***"Bukan maksud Ayah dan Ibu ikut campur urusan kalian. Maaf kalau kamu dan Bagas merasa seperti itu, apalagi kalian berdua memang belum menikah, mungkin tidak seharusnya Ayah masuk ke dalam masalah yang sedang kalian hadapi," tutur Vano. Dia menjeda ucapannya dan meminta Halimah untuk duduk di sebelahnya. "Tapi, setelah Bagas memutuskan untuk meminang kamu, Nit. Saat itu juga Ayah dan Ibu yakin jika kebahagiaan Bagas mungkin bersarang padamu. Sekarang kami berdua melihat kalian saling diam, dan Bagas memutuskan untuk membatalkan acara pertunangan kalian berdua. Sehebat apa masalah yang terjadi sampai Bagas dan kamu memutuskan untuk membatalkan semuanya? Ayah dan Ibu hanya ingin tau, jika memang alasan kalian bisa kami terima, lalu kami bisa apa selain menyetujui?"Anita melirik ke arah Bagas yang kini sedang menyandarkan punggungnya di sofa, sementara Vano dan Halimah terlihat seakan-akan mengintimidasi dirinya karena tidak satupun dari mereka yang melihat ke arah Bagas. Seolah sem
***"Kamu yakin dengan keputusan kamu, Gas?"Bagas bergeming. Dia memijit-mijit pelipisnya dan menyandarkan punggungnya di sofa sementara Halimah tiba-tiba menepuk lengan Sang Anak agar menjawab pertanyaan Vano."Apa, Bu?""Dengarkan apa kata Ayah!""Apalagi? Apa Ayah dan Ibu bisa memaafkan kesalahan Anita?"Vano mengulas senyum tipis. Dia tahu, Bagas pasti kecewa mengetahui calon tunangannya yang ternyata adalah kaki tangan orang lain untuk membuatnya dia dan keluarganya malu serta hancur. Tidak dipungkiri, Vano dan Halimah pun merasakan demikian tadi saat mereka mengetahui kebenarannya."Sepertinya Anita memang benar benar, Gas, kalian tidak akan bertemu jika Cahyo tidak mengutusnya menghancurkan kamu," seloroh Vano tenang. "Mungkin ini memang jalan jodoh kamu, Gas. Jangan terlalu keras memikirkannya karena bagaimanapun sekarang Anita sedang terjebak dengan hatinya sendiri.""Dan Ayah percaya saat dia mengatakan benar-benar tulus padaku saat ini dan menyesali semua perbuatannya?"Va
***Dua hari berlalu, Anita dan Bagas masih saja saling diam tanpa bertukar kabar. Keduanya memilih untuk menenangkan diri sementara kasus Cahyo sudah mulai mendapat penanganan dan berujung dengan menginapnya dia di hotel prodeo.Siang ini Anita diminta datang untuk memberikan kesaksian. Jantungnya berdegup kencang, kedua tangannya terasa begitu dingin membayangkan dia harus bertemu lagi dengan Cahyo, laki-laki yang hampir saja membuat harga dirinya rusak jika Bagas tidak segera datang.Mengingat tentang Bagas, Anita lagi-lagi mengusap air matanya dengan kasar. Hatinya kembali perih jika membayangkan betapa Bagas selama ini sudah menjadi pahlawan dalam hidupnya, bahkan dalam keadaan apapun."Besok Nenek sudah boleh pulang, sekarang Anita mau ijin pergi sebentar, Nenek nggak papa sendirian dulu?"Haryati mengangguk mantap. Dua hari belakangan dia merasa Anita seperti sedang menyembunyikan sesuatu, tapi dia tau ... jika Anita masih bungkam dan enggan cerita maka Haryati pun tidak ingin
***"Hai, Nit," sapa Ambar, wanita yang selama ini menjadi majikan Anita, yang tidak lain adalah orang tua tunggal Cahyo.Anita mengangguk sungkan seraya tersenyum kikuk. Bingung harus bereaksi bagaimana karena selama ini meskipun ucapan Ambar terlalu pedas, tapi untuk urusan gaji dia termasuk majikan yang royal."Saya sengaja datang kesini menemui kamu, polisi bilang kalau kamu hampir saja menjadi korban pelecehan Cahyo, benarkah?""Kalau saya mengatakan itu adalah kebenaran, apa Bu Ambar akan percaya?"Ambar tertawa lebar. Dia menyilangkan kaki dan bersedekap dada menatap Anita dengan pandangan meremehkan. Pandangan bagaimana selayaknya orang kaya sombong terhadap orang-orang yang mereka anggap miskin."Di ruangan ini hanya ada kita bertiga, Anita. Aku dan kamu, dan ya ... dia adalah calon ayah baru Cahyo, jadi kupastikan dia akan tutup mulut dengan semua yang akan kita bicarakan saat ini. Jadi, aku harap kamu bisa menuruti semua yang kubilang, kamu tentu tidak lupa bukan siapa yang
***"Ka-- kamu nggak marah lagi, Mas? Kamu ... kamu ....?""Sssttt, diamlah! Kita cari makan dulu, setelah jelaskan kenapa kamu tidak memberitahuku kalau pihak Kepolisian meminta kesaksianmu hari ini," tutur Bagas tegas.Anita mengangguk pasrah. Hatinya benar-benar lega mendengar Bagas yang tidak lagi menjaga jarak. Keduanya melangkah menuju sebuah Cafe yang letaknya tidak jauh dari kantor kepolisian. Sepanjang perjalanan, Bagas menggenggam jemari Anita dengan erat, meyakinkan diri sendiri bahwa wanita di sampingnya tidak akan lagi merasakan luka seperti sebelum-sebelumnya. Vano benar, tanpa Cahyo mungkin keduanya tidak akan bertemu. ***"Ternyata benar kan yang saya bilang, kamu itu murahan, Anita." Ambar berdiri di sebelah kursi yang Anita duduki. Melihat kedatangan Ambar yang tiba-tiba membuat Anita sedikit berjingkat dan seketika menunduk. Ucapan wanita paruh baya dengan tampilan glamour itu mampu membuat beberapa mata para pengunjung melirik ke arah dimana Anita dan Bagas sedang
***"Kenapa kamu penasaran sekali, Se? Itu urusan Ayahmu dan pihak kepolisian disini," kata Nando tegas. Dia tidak mau Sea melampaui batasnya untuk mengorek informasi yang ada di kantor polisi saat ini."Ayolah, Bang. Kali ini saya beritahu aku, siapa laki-laki yang Ayah bawa, atau jangan-jangan ... laki-laki yang bersama Anita, benar?"Nando menoleh dengan cepat. Dia mencoba menelisik wajah Sea yang terlihat begitu penasaran pada tahanannya yang datang bersama Tomi."Ah, sudahlah. Saat ini urusan Anita tidak jauh lebih penting daripada kedua orang tua temanku.""Teman?" Nando mengulangi kata Sea yang mengatakan jika Guntur dan Tini adalah orang tua temannya."Ah, maksutku ... oh, ayolah, Bang kali ini saja bantu aku, aku janji tidak akan mengecewakan kamu dan akan membuat kedua tahanan itu berubah menjadi lebih baik. Katakan, berapa yang harus aku bayar agar kamu mau melepaskan mereka dengan alasan apa saja lah!"Nando membuang muka. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini tapi yan
***"Kamu benar-benar tidak tau terima kasih, Nit. Padahal tanpa bantuanku, kamu dan keluargamu tidak akan bisa makan, dasar miskin!" hardik Ambar menantang. "Lihat saja, kamu mendekati laki-laki itu hanya karena dia kaya bukan? Murahan!"Anita mengepalkan kedua tangan merasa geram sedangkan Ambar melirik sinis ke arah Anita dengan berkali-kali mencebik."Ayo pulang, Sayang. Kalau memang Cahyo harus dipenjara ya sudah, kenapa kamu harus marah-marah? Lain kali kita bisa buat perhitungan pada jalang itu!""Berani menyentuh Anita itu artinya kalian siap hancur!" ancam Bagas sengit. "Dia adalah harga diriku, jangan sekali-kali menyakitinya atau aku akan bertindak kejam pada kalian!""Ha ... ha ... hanya karena kamu berhasil memenjarakan Cahyo, bukan berarti kamu bisa menjangkauku, bocah ingusan!""Sudahlah, Mas Jemi, lebih baik kita pergi daripada dia kejang-kejang karena tau siapa kamu sebenarnya," cibir Ambar sembari menaikkan uj
***Menerima Anita dengan segala kesalahannya di masa lalu memang tidak mudah bagi Bagas. Apalagi jika perjanjian Nita dengan Cahyo masih berlanjut hingga kini, mungkin beda ceritanya lagi. Bisa jadi Bagas akan mendapat luka yang teramat dalam, apalagi sejak awal dia memang berniat ingin menikahi Anita. Tapi takdir Tuhan berkata lain, Nita mencintai Bagas di tengah-tengah misi yang sedang dia jalankan sehingga mungkin hal inilah yang membuat Bagas sedikit mudah memaafkan kesalahan Anita. "Aku benar-benar minta maaf, Mas. Aku terlambat mengatakan sejujurnya ke kamu kalau sebenarnya aku adalah orang suruhan Cahyo," jelas Anita murung. "Aku memang wanita yang haus uang, kamu boleh menghujatku atau bahkan menghinaku saat ini, tapi setelah itu berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkanku." Air mata yang sejak tadi bersarang di pelupuk matanya akhirnya berhasil lolos juga membasahi pipi. "Aku ... apa kamu percaya kalau aku mengatakan semua yang kulakukan di masa lalu adalah bentuk dari ke