Share

Ranjang Panas CEO
Ranjang Panas CEO
Penulis: Rosemarry

Bab 1

Kriiiing ... Kriiiing ...

Jam weker yang terdapat di atas nakas, tepat di sebelah ranjangnya itu pun sudah berbunyi beberapa kali. Namun, si empunya tak juga terbangun dan sadar dari mimpi indahnya.

"Freya ... Freya ... Bukanya kamu bilang ada interview kerja hari ini?" wanita paruh baya yang cantik itu menggoyangkan perlahan tubuh Freya.

"Ehmm ..." Gadis cantik yang baru bangun itu menggeliat di atas kasurnya.

"Bangunlah Freya, Ini sudah siang bukanya kau bilang ada interview hari ini?" ucap si wanita paruh baya tadi, yang membuat Freya auto membuka lebar-lebar kedua matanya.

"Jam berapa ini?!" gumamnya sambil meraih jam wekernya.

"Astaga! Mati aku!" Freya pun buru-buru mandi dan bersiap.

Lima belas menit kemudian dia sudah selesai berpakaian, Freya berlari dengan terburu-buru keluar dari rumah hingga melupakan sarapannya.

Dia menuju ke sebuah halte bus yang berada tidak jauh dari rumahnya, dan betapa beruntungnya saat dia datang bus juga kebetulan baru sampai di halte itu. Freya pun segera naik untuk mencari tempat duduk.

Ini semua terjadi, karena semalam dia begadang untuk menulis novel online miliknya. Hingga dia terlambat bangun untuk Interview penentu penentu nasibnya ini, apakah dia akan lolos dan berhasil menjadi sekretaris di perusahan design terbesar di kota B itu atau tidak.

Freya adalah anak angkat dari Alfaro Bruge dan Renata Wilson. Mulanya mereka hidup dengan nyaman dan berkecukupan dengan berjalan lancarnya bisnis milik Alfaro. Namun belum lama ini bisnis Alfaro mengalami kemerosotan dan jatuh bangkrut, membuat Freya harus bekerja untuk membantu orang tuanya.

"Astaga naga! Cobaan apa lagi ini ya tuhanku!" seru Freya sambil menengok pada jam yang nangkring cantik di tanganya, kemudian beralih melihat jalanan dengan deretan mobil yang berbaris layaknya semut di pagi ini.

Raut wajah Freya nampak sangat was-was, terlebih saat dia kembali menengok jarum jam yang terus saja berjalan, seolah tak perduli dengan kesulitannya saat ini.

"Sabar kali mbak, namanya juga pagi hari. Di kota besar pula, ya pasti macet!" sahut penumpang bus yang duduk di sebelah Freya dengan ketusnya. Dia melihat Freya yang menggerutu dan gelisah sehingga membuatnya kesal.

"Iya mbak, saya juga ngerti kok. Tapi masalahnya ... saya ada jadwal interview pagi ini, dan ini sangat menentukan nasib saya mbak." Freya menjawab sambil tak henti menatap ke arah jam tangan dan jalanan di depanya secara bergantian.

Kini hanya tersisa waktu empat puluh lima menit lagi sebelum interview itu di mulai.

Tentu saja hal itu membuat Freya semakin gelisah, "Aduh ... gimana ini?" tanya Freya dalam hatinya, dan sekali lagi dia melihat jam tanganya itu, "Empat puluh lima menit lagi interview sudah mau mulai," keluhnya dalam hati.

Dalam kondisi semacam ini, Freya di haruskan menentukan pilihan dengan cepat. Apakah dia akan tetap duduk dan menunggu di dalam bus, sampai bus itu mengantarkan dia ke tempat tujuanya tapi entah kapan itu. Ataukah dia memilih turun dan berlari secepat mungkin untuk sampai di tempat tujuannya.

"Apa lebih baik aku turun dan lari saja sampai ke perusahaan?" Freya berucap dalam hati, namun sesaat kemudian dia melirik ke arah kakinya yang saat ini menggunakan high heel dan bukan sepatu olahraga.

"Astaga! Apa aku harus berlari sambil telanjang kaki?" Freya menjerit dalam hati, dan hal ini membuat Freya semakin frustasi.

Jika dia gagal pada interview kali ini, sudah bisa di pastikan tak akan ada kesempatan emas kedua. Dan juga ini adalah tahap interview terakhir untuknya, agar bisa lolos dan bekerja sebagai sekretaris. Dan peluang pada kesempatan ini juga tinggi, karena hanya ada 4 kandidat saja yang lolos termasuk dirinya.

"Mbak, dari pada mbak kayak ulet keket gitu karena takut telat. Mending turun aja deh, soalnya ini macet pasti bakal lama." Saran si wanita tadi.

"Bener juga sih mbak, ya udah saya mau turun aja deh. Permisi mbak ..." Freya yang kemudian membayar ongkos bus dan memilih turun.

Dia terpaksa naik bus karena tarifnya yang murah, tentu saja karena saat ini dia sedang menderita kanker alias kantong kering yang mengharuskannya untuk berhemat.

Setelah kebangkrutan orang tuanya, Freya hanya bisa memakai uang tabungan dari hasil pemberian orang tuanya sebelum mereka bangkrut. Karena Freya ini adalah tipe wanita yang tidak suka foya-foya meskipun di saat keadaan ekonomi orang tuanya masih baik-baik saja. Begitu juga saat dia masih kuliah di London dulu, tepatnya di "Royal collage of Art".

Dan ini pun kali pertama bagi Freya naik bus, biasanya dia akan memakai mobil pribadinya sendiri. Tapi sekarang mobil itu sudah tidak ada lagi, karena sudah di jual untuk untuk menutup hutang bisnis ayahnya saat bangkrut.

Untung saja ada bus yang ongkosnya murah,l dan tentu saja bisa menghemat keuangan Freya, tapi naasnya bus yang dia tumpangi malah terjebak macet.

Setelah turun dari bus, Freya pun berlari mencari toilet. Dan untungnya di dekat tempatnya turun terdapat pom bensin, dan disana ada toilet umum yang tersedia. Dengan secepat mungkin Freya berlari menuju toilet itu, dan melepas kemeja setengah transparan yang dia pakai.

Karena dia memakai kaos sebagai dalaman, jadi dia memilih melepas kemejanya agar tidak terkena keringat saat dia marathon ke perusahaan nanti. Setelah melepas, melipat, dan memasukkan kemejanya ke dalam tas yang dia bawa.

Freya memperhatikan pantulan dirinya di cermin, dia nampak pasrah melihat penampilanya saat ini. Kini dia hanya mengenakan kaos dengan bawahan rok span, khas seorang karyawan di tambah dengan dia yang harus melepas sepatunya.

"Hufft! terpaksa deh harus begini. Nggak mungkin juga kan aku lari pakai heels, Bisa-bisa malah nyusruk ke selokan nanti." Gerutu Freya sambil berjalan keluar dari toilet umum itu. Freya pun menengok jam tanganya, dan kini tinggal tersisa 30 menit lagi sebelum interview itu di mulai.

"Go Freya! Ganbatte! Dua puluh menit untuk lari sampai ke perusahaan dan sepuluh menit bisa untuk ganti baju dan perbaiki make up." Monolog Freya menyemangati dirinya sendiri.

Freya pun mulai berlari sekuat tenaga, dan secepat yang dia bisa. Tatapan mata aneh orang-orang yang melihatnya berlari bagai kuda seperti itu pun, tak lagi di hiraukan oleh Freya.

"Bodo amat sama apa yang kalian pikirin, yang penting aku bisa dapat pekerjaan ini dan gak jadi homeless (gelandangan)." Freya benar-benar fokus berlari dan mengacuhkan tatapan aneh orang-orang padanya.

Freya terus berlari hingga sampai di sebuah persimpangan, namun karena terburu-buru dia tidak memperhatikan kalau lampu lalu lintas sudah berubah menjadi warna merah.

Hingga tiba-tiba ...

Tiiiinnn ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status