Lia dibawa ke ruang pemeriksaan. Nyonya Helena berkacak pinggang seraya berjalan mondar mandir di depan ruangan. Melihat betapa Ray sangat mencintai Lia, membuat Nyonya Helena ikut mencemaskan keadaan sang menantu. "Bagaimana keadaan menantu saya, Dok?" tanya Nyonya Helena, menyela sang dokter yang akan menjelaskan keadaan Lia. "Menantu anda pingsan karena kelelahan dan faktor berbadan dua, Nyonya, untuk pemeriksaan lebih lanjut nanti akan ditindak lanjuti oleh dokter kandungan.""Kalau begitu saya permisi, Nyonya.""Baik, Dok. Terima kasih banyak."Nyonya Helena meraup wajahnya penuh syukur. Dia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan cucu dari Ray dan Lia secepat ini. Pernikahan Ray dan Lia yang baru satu bulan setengah itu ternyata dapat mewujudkan impian Nyonya Helena. Ya, beberapa bulan lagi Nyonya Helena dapat menimang seorang cucu yang selama ini dinantikannya. Lima tahun sudah Nyonya Helena menanti datangnya seorang cucu dari pernikahan Arsa dan Bella, tapi belum tampak
Ray mendekati sang mama. Membisikkan sesuatu di telinga Nyonya Helena. "Ma... Aku mau bicara berdua dengan Lia boleh?"Nyonya Helena mencebikkan bibirnya. "Bilang aja kamu mau ngusir Mama kan?" ucapnya ketus. Sebenarnya hanya bercanda. "Ish... Bukan gitu, Ma," sunggut Ray. "Arsa... Bella... kita keluar dulu sebentar yuk!" ajak Nyonya Helena menyeret lengan keduanya. "Mau kemana, Ma?" tanya Lia. "Ke kantin bentar." Nyonya Helena beralasan. Nyonya Helena sendiri ingin memberikan kesempatan pada Ray dan Lia. Siapa tahu dengan adanya janin dalam rahim Lia membuat keduanya bisa berbaikan dan menjalin hubungan rumah tangga yang harmonis seperti sebelumnya.Setelah ketiganya pergi Ray memutar roda pada kursinya. Roda-roda itu menggelinding ke depan. Semakin lama semakin dekat dengan ranjang pesakitan. Di mana wanitanya berada di atasnya. Melihat Ray semakin mendekat ke arahnya, semakin panik pula Lia dibuatnya."Jangan mendekat!" peringat Lia. Menghentikan gerakan suaminya. "Yasudah. A
Meletup, lalu redup. Bias cahaya menghiasi langit malam yang cerah. Menyala bertaburan saling menari-nari di angkasa. Membentuk sebuah keindahan dalam kesunyian malam. Gadis ayu itu berdiri di balkon kamar. Menatap cahaya yang saling mengisi kesunyian malam. Pandangannya lurus ke depan. Netra hazel miliknya memandang sendu pemandangan di depannya. Ada sepercik kegundahan yang membalut jiwa. Rambut coklat panjang miliknya dibiarkan terurai. Hembusan angin sudah menerpanya sedari tadi. Seakan membelai dan ingin mengajaknya bercengkerama, melupakan segala kerisauan di hatinya. 'Bukankah kamu sudah menunggu waktu yang sangat lama untuk menikmati keberhasilan dalam hidupmu ini, Cendana Amelia? Lalu apa lagi yang engkau risaukan?' tanya Lia, bergelut dengan batinnya sendiri. Ini kali pertama Cendana Amelia melakukan perayaan dalam hidupnya. Sudah belasan tahun dia menunggu momen ini dalam hidupnya, tapi baru terjadi hari ini. Perayaan yang dia adakan berbeda dari perayaan yang dilakukan
Oh, ayolah! Siapa yang tidak mengenal Arrayyan Sagara. CEO ternama di negara ini. Diumurnya yang ke 25 tahun Ray berhasil memimpin perusahaan yang dia dirikan sendiri, tanpa campur tangan keluarganya. Ya meskipun begitu, perusahaan Ray tetap menggunakan nama keluarganya-Sagara Corp. Perusahaan Ray bergerak dibidang properti dan merupakan salah satu perusahaan terbesar di negara ini. Sedangkan perusahaan milik keluarga Sagara bergerak dibidang industri. Ketegasan serta kepiawaian Ray dalam memimpin perusahaan membawa dampak yang baik bagi perusahaan ini. Banyak yang senang dengan kepemimpinan Ray. Tak hanya para karyawan, tapi juga partner bisnisnya. Ray tak pernah mengalami kegagalan dalam bisnisnya. Setiap tahun selalu berkembang lebih baik dari sebelumnya. Apapun masalah yang terjadi di dalamnya pasti bisa dia atasi. Namun, berbeda kali ini. Ray tampak frustasi dengan setumpuk dokumen di hadapannya. Pening di kepala Ray nampaknya enggan beranjak dan terus menggerogoti."Anggara!"
Drrrttt DrrrtttPonsel pria itu bergetar. Tangan kirinya dia gunakan untuk meraih ponsel yang diletakkan di dashboard mobil, sementara tangan kanan tetap memegang kendali. "Ya, hallo," jawab pria itu tanpa melihat siapa si penelepon terlebih dahulu, tapi sepersekian detik berikutnya dia mengenali suara tersebut."Oke. Saya akan segera kembali ke sana!"Pria itu memutar balik kendaraannya. Melaju dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di tempat tujuan. Rasa penasaran yang dia miliki begitu tinggi. Membuat kaki panjangnya melangkah dengan cepat. Langkahnya seperti orang dikejar setan di siang bolong. "Bagaimana, Anggara?" tanya Ray menghampiri Anggara di ruangan asistennya. "Saya sudah menyelidikinya, Pak. Memang benar ada pengubahan data di laporan keuangan, sehingga menyebabkan perbedaan data antara yang terdapat pada laporan bagian akuntansi dan aktual di bagian lapangan."Ray memijat pelipisnya. "Ini benar tidak main-main, Anggara. Dia telah mencuri uang perusahaan sebanyak 3
"Lepas, Ray!" sentak Lia kasar, tapi tak membuat cengkraman Ray terlepas begitu saja. "Kumohon, lepaskan aku, Ray! Sakit!" rintih Lia terus meronta minta dilepaskan.Telinga Ray seakan tuli. Dia tak mengindahkan ucapan Lia sama sekali. Ray menyeret paksa wanita itu agar beranjak dari ranjang. Lia sudah berdiri, berhadapan dengan suaminya. Pria itu melepaskan cengkraman di pergelangan tangan Lia dengan kasar. "Aww..." ringis Lia sembari memegangi pergelangan tangannya yang sakit. Ray berubah seketika menjadi pria yang dingin. Bulu kuduk Lia meremang seketika. Ketakutan nampak di raut wajahnya yang ayu. Tidak pernah sekalipun Lia merasakan sikap Ray yang seperti ini padanya.Ray semakin mendekat ke arah Lia. Menepis jarak diantara keduanya. Tatapan mereka saling beradu. Netranya menatap Lia dengan tajam. Tak hanya itu, rahang Ray mengeras. Bahkan gemeletuk dari gigi Ray bisa Lia dengar. Pria itu terlihat sedang menahan emosi yang kian meledak dalam dirinya. "Katakan apa maumu?" tanya
[Bu, nanti Lia sama Ray ke sana ya. Kami berencana akan membangun ulang panti dan mendirikan sekolahan. Kalau Ray tanya tentang masalah ini, tolong ibu katakan padanya bahwa kita sudah berdiskusi sebelumnya tentang hal ini.]Lia mengirimi pesan singkat pada ibu panti agar wanita paruh baya itu tahu maksud kedatangan dirinya dan suaminya. Dia tidak ingin Ray menaruh curiga padanya sedikitpun. Ray keluar dari kamar mandi. Pria itu melangkahkan kakinya mendekati Lia. Mencuri-curi kesempatan dengan mengecup pipi kiri wanitanya. Tubuh Ray semakin mendekati Lia. Menepis jarak diantara keduanya. Lia mendorong dada bidang Ray yang polos. Lia paling tidak suka jika Ray sudah begini. Menempelkan tubuhnya dengan tubuh Lia. Apalagi tubuh bagian atas dari pria itu polos, dia hanya memakai celana jeans panjang. Tubuhnya juga basah terkena sisa air sehabis mandi. Lia merasa sangat risih. "Keringkan tubuhmu dan pakai baju terlebih dahulu! Badanmu basah, Ray!""Keringkan!" pinta Ray manja, merengkuh
Jemari lentik wanita itu mengusap wajah seorang pria dalam sebuah foto. Terlihat lengkungan di salah satu sudut bibirnya yang tertarik ke atas. Mengejek foto si pria yang ada pada genggaman tangannya. "Kamu memang iblis! Namun, tahukah kamu jika aku bisa menjadi malaikat pencabut nyawa untuk iblis sepertimu? Hahaha." Wanita itu berbicara sendiri. Sudah seperti orang gila saja nampaknya. Hahaha... Ya, dia memang tidak waras semenjak hidupnya dihancurkan oleh pria itu. Kobaran api membingkai benda persegi yang sedari tadi dia genggam. Dia membakar foto itu hingga tak bersisa. Luruh, berhamburan, melayang-layang di udara menjadi abu. "Tenanglah! Sebentar lagi kamu juga akan menjadi abu seperti fotomu ini. Tinggal menunggu ajal menjemputmu saja. Hahaha...""Tidak... tidak. Bajingan sepertimu tidak boleh sekarat sekarang. Tidak asik bukan? Lebih asik lagi jika kamu mati secara perlahan dalam penderitaan. Tentu aku akan menikmatinya. Jika kamu menderita, akan kubuatkan sebuah pesta peraya