Share

Merayakan Penderitaan
Merayakan Penderitaan
Penulis: Ranti Kurnia

Pesta Perayaan

Meletup, lalu redup. Bias cahaya menghiasi langit malam yang cerah. Menyala bertaburan saling menari-nari di angkasa. Membentuk sebuah keindahan dalam kesunyian malam.

Gadis ayu itu berdiri di balkon kamar. Menatap cahaya yang saling mengisi kesunyian malam. Pandangannya lurus ke depan. Netra hazel miliknya memandang sendu pemandangan di depannya. Ada sepercik kegundahan yang membalut jiwa.

Rambut coklat panjang miliknya dibiarkan terurai. Hembusan angin sudah menerpanya sedari tadi. Seakan membelai dan ingin mengajaknya bercengkerama, melupakan segala kerisauan di hatinya.

'Bukankah kamu sudah menunggu waktu yang sangat lama untuk menikmati keberhasilan dalam hidupmu ini, Cendana Amelia? Lalu apa lagi yang engkau risaukan?' tanya Lia, bergelut dengan batinnya sendiri.

Ini kali pertama Cendana Amelia melakukan perayaan dalam hidupnya. Sudah belasan tahun dia menunggu momen ini dalam hidupnya, tapi baru terjadi hari ini. Perayaan yang dia adakan berbeda dari perayaan yang dilakukan orang-orang pada umumnya. Dia akan mengadakan sebuah perayaan ketika orang-orang di sekitarnya menderita. Baginya sungguh sangat menyenangkan bisa berbahagia di atas penderitaan orang lain.

'Tapi, apakah yang aku lakukan ini benar?' Lagi-lagi dia bertanya pada dirinya sendiri.

"Ah, sudahlah. Memang ini yang aku inginkan sedari lama bukan? Mengapa juga aku harus bersedih dihari bahagiaku." Lia terus meyakinkan diri sendiri. Melakukan sebuah pembenaran atas apa yang dia lakukan saat ini.

Lia meneguk wine untuk yang kesekian kali. Masih tersisa setengah di dalam gelas. Rasanya sungguh lega, membasuh kerongkongan yang terasa kering. Sekering hatinya saat ini. Nurani yang ia miliki seakan menghilang seketika. Beralih ke dalam mode iblis.

Sungguh, saat ini dia merasa dirinya tidak lebih baik dari iblis. Berbahagia di atas penderitaan yang dialami Arrayyan Sagara. Pria yang sudah sebulan ini menjadi suaminya. Namun, apa yang ia lakukan sekarang juga akibat dari perbuatan keluarga Sagara. Andai saja keluarga Sagara tidak sekejam ini atas hidupnya. Mana mungkin Lia akan bertindak sejauh ini.

Ingin rasanya melenyapkan semua orang-orang itu, tapi Lia sadar dirinya tak boleh terlalu gegabah. Dia akan menikmati permainan yang dia buat sendiri untuk menjatuhkan keluarga Sagara. Lebih baik membuat keluarga Sagara menderita secara perlahan. Dengan begitu penyakit akan suka rela menggerogotinya.

Malam ini biarkan Lia menikmati perayaan yang ia adakan dan dinikmati sendirian. Biarkan dia merasakan kebahagiaan yang tak pernah dia dapatkan sebelum ini. Biarkan saja seisi dunia tahu jika dia memang iblis yang sedang menikmati sebuah perayaan di atas penderitaan Ray. Lia tak perduli. Dia hanya ingin bersenang-senang sekarang.

"Nikmati pestamu, Lia. Bersenang-senanglah!" ucapnya sembari tertawa dan meneguk wine.

Serangkaian nada-nada yang mengisi kesunyian malam membuatnya menghentak-hentakkan kaki. Melangkah ke sana dan ke mari. Meliuk-liukkan tubuh seiring dengan irama lagu.

"Oh, indahnya hidup ini," ceracau Lia.

Tubuhnya hampir saja limbung. Dia bersandar di tembok. Kepalanya pusing dan terasa sangat berat saat ini. Alkohol yang masuk ke dalam tubuh telah membuat wanita itu kehilangan setengah dari kesadarannya.

Lia berjalan merambat di samping tembok. Tangannya terus meraba-raba tembok di depannya, seakan takut terjatuh karena tak punya pegangan. Dia tak boleh sekarat sekarang. Bukan waktu yang tepat. Mana mungkin dia akan membiarkan dirinya sekarat sebelum dendam yang dia miliki terhadap keluarga Sagara terbayar tuntas?

Lia mematikan alunan lagu yang bersumber dari speaker bluetooth. Dia masih berjalan merambat ke arah kasur. Lia butuh tidur sekarang, sebelum kesadaran yang dia miliki hilang seluruhnya.

Lia mengerjapkan mata berulang kali. Menerima bias cahaya matahari dari cela jendela yang hanya tertutup gorden sebagian.

"Aw..." Lia memegangi kepala yang masih terasa pening akibat pengaruh alkohol semalam. Dia mencoba bangkit dari tidurnya. Memunguti barang-barang yang berserakan akibat pesta yang ia adakan semalam.

Kaleng bekas minuman dengan kandungan soda, botol bekas wine, dan beberapa sampah dari jenis camilan tergeletak di lantai. Kamar ini bukan hanya mirip dengan kapal pecah. Lebih seperti tempat pembuangan sampah. Oh, lihatlah! Betapa kotor dan berantakannya.

"Astaga, sudah pagi. Aku harus segera pulang!"

Lia memasukkan benda yang berserakan di atas lantai ke dalam kantong plastik berukuran besar. Dia melakukannya dengan cepat. Meskipun di resort ini terdapat banyak petugas kebersihan, tapi Lia tak mau meninggalkan kesan yang buruk karena kamar yang dia tempati terlalu berantakan.

Usai dengan prahara sampah-sampah barusan, Lia masuk ke dalam kamar mandi. Membasuh tubuh dengan air. Dia ingin berendam sebentar agar pikirannya terasa jernih.

Lia keluar kamar mandi. Membawa baju kekurangan bahan yang ia kenakan semalam. Baju itu dia buang begitu saja di dalam tong sampah. Kini penampilannya berubah drastis. Dari yang semalam memakai dress selutut tanpa lengan dan make up menor yang menghiasi wajahnya, dia tanggalkan begitu saja. Lia yang sekarang sedang mematut dirinya di depan cermin berubah menjadi wanita yang bersahaja. Memakai rok panjang dan blouse lengan panjang, tanpa polesan make up sedikitpun. Bahkan kesan iblis dalam dirinya berubah seketika menjadi bidadari cantik.

Lia berlari meninggalkan resort, menghadang sebuah taksi di depan sana. Ia melihat jam mewah yang melingkar di pergelangan tangan. Menghentak-hentakkan kaki dengan tak sabar. Dia sudah sangat kesiangan sekarang.

"Antarkan aku ke Jalan Cempaka Indah Nomor 25 ya, Pak!" ucapnya pada sopir taksi.

"Baik, Bu," ucap sang sopir menjalankan kendaraan.

Sesampainya di rumah, Lia segera masuk ke kamar. Ada Ray yang sedang terlelap di ranjang. Ditatapnya wajah Ray yang nampak kuyu. Membuat seringaian nampak di sudut lengkungan bibir Lia.

'Ini baru permulaan, Sayang,' batin Lia sembari membelai wajah rupawan Ray.

Sadar ada yang mengusik tidurnya, Ray membuka mata, mengucek, dan mengerjapkannya berkali-kali. Menyesuaikan bias cahaya di sekitarnya. Nampak wajah ayu Lia di hadapannya yang tengah tersenyum. Senyum manis yang selalu Ray suka.

"Selamat pagi, Sayang. Kamu sudah pulang?" tanya Ray dengan suara serak, khas orang baru bangun tidur.

Ray menggenggam tangan Lia. Menghujani punggung tangan wanita itu dengan kecupan berulang kali. Tak ingin Ray lepaskan barang sedetikpun. Dia sudah cukup frustasi karena Lia tak ada di sisinya selama dua hari ini.

Lia melepaskan genggaman tangan Ray. "Iya, Sayang. Aku siapkan air hangat untukmu mandi ya?" Lia beranjak dari sisi ranjang, masuk ke dalam kamar mandi. Dia mengisi bathup dengan air panas dan mengukur suhu air agar tak terlalu panas.

"Sudah?" tanya Ray. Dia ikut masuk ke dalam kamar mandi. Memeluk Lia dari belakang dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Lia.

Lia berusaha melepaskan tangan Ray yang berada di perutnya. "Mandilah! Aku akan siapkan baju ganti dan sarapan untukmu."

"Biarkan seperti ini sebentar saja, kumohon. Aku masih merindukanmu," pinta Ray manja, tak mau melepaskan pelukannya.

Lia tetap berusaha melepaskan pelukan Ray. "Sudah siang, Sayang. Kamu harus bekerja."

Ray mendengus kesal. Dia tetap tak melepaskan Lia, justru mengeratkan pelukannya. Lia selalu saja seperti ini. Mencari seribu alasan saat Ray ingin bermesraan dengannya. Seakan menolak setiap kali Ray menyentuhnya. Apa yang salah dengan Ray? Bukankah sentuhan seperti ini hal yang sangat wajar untuk ukuran suami istri?

"Airnya panas?" tanya Ray lirih, tepat di samping telinga Lia.

Lia mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Ray. Ray menyelipkan rambut kecoklatan Lia ke belakang telinga. "Kok panas?" tanya Ray cemberut. Menaruh dagunya di pundak Lia. "Ganti dengan yang dingin. Aku tak mau mandi pagi dengan air panas," imbuh Ray. Dia merajuk seperti anak kecil.

Lia menghembuskan napasnya perlahan. Menahan rasa kesal. Lia paling tidak suka jika Ray memprotes pekerjaannya. Namun ya sudahlah. Memang Lia harus banyak-banyak bersabar dalam menghadapi tingkah Ray yang menyebalkan.

Lia membuang air panas dalam bathup dan mengganti dengan air dingin. "Sudah," ucap Lia setelah menyelesaikan pekerjaannya.

Ray memeluk Lia kembali dari belakang. "Mandilah bersamaku, Sayang!" pinta Ray. Hembusan napas Ray menyentuh tengkuk Lia, membuatnya merinding seketika. Terlebih suara berat Ray seakan menggoda Lia.

Lia memutar tubuhnya menghadap Ray. Memandang pria yang dia anggap sangat menyebalkan ini. Lia mendorong dada Ray perlahan. "Mandilah! Jangan seperti anak kecil yang harus dimandikan oleh ibunya," ucap Lia dengan kesal.

Ray tergelak. Kekesalan Lia bagaikan hiburan untuknya. Tak ingin wanita itu bertambah kesal, Ray melepaskan pelukannya. Lia menjauh dari Ray dan menutup pintu kamar mandi. Meninggalkan Ray sendirian di dalam sana.

"Kalau saja tak mengingat misiku. Sudah kubunuh sekarang juga kamu, Ray!" batin Lia kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status