Share

JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU
JIN PENGHUNI RUMAH KOSONG LEBIH PERKASA DARI SUAMIKU
Penulis: Citra Rahayu Bening

MALAM LEBIH DARI SERIBU BULAN

“Mas, aku loyo banget. Tidur duluan, ya, "ucap Dinda.

“Iya, Sayang. Mas mau buru-buru balik kerja,” ucap Gito kepada sang istri sambil mengecup kening wanita yang tampak pucat pasi di pembaringan.

“Kamu malam ini benar-benar dahsyat, Mas. Tenagaku habis-habisan. Kamu minum obat kuat?”

“Enggak, Sayang. Mas, pergi dulu, ya.”

“Kiss bibir, dong!”

Gito pun menuruti kemauan Dinda. Sesaat kemudian, sang istri telah tertidur pulas dengan bibir tersenyum manis.

▪▪▪¤○°○¤▪▪▪

Jam 07.30 WIB

“Assalammu'alaikum!”  Suara Gito membangunkan isterinya. Pria ini merasa keheranan karena lampu teras masih hidup dan tirai jendela masih tertutup.

‘Tok tok tok!’

“Assalammu'alaikum, Sayaaaang!”

Gito berjalan memutar ke samping rumah lalu mengetuk jendela kamar yang masih tertutup.

‘Tok tok tok!’

“Assalammu'alaikum, Sayaaaang!”

Beberapa saat menunggu, akhirnya terdengar daun jendela dibuka.

“W*'alaikumussalam, Mas?”

“Sayang, kok baru bangun? Tumben kesiangan. Sakit?”

“Badanku meriang. Mas bawa kunci, kan?”

“Ketinggalan di rumah Ibu, saat antar jamu sebelum berangkat kerja.”

Bukannya semalam Mas Gito masuk rumah dengan kunci itu? Ah, pasti mau godain aku ini, pikir Dinda dengan muka berseri.

“Ayo ke depan, Mas. Aku bukain pintunya,” ucap Dinda dengan senyum simpul mengingat percintaan mereka semalam yang menggelora.

Gito merasa keheranan dengan gelagat Dinda. Selain dilihat wajahnya pucat pasi, cara berjalan sang istri mengakang membuat Gito bertanya-tanya. Ada apa dengan istrinya?

Gito gegas menuju depan, Dinda bersandar di salah satu sisi kusen. Pria berseragam satpam ini menghampiri sang istri lalu meraba kening Dinda.

“Panas sekali,” ucap Gito lalu merangkul sang istri untuk diajak masuk.

“Gak apa, Mas. Aku senang, kok.”

“Sakit kok senang. Mas mandi dulu, habis itu kita ke dokter.”

“Aku kesiangan belum masak. Aku bikinin mie instan, ya?”

“Boleh kalo badan kamu masih kuat. Atau mampir ke warung sebelum ke dokter.”

“Ya, deh.”

“Sana, cuci muka dulu! Mas mau bikin kopi dulu, ngantuk.”

Dinda segera melangkah masuk kamar mandi, sedangkan Gito ke dapur menjerang air.

“Gak usah lama-lama di kamar mandi. Tambah sakit entar.”

“Iya, Mas. Cuci muka doang ini.”

Tak lama kemudian Dinda telah keluar dari toilet. Gito sedang mengaduk kopi saat sang istri memeluknya dari belakang. Tubuh Gito ikut menghangat tertempel badan Dinda yang panas.

“Badan kamu panas banget, Sayang,” ujar Gito sembari berbalik dan memeluk tubuh Dinda. Sang istri merapatkan kepala ke dada Gito.

Bau keringatnya kok lain, ya? tanya Dinda dalam hati sambil membuka kancing baju Gito lalu menciuminya kulit tubuh suaminya.

Kok aneh? Yang semalam bau kasturi gitu, ya, pikir Dinda masih terbayang permainan mereka semalam yang begitu menggairahkan.

Hingga berapa kali mereka melakukan, Dinda tak mampu mengingatnya. Tenaga terkuras dalam dalam semalam. Permainan sang suami lain dari malam biasanya. Dinda tersenyum bahagia.

“Mas, mau minum kopi dulu. Habis itu mandi. Tuh, Mas udah bikinin teh hangat untuk kamu.”

“Makasih, ya, Mas.”

Mereka mengurai pelukan. Dinda duduk di kursi, sedangkan Gito berdiri. Mereka menikmati minuman hangat masing-masing. Kopi masih separo gelas, Gito segera beranjak ke kamar mandi. Ia tak ingin sang istri bertambah parah sakitnya.

Tak lama kemudian terdengar bunyi guyuran air dari dalam kamar mandi. Dinda beranjak pelan ke kamar untuk mengambil baju sang suami.  Area pangkal paha terasa nyeri buat berdiri apalagi berjalan.

Akhirnya, dengan langkah tertatih-tatih bisa mencapai kamar dan berhasil membawa sebuah kemeja lengan pendek dan celana jeans. Dinda mengetuk setelah sampai depan pintu kamar mandi.

“Mas, ini gantinya.”

Pintu kamar mandi terbuka sedikit lalu Dinda segera mengulurkan baju itu. Ia kemudian kembali duduk melanjutkan meminum tehnya. Sekitar sepuluh menit kemudian, Gito telah keluar dengan badan lebih fresh. Bau sabun mandi menguar dari tubuh pria ini.

“Kok belum ganti baju, Sayang?” tanya Gito sambil duduk di samping sang istri. Ia lalu menyesap habis kopinya.

“Habisin teh dulu. Mumpung masih hangat. Aku ganti baju sekarang.”

Dinda segera bangkit dengan berpegangan pinggir kursi. Tampak ia meringis. Gito yang tak tega melihat istrinya kesakitan lalu menggendong Dinda. Sesampai kamar tubuh sang istri dibaringkan di atas pembaringan.

Nafsu kelakian Gito mendadak tersulut melihat ekspresi sang istri yang terlihat sangat menggairahkan, tetapi hati nuraninya melarang. Istrinya dalam keadaan sakit dan perlu segera diobatkan.

“Biar Mas yang ambilin baju. Pake yang mana?”

“Baju terusan motif bunga mawar, Bang.”

“Siap, Cantik.”

Gito segera menuju lemari pakaian lalu membuka pintunya. Tangan kekar pria ini sibuk memilah di antara tumpukan baju. Akhirnya, ia menemukan baju yang diinginkan oleh sang istri. Sebuah sweater diambil juga dari gantungan baju. Gito melangkah ke arah Dinda lalu meletakkan kedua pakaian di kasur.

“Mas tinggal ke toilet bentar.”

“Iya, Mas.”

Gito keluar kamar melangkah menuju toilet. Sementara itu, Dinda pelan-pelan bangun dan turun dari pembaringan untuk segera berganti pakaian. Kini, ia berjalan keluar kamar menuju ruang tengah dan duduk menunggu suaminya. Gito keluar dari toilet dan menghampiri sang istri.

“Mau digendong Mas?”

“Enggak. Kayak bayi.”

“Ya, gak papa. Mumpung Mas masih kuat ini.”

Dinda hanya tersenyum lalu berusaha berdiri dan dibantu oleh Gito. Dengan dipapah oleh Gito akhirnya Dinda berhasil sampai di teras. Dinda mengulurkan kunci rumah kepada suaminya. Gito segera beranjak mengunci pintu. Mereka pun berangkat ke dokter dengan berboncengan. Sementara itu dari celah pintu rumah kosong yang keropos tampak bola mata besar mengintai pasangan barusan.

“Aaahhh!” Geraman penuh amarah terdengar dari dalam.

Sang suami tak menyadari mata Dinda menatap tajam ke arah rumah kosong. Dinda merasa ada yang memanggil namanya dan hal itu membuat hati terbuai. Wanita ini kembali teringat dengan romantisme yang ia rasakan bersama sang suami.

Hal yang tak ia rasakan kala malam pertama sebulan lalu. Ada yang ganjil dengan keperkasaan sang suami dan itu membuatnya semakin bergairah. Sementara suara panggilan dari rumah kosong lembut terdengar bagai rayuan Raja Amor menembus relung hati.

Sejak semalam, suara desahan dan panggilan ini terngiang di telingaku, apa aku sedang berhalusinasi? Batin Dinda bergejolak berusaha memikirkan kisah semalam dengan Gito. Namun, sang suami menyangkal semua ceritanya.

Bisa jadi suaminya terlalu capek, sehingga jadi ambigu. Dinda tak ingin bertanya lagi kepada Gito, cukup menyimpan rasa semalam dalam hati dan bisa jadi, ia ingin mengulangnya kembali.

“Mas, makasih, ya.”

“Iya, Sayang.”

Mata besar dalam rumah kosong mengawasi pasangan ini hingga menembus pepohonan dan bangunan rumah yang dilewati mereka. Ia cemburu dengan kemesraan mereka, tetapi akan menghampiri sang wanita saat sedang sendirian. Kemesraan semalam akan diulang kembali sampai wanita idamannya melupakan sang suami. Sosok tinggi besar ini tersenyum puas.

Komen (6)
goodnovel comment avatar
Liska Syafika
hadeuhh takuttt
goodnovel comment avatar
Bshenk Grin
menang banyak si genderuwo
goodnovel comment avatar
Ar_key
waduh gawat nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status