Share

Bab 0003

Nadia mengendarai motor maticnya meninggalkan rumah orang tuanya. Rumah yang penuh kenangan dalam hidupnya. Rumah tempat ia tumbuh dari kecil hingga dewasa. Kebersamaannya dengan kedua orang tua dan Nabila kakaknya. Mereka dulu menghabiskan waktu bersama penuh suka cita dan saling menyanyangi. Tetapi kini, di rumah itu juga ia merasakan hidupnya hancur karena sebuah pengkhianatan.

Hari ini statusnya telah berubah, dia telah menjadi janda setelah tiga bulan dalam mahligai pernikahan bersama lelaki yang dia cintai. Sebuah pernikahan yang sangat singkat, tetapi untuk apa pernikahan itu dipertahankan jika hanya akan membuat luka semakin menganga di dalam hati.

Keluarga yang Nadia anggap akan menjadi tempat baginya kembali disaat-saat sulit, justru merekalah yang mempersulit hidup Nadia. Setelah menikah Nadia langsung diboyong Rama ke rumah kontrakannya. Di balik alasan agar mereka belajar hidup mandiri ternyata alasan utama Nadia meninggalkan rumah kedua orang tuanya adalah rumah itu menjadi mahligai kedua bagi rumah tangga Rama dengan wanita lain, yang tak lain adalah Nabila kakak kandungnya sendiri.

Satu hal yang disesali Nadia setelah mendengar talak dari Rama, dia belum sempat memberitahukan perihal kehamilannya. Tetapi apakah jika Rama mengetahui bahwa dia juga sedang mengandung, Rama akan memilihnya dan mempertahankan pernikahan mereka. Nadia menggelangkan kepalanya mengusir rasa sesal tersebut, karena baginya mengakhiri hubungan yang sudah tidak sehat tersebut lebih baik. Karena pengkhianatan yang dilakukan Rama dan keluarganya telah menghilangkan kepercayaan Nadia pada mereka. Tentu saja sebuah hubungan tanpa adanya rasa saling percaya tidak akan berjalan dengan baik.

Nadia telah sampai di gapura komplek perumahan tempat tinggal kedua orang tuanya. Pandangannya berkabut karena air mata yang menggenang, hingga beberapa kali harus diseka agar tidak menghalangi pandangannya. Kram yang dari tadi mendera terasa semakin tak tertahan. Saat di tikungan, Nadia dikejutkan oleh sebuah mobil mewah yang melaju dari arah yang berlawanan hingga dia tidak bisa mengendalikan motornya dan menabrak mobil tersebut.

Nadia terjatuh dengan kaki tertimpa motor, sehingga ia tidak bisa bergerak. Nadia meremas perutnya, dia merasakan ada cairan kental yang keluar dari jalan lahir. Nadia menatap lelaki tampan, gagah dan tinggi menjulang di depannya berdiri dengan tampak arogan. Nadia yang merasakan tubuhnya semakin lemas menduga yang di depannya adalah Malaikat Izrail yang akan mencabut nyawanya. Nadia pun hanya bisa pasrah, lalu beberapa menit kemudian semua tampak gelap karena Nadia mulai kehilangan kesadarannya.

***

Nadia mengerakkan kelopak matanya dengan perlahan, lalu mengerjap beberapa kali untuk menormalkan penglihatannya. Dipandanginya langit-langit kamar berwarna putih, lalu pandangannya menyapu seisi ruangan dan dia tahu saat ini sedang berada di rumah sakit. Seorang lelaki yang sangat ia kenal sedang duduk di kursi di samping brankar tempat Nadia terbaring, menggenggam erat tangan yang tidak diinfus dan beberapa kali ia mencium punggung tangan Nadia. Bulir-bulir air mata menemani terucapnya kata maaf yang terdengar serak.

Nadia menarik tangannya agar terlepas dari genggaman Rama. Rama yang terkejut justru semakin erat menggenggam tangan Nadia. Mereka saling menatap, tatapan mata terluka dan penuh penyesalan terlihat di mata Rama, bahkan air mata pun lancang mengalir keluar. Sedangkan Nadia menatap tajam Rama, berusaha tegar meskipun sebenarnya hatinya rapuh. Seluruh tubuhnya terasa sakit terutama bagian kaki yang tertimpa motor, tangan Nadia mengusap perutnya pelan. Melihat pergerakan tangan Nadia membuat Rama merasa bersalah dan semakin terluka.

"Pulanglah!" ucap Nadia memecah kesunyian. "Istrimu pasti sedang menunggumu di rumah," lanjut Nadia, yang terlihat enggan bersama Rama.

"Dia ..."

"Pulanglah!" Lagi-lagi Nadia mengusir Rama. "Kita sudah tidak mempunyai hubungan apapun. Tinggalkan aku sendiri!" Nadia memalingkan mukanya menatap ke jendela.

Rama memperhatikan tangan Nadia yang dari tadi mengelus perutnya, bibirnya terasa kelu untuk mengatakan sebuah kebenaran yang ia yakini akan sangat menyakitkan bagi Nadia, istri yang baru saja ia talak beberapa saat yang lalu.

"Anak kita...."

"Dia anakku." Dengan nada tegas, Nadia memotong ucapan Rama.

"Mengapa kau tidak mengatakan padaku kalau kau sedang hamil? Agar aku bisa ikut menjaganya."

"Berkali-kali aku menghubungimu untuk memberitahukan kehamilanku padamu, tapi kau tidak bisa dihubungi. Aku pergi ke rumah bapak untuk mengabari mereka." Nadia terdiam memejamkan mata sambil menarik nafas dalam-dalam.

"Tapi yang kutemukan sebuah kenyataan yang sangat menyakitkan, kalian menusukku dengan curang."

"Maafkan aku Dia!"

"Pergilah! Keberadaanmu di sini hanya akan mengingatkan aku pada pengkhianatan yang kalian lakukan. Aku akan membesarkan anak ini ...."

"Dia telah pergi, anak kita telah pergi." Rama mengucapkan kalimat itu sambil menundukkan kepalanya, ia tak sanggup lagi menatap Nadia yang semakin terluka.

"Maksudmu?"

"Kamu keguguran," lirih suara Rama menjawab pertanyaan Nadia.

Seketika suasana menjadi hening, Nadia menatap Rama seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar, sedangkan Rama masih tetap menundukkan kepalanya.

"Katakan itu tidak benar!"

Rama merasa tak sanggup lagi berbicara hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, kemudian punggungnya bergetar.

"Setelah pengkhianatan suami dan keluargaku, hanya dia yang kuharapkan akan menemani hidupku, tapi Tuhan mengambilnya juga." Air mata Nadia pun lolos tak terbendung lagi mengalir mengiringi kesedihannya. "Oh Tuhan, kuatkan hambaMu ini!" Nadia menangis sejadi-jadinya melepaskan semua kesedihannya.

Rama segera memeluk Nadia berusaha untuk menenangkannya. Nadia menangis dalam pelukan Rama, bahkan mereka menangis bersama, menangisi kepergian anak mereka yang belum sempat melihat indahnya dunia. Dengan perlahan Nadia melepas pelukan Rama, karena dia ingat lelaki di depannya yang berbagi duka dengan dirinya saat ini sudah tidak memilik hubungan apapun dengannya.

"Pergilah!" Nadia merapikan jilbab yang ia gunakan.

"Aku akan menemanimu."

"Pulanglah! Kak Bila menunggumu, aku rasa dia lebih membutuhkanmu."

"Aku akan di sini ..."

"Sebagai apa?"

Pertanyaan singkat Nadia membuat hati Rama berdesir bagaikan tersayat-sayat. Rama menyesali talak yang telah ia ucapkan, apa lagi di saat Nadia sedang mengandung anaknya. Andai dia tahu jika Nadia sedang mengandung, tentu saja Rama tidak akan menjatuhkan talak.

"Ijin aku merawatmu sampai kau pulih."

"Tak perlu, aku bisa sendiri. Setelah talak yang kau ucapkan, aku bukan lagi istrimu, bahkan masa iddahku pun sudah selesai saat aku keguguran. Kau tak punya kewajiban untuk merawatku."

"Maaf."

Nadia hanya mengangguk pelan kemudian memalingkan mukanya. Rama memperhatikan wanita yang pernah ia nikahi dan sudah dia talak, bahkan kata rujuk sudah tidak dapat menyatukan mereka lagi.

Suasana menjadi hening, hingga beberapa saat Nadia tetap mengabaikannya bahkan dia memejamkan mata pura-pura tidur. Rama sadar kesalahannya pada Nadia sangatlah besar hingga tidak mudah untuk memaafkannya, mungkin ini cara Nadia menghukumnya, mengabaikannya dan menganggapnya seolah tidak ada.

"Jika kau butuh sesuatu, aku di luar." Rama mencoba mengajak Nadia bicara karena ia tahu Nadia hanya pura-pura tidur. Nadia tetap diam tanpa memberi reaksi apapun. Rama berdiri dengan perlahan meninggalkan Nadia, mungkin Nadia butu waktu untuk menenangkan diri pikir Rama. Saat sudah di depan pintu Rama membalikkan badan menatap Nadia lagi, Rama mendengus kasar saat melihat Nadia masih tetap diam.

"Maaf." Satu kata itu terucap lagi mengiringi Rama keluar dari ruang perawatan Nadia.

***

Dari balik jendela Nadia menatap gelapnya langit tanpa bintang, seperti hidupnya saat ini. Nadia memejamkan mata, air mata tak bisa dibendung lagi mengalir membasahi pipinya. Matanya yang sembab menunjukkan bahwa ia sudah terlalu lama menangis.

Hari ini begitu berat bagi Nadia, pagi hari penuh suka cita saat ia mengetahui bahwa dia akan menjadi seorang ibu. Lalu kejutan tak terduga saat mengetahui pengkhianatan suami dan keluarganya. Dan petaka yang tak bisa dia hindari, kecelakaan yang menyebabkan luka di kaki, dan yang lebih parah lagi dia harus keguguran hingga kehilangan calon anaknya. Bahkan ia menjalani masa iddah yang hanya beberapa jam setelah talak terucap.

Dalam hati bertanya mengapa Tuhan tidak mencabut nyawanya serta bersama anaknya, agar dia tidak merasakan kepedihan ini lebih lama. Hanya dengan menangis Nadia berusaha melepas semua beban yang terasa menghimpit hidupnya.

"Jika ini jalan hidup yang Kau gariskan ... Tuhan, ijinkan aku menangis malam ini, dan kuatkan aku menghadapi esok hari." Doa Nadia dalam hati yang diiringi tetesan air mata.

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
kenapa Rama menikahi nadia kalau dia mencintai nabila
goodnovel comment avatar
Henny Djayadi
terima kasih atas kritik dan sarannya, semoga bisa memperbaiki untuk karya berikutnya
goodnovel comment avatar
Dahlia Ridi
masa Iddah tidak ada kaitannya dgn keguguran hati2dlm menulis jgn menyesatkan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status