***"Kenapa kamu penasaran sekali, Se? Itu urusan Ayahmu dan pihak kepolisian disini," kata Nando tegas. Dia tidak mau Sea melampaui batasnya untuk mengorek informasi yang ada di kantor polisi saat ini."Ayolah, Bang. Kali ini saya beritahu aku, siapa laki-laki yang Ayah bawa, atau jangan-jangan ... laki-laki yang bersama Anita, benar?"Nando menoleh dengan cepat. Dia mencoba menelisik wajah Sea yang terlihat begitu penasaran pada tahanannya yang datang bersama Tomi."Ah, sudahlah. Saat ini urusan Anita tidak jauh lebih penting daripada kedua orang tua temanku.""Teman?" Nando mengulangi kata Sea yang mengatakan jika Guntur dan Tini adalah orang tua temannya."Ah, maksutku ... oh, ayolah, Bang kali ini saja bantu aku, aku janji tidak akan mengecewakan kamu dan akan membuat kedua tahanan itu berubah menjadi lebih baik. Katakan, berapa yang harus aku bayar agar kamu mau melepaskan mereka dengan alasan apa saja lah!"Nando membuang muka. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini tapi yan
***"Kamu benar-benar tidak tau terima kasih, Nit. Padahal tanpa bantuanku, kamu dan keluargamu tidak akan bisa makan, dasar miskin!" hardik Ambar menantang. "Lihat saja, kamu mendekati laki-laki itu hanya karena dia kaya bukan? Murahan!"Anita mengepalkan kedua tangan merasa geram sedangkan Ambar melirik sinis ke arah Anita dengan berkali-kali mencebik."Ayo pulang, Sayang. Kalau memang Cahyo harus dipenjara ya sudah, kenapa kamu harus marah-marah? Lain kali kita bisa buat perhitungan pada jalang itu!""Berani menyentuh Anita itu artinya kalian siap hancur!" ancam Bagas sengit. "Dia adalah harga diriku, jangan sekali-kali menyakitinya atau aku akan bertindak kejam pada kalian!""Ha ... ha ... hanya karena kamu berhasil memenjarakan Cahyo, bukan berarti kamu bisa menjangkauku, bocah ingusan!""Sudahlah, Mas Jemi, lebih baik kita pergi daripada dia kejang-kejang karena tau siapa kamu sebenarnya," cibir Ambar sembari menaikkan uj
***Menerima Anita dengan segala kesalahannya di masa lalu memang tidak mudah bagi Bagas. Apalagi jika perjanjian Nita dengan Cahyo masih berlanjut hingga kini, mungkin beda ceritanya lagi. Bisa jadi Bagas akan mendapat luka yang teramat dalam, apalagi sejak awal dia memang berniat ingin menikahi Anita. Tapi takdir Tuhan berkata lain, Nita mencintai Bagas di tengah-tengah misi yang sedang dia jalankan sehingga mungkin hal inilah yang membuat Bagas sedikit mudah memaafkan kesalahan Anita. "Aku benar-benar minta maaf, Mas. Aku terlambat mengatakan sejujurnya ke kamu kalau sebenarnya aku adalah orang suruhan Cahyo," jelas Anita murung. "Aku memang wanita yang haus uang, kamu boleh menghujatku atau bahkan menghinaku saat ini, tapi setelah itu berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkanku." Air mata yang sejak tadi bersarang di pelupuk matanya akhirnya berhasil lolos juga membasahi pipi. "Aku ... apa kamu percaya kalau aku mengatakan semua yang kulakukan di masa lalu adalah bentuk dari ke
***"Nggak benar ini, akun siapa yang membagikan?"Halimah mengedikkan bahu dengan netra berkaca-kaca. Tidak menyangka jika perjalanan cinta putranya akan mendapat halangan sedemikian terjal. "Akun baru ... sepertinya laki-laki yang bernama Cahyo itu tidak akan tinggal diam."Halimah memeluk Vano dengan erat. Di masa tuanya saat ini ingin sekali hidupnya diliputi kebahagiaan dan rasa tenang. Tapi sejatinya hidup memang untuk berpetualang. Menerima segala cobaan yang Tuhan berikan agar bisa naik derajat yang lebih tinggi. Seharusnya tidak ada keluhan. Tapi Halimah hanyalah wanita biasa, juga merupakan seorang Ibu yang semata-mata ingin sekali putra semata wayangnya mengecap kebahagiaan sebelum dirinya dan Vano benar-benar pergi meninggalkan Bagas nanti. Seringkali keluhan tidak sadar terucap dari bibir wanita paruh baya itu. Di masa lalu, sudah banyak sekali permasalahan yang dia terima dan lakoni dengan lapang dada juga kesabaran yang tiada batasnya. Tapi semua itu belum usai, di mas
***"Yakin kamu mau tinggal di rumah ini, Nit? Bagaimana kalau Citra datang dan membuat kerusuhan?"Anita mengulas senyum lebih tegar. Masalah datang memang tidak untuk dihindari, tapi memutuskan untuk tiba-tiba pindah padahal rumah ini saja belum ada yang menawar rasanya susah sekali baginya. Anita tidak punya cukup uang untuk membeli rumah baru meskipun dengan ukuran yang minimalis, jalan satu-satunya hanyalah menunggu rumah peninggalan orang tuanya ada yang membeli, lalu dia bisa pergi dari sini tanpa harus takut dengan gangguan Citra. "Kalau cuma Citra, aku yakin bisa hadapi dia, Mas. Semoga saja ....""Tenanglah! Paman dan Bibimu tidak akan bisa bebas. Bukti-bukti yang ada pada Nenek juga kesaksian Nenek waktu itu sudah cukup membuat Paman dan Bibimu terjerat pasal berlapis. Mereka tidak akan mudah bebas begitu saja."Anita mencoba mengamini ucapan Bagas. Bagaimanapun tetap saja ada rasa khawatir yang menyergap dalam hatinya. Takut jika tiba-tiba ini adalah hari terakhir baginya
***Bagas merampas paksa ponsel Citra. Sejak wanita itu berbisik pada Anita, sejak tadi pula mata Bagas tidak luput mengawasi keduanya. Dia mencoba memberi ruang agar Anita bisa melawan sendiri orang-orang yang sudah membuat hidupnya dulu kesulitan. Tapi gelagat aneh yang Citra tunjukkan membuat Bagas geram. Dia tidak mau Citra memancing emosi Anita dengan sesuatu yang ...."Bacalah!" ucap Citra menyeringai. "Video itu dikirim oleh sepupumu sendiri. Dia memang pandai sekali memanipulasi orang-orang di sekitarnya."Bagas menatap ponsel Citra dengan gemuruh di dadanya. Sebuah video yang sengaja dipotong saat Cahyo berusaha merebahkan Anita di atas ranjang. Video setengah yang hanya menampakkan Anita dan Cahyo yang berinteraksi tanpa berbicara. Meskipun Anita sempat memberontak, tapi tanpa suara membuat video yang tersebar seakan-akan Anita hanya sedang menunjukkan sisi manjanya dengan pura-pura menolak. "Sea? Darimana dia video seperti ini, ini bahkan tidak seperti yang dia pikirkan."
***"Hai, Gas. Tumben sekali orang sibuk nongkrong kesini," sindir Tirta. Dia meninju lengan Bagas dengan pelan dan membersamai langkah laki-laki itu dengan sedikit tergesa. "Buru-buru amat mau duduk, ada yang mau kamu bicarakan?"Bagas menggeleng. "Aku pusing, Mas. Mas Tirta tau video yang sedang viral hari ini?"Tirta mengedikkan bahu. Jarang sekali dia bermain sosial media selama ini. Bahkan memegang ponsel pun hanya ketika ada urusan untuk menghubungi seseorang. Sea misalnya. Selebihnya dia bahkan lupa meletakkan ponselnya dimana."Memang video apa? Video kotor?" goda Tirta. "Sejak kapan kamu suka video ....""Video Anita, Mas," sela Bagas cepat. Tirta menarik kursinya mendekati Bagas. "Maksudmu, Gas?"Bagas menarik napasnya panjang. Saat hendak membuka mulut, sosok Sea masuk ke dalam Cafe yang hari ini lumayan cukup lengang."Kenapa harus di Cafe Mama Astri sih, Mas?" gerutu Sea tidak suka melirik ke arah Tirta.Melihat kedatangan Sea, Tirta sontak saja dibuat bingung dan penasar
***"Bagaimana keadaan Nenek Anita, Gas? Apa sudah semakin membaik, oh ya, Ibu mau tanya sesuatu." Halimah memberondong Bagas dengan banyak perkataan sementara Bagas hanya mengangguk lesu dan berujung dengan mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.Keduanya saling bungkam hingga beberapa menit, sampai Vano datang dan memulai percakapan yang sejak tadi belum tercipta."Kamu tau video yang sedang viral itu, Gas?"Bagas seketika menoleh. Alisnya bertaut dan mencondongkan tubuhnya ke arah dimana Vano sedang duduk."Darimana Ayah tau?""Coba cek sosial media, Gas. Video yang menampakkan wajah Anita dengan jelas sudah menyebar di semua sosmed."Bagas berdecak kesal. "Aku dan Anita baru tau tadi, Yah. Aku akan mengurus ini besok," kata Bagas tegas."Apa tidak sebaiknya kamu melepaskan Anita, Nak?""Kita sudah berjanji untuk tidak ikut campur masalah pribadi Bagas bukan, Hal?"Halimah melengos. Sebaik apapun Anita, dia tetaplah seorang Ibu yang ingin anaknya hidup tanpa banyak masalah yang d