruangan."Nggak nyangka, yah, ini Dokter-Dokter kenapa pada nikah sama penatanya, yah?" tanya Hilma sambil meminum minumannya dan mengintip di mana Lidya dan Eka."Awas loh, Mbak, nanti pas kamu sudah jadi Dokter spesialis nikah sama perawat," bisik Mei sambil menahan tawanya."Kok mau yah, Dokter Lidya sama Eka, padahal Eka juga nggak ganteng-ganteng amat." Mei salah satu perawat yang bekerja di rumah sakit tempat Lidya bekerja langsung menggelontorkan gosip terhangat miliknya, "apa bener kata orang-orang kalau Dokter Lidya hamil duluan?""Tapi, emang Dokter Lidya hamil kan," jawab Hilma salah satu koas di rumah sakit tempat dulu Sonya bekerja yang bahkan pernah bekerja di bawah bimbingan Sonya."Yah, ngg
Awan membenarkan ujung-ujung lengan bajunya dengan berdebar, jantungnya semenjak pagi terus berdetak lebih cepat dari biasanya dan ia pun tidak berselera menyantap makanannya. Sudah dari kemarin dia dilaranh untuk bertemu dengan Sonya.Ia bahkan kesal dengan Aira yang melarangnya untuk bertemu Sonya dengan alasan biar kaget lihat Sonya saat mau menikah. Astaga ... alasan macam apa itu? Aira tidak tahu saja ia setiap hari selalu kaget melihat Sonya karena selalu bangun dengan kondisi apa pun namun selalu terlihat menarik dan menawan, entah ajian apa yang Sonya miliki hingga selalu membuat Awan tidak pernah merasa bosan.Awan merasaka tepukkan di bahunya dan mendapati Eka yang sedang tertawa ke arahnya, "Hai ....""Kenapa? Muka maneh jiga nu rea hutang? (Muka kamu kaya yang banyak hutang?)" tanya Eka sambil menahan tawanya karena melihat wajah Awan yang terlihat tegangz"Maneh eta mah, (Kamu itu)" sahut Awan sambil membenarkan dasi yang seolah mencekiknya, saking mencekiknya Awan sampai
Ucap syukur terdengar di seantero ruangan saat seorang pria menyatakan kalau Awan Kurniawan dan Sonya Fauzia mulai saat ini resmi menjadi suami dan istri. Tangan Sonya terasa hangat saat merasakan genggaman tangan Awan, tanpa sadar Sonya menoleh pada Awan yang saat ini sedang menatapnya dengan tatapan hangat andalan Awan. Manik mata Awan yang berwarna cokelat seolah terlihat sendu dan hangat menyelimuti Sonya. "Kamu cantik, Istri." Awan kembali mengecup tangan Sonya pelan, menorehkan rasa hangat nan manis di punggung tangan Sonya.Sonya hanya bisa tersipu saat mendengar panggilan Awan untuk dirinya, sederhana namun manis dan memabukkan. Awan dengan segala gombalannya memang sesuatu yang tidak bisa Sonya abaikan. Jantungnya dan napasnya seolah tidak mampu bekerja dengan baik setiap mendengar gombalan Awan."Kamu juga, Suami?" tanya Sonya sambil mengedipkan sebelah matanya."Kamu nanya ke aku kalau aku suami kamu?" tanya Awan sambil menaikkan alisnya kesal. "Ini apa Sonya?" tanya Awan
Awan memeluk Sonya sambil terus berdansa, entah sudah berapa lama ia mengecupi bahu Sonya yang terasa hangat, ia bersyukur wanita itu mengenakan pakaian yang membuat bahunya terbuka hingga ia bisa mengecupi bahuhya. Iya ... Awan suka dengan kaki Sonya tapi, ia tidak mungkin mengecupi kaki Sonya saat sedang berdansa, bila ia melakukan itu bisa-bisa ia dianggap lelaki aneh-aneh oleh orang-orang di sana. Jadi, cara satu-satunya ia mengecupil bahu Sonya."Awan ...," panggil Sonya sambil mengusap punggung Awan pelan."Apa? Kenapa? Kamu capek?" tanya Awan sambil melepaskan pelukkannya dan melihat wajah Sonya yang terlihat letih namun bahagia. "Nggak." Sonya menggeleng seolah menegaskan perkataannya, "aku nggak capek, cuman ... itu dari tadi ada yang liatin kita di belakang kamu." Sonya menggerakkan kepalanya ke arah belakang bahu Awan."Siapa?" Awan menolehkan kepalanya melewati bahunya untuk melihat siapa yang membuat Sonya meminta dirinya melepas pelukkannya. "Aki ....""Awan ... Wan, g
Sonya berusaha untuk menggerakkan badannya berdansa dengan Romli, rasa canggung bercampur segan menyelimuti dirinya hingga ia benar-benar kikuk saat menggerakkan kakinya hingga beberapa kali ia menginjak kaki Romli."Maaf, Ki ...," bisik Sonya canggung sambil melihat ke bagian kakinya yang terlihat bergerak aneh, Sonya mengutuki gerakkan kakinya yang tidak terkordinasi dengan baik. Menyebalkan."Nggak apa-apa," jawab Romli santai sambil terus berdansa pelan, "Aki juga nggak bisa dansa, waktu Aki nikah dulu nggak ada adegan dansa kaya gini. Yang ada acara nikah terus ganti baju sampai 7 kali.""Hah, 7 kali?" tanya Sonya kaget, dia saja yang ganti baju dua kali rasanya ingin mencabik kain yang membalut tubuhnya karena gerah bukan main. Sonya tidak mampu membayangkan mengganti baju sampai 7 kali, tersiksa."Iya 7 kali, pakai baju adat sunda aja sampai 3 kali ganti karena biar sesuai dengan baju kebaya yang dipakai almarhum, terus pakai baju Prince Charle—""Hah? Prince Charles? Princes
"Kita panggil, Mr. and Mrs. Kurniawan." Suara MC terdengar nyaring di dalam ruangan tersebut membuat semua mata tertuju pada dirinya dan dengan cepat teralih ke arah pintu yang tiba-tiba terbuka lalu terlihat Sonya dan Awan yang masuk ke dalam ruangan sambil menggandeng Hana juga Haikal. Sonya terlihat cantik mengenakan gaun putih yang sewarna dengan baju Hana. Sedangkan Awan mengenakan pakaian dengan warna dan bentuk yang hampir sama dengan Haikal. Mereka berempat terlihat sebagai sebuah keluarga yang utuh dan bahagia. Hmm ... bukan, bukan terlihat namun memang pada kenyataannya mereka sangat bahagia. Para tamu undangan mendekati Sonya dan Awan untuk memberikan ucapan selamat karena pernikahan itu berkonsep di mana pengantin tidak diam di pelaminan tapi, bergerak mendatangi para tamu undangan yang ada. Sonya dan Awan mendatangi beberapa teman, rekan sejawat, saudara dan juga kolega. Mereka berbincang tipis dan saling berbasa basi, selama itu pula Awan sama sekali tidak melepaska