"Kamu kenapa tadi nangis?" tanya Awan sambil melihat Sonya.Sonya melirik Awan yang sudah duduk dihadapannya. Tadi, setelah membuang surat dari Emir memang Sonya menangis beberapa saat di dada Awan dan menolak untuk menjawab pertanyaan Awan. Sonya melirik ke arah lantai di mana ia membuang surat dari Emir dan tersenyum lega saat melihat surat itu sudah tidak ada di sana lagi, Sonya yakin tadi surat itu sudah disapu oleh petugas kebersihan."Aku hanya bahagia," ucap Sonya pelan sambil tersenyum pada Awan. Ia merasa kalau surat tadi tidak perlu ia bahas bersama Awan, biarkan itu menjadi rahasia kecilnya yang tidak perlu Awan ketahui. Toh, Sonya yakin Emir tidak mungkin tiba-tiba mendatangi dirinya dan menculiknya. Sonya yakin setelah Emir keluar lelaki itu akan fokus pada keluarga kecilnya dan sedikit demi sedikit melupakan dirinya atau entahlah ... Sonya tidak peduli. Dia hanya bersyukur dan sedikit terhibur atas omongan Emir pada dirinya, ternyata mantan suaminya itu sangat menyesal
Awan berjalan di lorong hotel dengan kesal karena ia sadar kalau malam ini dia tidak bisa bermesraan dengan Sonya akibat penjajahan kedua anak kembarnya yang saat ini saja sudah menculik Sonya ke dalam kamar semenjak 30 menit yang lalu. Dengan kesel ia menekan tombol lift, sesekali ia melihat ke kanan dan ke kiri memastikan tidak ada orang lagi di sana. Acara pernikahannya sangat sukses dan berjalan dengan mewah, banyak rekan sejawat Sonya yang kaget saat mengetahui siapa Awan sebenarnya. Rasanya Awan ingin berteriak penuh gegap gempita saat beberapa dokter dan perawat yang dulu memandang dirinya sebelah mata dan tadi mereka datang ke acara pernikahannya langsung menunjukkan ekspresi tidak percaya akan statusnya. Iya, benar kata Aki Ben lebih baik dia diam saja dengan statusnya, walau Aki Ben itu Kakek dari samping atau adik Aki kandungnya tapi, tetap saja pandangan akan dirinya akan berbeda dan menjadi bias. Detik ini Awan merasakan sebuah privilage dari nama Kurniawan, tapi, dia
Awan dengan cepat melepaskan pakaiannya, ia melemparkan semua pakaian yang menempel di tubuhnya sembarangan, ia tidak peduli nanti pagi akan mendengar ocehan Sonya tentang pakaian miliknya yang berserakkan. Ia kesal karena harus tidur sendiri di malam pertamanya, harusnya ia bisa tidur bersama Sonya. Memeluk wanita itu dan mendengar suara Sonya yang merintih dan meminta ampun di bawah kungkungan tubuhnya berkali-kali sepanjang malam.Bukan seperti saat ini, di mana ia berjalan sendirian ke dalam kamar mandi. Iya ... situasinya sama seperti yang ia bayangkan beberapa hari ini. Berjalan ke kamar mandi dalam keadaan telanjang tapi ... keinginannya adalah bersama Sonya bukan berjalan sendirian tanpa ada wanita yang bisa ia gagahi di dalam kamar mandi. Ah ... sudahlah, mungkin ini nasib pria yang sudah menikah dan memiliki dua orang anak yang sangat suka menjajah mommynya. Menyebalkan.Awan terus berjalan, ia membuka pintu yang menuju tempat shower dan menatap kesal pada bathtub berukuran
Awan mengerang saat merasakan hisapan dan kecupan yang Sonya lakukan di kejantanan miliknya, rasa nikmat dengan cepat meledak dan memecut birahi Awan hingga ia memejamkan matanya. Jemari Awan membelit rambut Sonya hingga menjadi sebuat ikat rambut bagi wanita yang saat ini sedang memenuhi mulutnya dengan bagian paling sensitif miliknya. Kepala Sonya maju dan mundur, sedangkan lidahnya meliuk sempurna sambil meninggalkan jejak sensual yang membenamkan Awan dalam kenikmatan.Tangan Awan menahan kepala Sonya dan tanpa sadar dia menggerakkan pinggulnya menekan kejantanan miliknya, meminta Sonya untuk menerima miliknya seluruhnya tanpa ada yang bersisa. Rasa nikmat menjalar dengan pelan namun pasti keseluruh tubuhnya hingga tanpa sadar ia menarik rambut Sonya. "Sonya ... astaga ... Sonya, kamu ...." Awan tidak bisa melanjutkan perkataannya karena Sonya menekan kejantanannya hingga memasuki mulutnya sedalam mungkin sambil menghisapnya, membuat Awan menahan napasnya sendiri agar tidak mela
Sonya menggeliat di ranjang sambil mengusap bagian samping ranjangnya, mencoba mencari seseorang yang sudah membuat dirinya menjerit dan memekik sepanjang malam. "Awan ...," bisik Sonya dengan suara serak karena tidak bisa menemukan suaminya itu. "Suami." Sonya tersenyum malu-malu saat menyadari statusnya sekarang, matanya tanpa sada melihat jemarinya yang saat ini sudah melingkar cincin pernikahan miliknya. "Ya ampun, punya suami lagi aku."Sonya tersenyum kecil sambil menarik selimut yang menutupi tubuhnya yang telanjang dengan berbagai bentuk bukti kepemilikan disekujur tubuhnya. Tangan Sonya bergetar pelan saat mengelus salah satunya yang ada di bagian payudaranya. Pikirannya seolah kembali pada saat ada bibir Awan di sana yang sedang membuat bukti kepemilikan itu sambil mengentak tubuhnya hingga perut bagiannya bawahnya penuh. Nikmat. Sonya menggeleng berusaha untuk mengembalikan kesadarannya sambil melirik ke bagian kosong ranjangnya, masih bisa Sonya hirup wangi tubuh Awan da
Awan merebahkan tubuhnya yang kelelahan di samping Sonya, tubuhnya lelah setelah kembali menikmati tubuh Sonya. Entahlah dari mana staminanya datang saat bercinta berkali-kali dengan Sonya, rasanya tubuhnya tidak pernah lelah dan bosan bila sudah menyangkut urusan selangkangan dengan Sonya. "Wan ...." Sonya memanggil Awan sambil memposisikan dirinya berbaring miring dan menjadikan tangan kanannya tumpuan kepalanya. Ia tidak peduli tubuhnya yang telanjang saat ini sedang Awan lihat bahkan ia tidak mempedulikan saat tangan Awan tiba-tiba mengusap paha bagian dalamnya yang sesekali menyenggol ceruk kenikmatan miliknya. Sejujurnya bila Awan meminta dirinya menaikki tubuhnya untuk kembali mereguk kenikmatan duniawi lagi, Sonya masih sangat kuat dan mampu. Dia suka."Hmm ...." Awan mengusap paha bagian dalam Sonya sambil mengikuti posisi tidur Sonya. Matanya mengerjap jenaka sambil melihat payudara Sonya yang terlihat sempurna dan indah. Ah ... rasanya Awan ingin kembali memenuhi mulutnya
Awan berjalan bersama Sonya dan kedua anaknya memasuki restoran di hotel yang mereka tempati setelah menikah. Kedatangan keluarga itu membuat semua orang di sana menoleh dan menatap mereka berempat. Beberapa orang bahkan saling berbicara pelan dan beberapa kali mencuri-curi pandang ke arah mereka.Sonya melihat pakaian yang ia kenakan lalu pakaian Awan, Hana dan Haikal bingung. Apa yang salah dengan mereka berdua sampai-sampai hampir semua orang di ruangan makan itu terus memperhatikan mereka. Apa yang salah?"Kenapa?" tanya Awan yang sadar dengan ketidaknyamanan yang Sonya tunjukkan. "Kamu sakit?"Awan menyelipkan tangan kanannya ke pinggang Sonya, lalu mengusap pingiran tubuh Sonya. "Kamu kenapa? Ada yang salah?""Nggak aku bingung, ini kenapa orang-orang ngeliatin kita berempat. Apa ada yang salah sama kita?" tanya Sonya sambil berusaha mengabaikan pandangan mata beberapa orang yang terlihat dengan jelas memperhatikan dirinya dan keluarga kecilnya. "Apa ada sesuatu di leher aku?"
"Mommy baru sampai, Nak," ucap Sonya sambil duduk di sudut ranjang dan melihat Awan yang terlihat sibuk berbicara dengan petugas hotel."Iya ... Hana, 3 hari aja, Daddy kamu juga bilang tiga hari, kan, kalau lebih nanti biar Mommy yang pulang sendiri dan Daddy, Mommy tinggal di sini," lanjut Sonya sambil menyentuh handuk yang dibentuk angsa di atas ranjangnya. Matanya dengan cepat menyisir keadaan kamarnya, jujur pada awalnya Sonya tidak tau mau di bawa kemana dirinya oleh Awan. "Iya, janji. Udah kamu di sana baik-baik dan jangan nakal. PR-nya kerjain dan tolong, suruh Haikal kerjain PR-nya juga, adik kamu suka lupa diri kalau nggak diingatkan," pinta Sonya sambil mengucapkan beberapa kata perpisahan sebelum memutuskan sambungan telepon dari Hana.Setelah ia menitipkan Hana dan Haikal di rumah Lidya, Awan sama sekali tidak mau mengatakan ke mana mereka akan pergi dan ternyata Awan membawanya ke salah satu resort yang ada di pulau seribu. H island resort.Sonya tersenyum saat berjalan