Share

Kau Membuat Aku Terluka, Akan Kubalas

Bab 5

Terkirim, aku mengedarkan pandangan kemudian membuka pintu kamar. Masih gelap mungkin Ibu dan Sania belum berhasil atau takut menaikkan saklar.

"Aku takut Mas, gak bisa caranya!" terdengar suara Sania sedang berbicara dengan Mas Beni. Mereka baru saja kembali masuk ke dalam rumah. Aku kembali meletakkan ponsel itu di atas meja, dengan posisi semula.

Kembali mengambil posisi sembunyi, sembari menikmati raut wajah mereka. Terutama Mas Beni, bagaimana ya jika dia tahu uang seratus juta berhasil masuk ke dalam rekeningku.

"Mas, aku belum jadi transfer loh tadi. Mas aja deh yang transferin!" ucap Sania.

Mas Beni mengambil ponsel.

Drrrt... Ponselku bergetar ternyata ada pesan masuk dari Kak Marwah. Ternyata screenshot chat dari W******p Grup keluarga mereka.

[Om Beni, jangan lupa bagian Airin ya besok untuk beli tas sekolah baru. Cukup 5 juta aja!] pesan dari Mbak Husna. Emang gak tahu malu ini orang, di W******p masih ngemis duit pada suamiku. Tahu aja, dia sedang dapat bonus katanya.

"Kemana saldoku...!" teriak Mas Beni dia menatap layar ponsel dengan tatapan seakan tak percaya.

Aku sangat ingin tertawa melihat raut wajah syok Mas Beni, apalagi Ibu dan Sania yang ikut panik.

"Kenapa, Mas?" Sania panik dan ikut melihat layar ponsel Mas Beni.

"Kemana yang seratus juta!" ujar Sania setelah melihatnya.

"Ada apa sih?" Ibu tak kalah khawatir.

"Uang Mas Beni hilang Bu, seratus juta!" jelas Sania.

"Apa..?" Ibu justru pingsan.

Aku semakin sakit perut menahan tawa. Walaupun sedikit kasihan melihat Ibu yang pingsan karena syok, mendengar Mas Beni kehilangan uang.

Mas Beni menggendong tubuh Ibu, dan membaringkannya di sofa.

"Sania, ambil minyak kayu putih di lemari itu!" tunjuk Mas Beni.

Sania segera mengambilnya, mereka berusaha membuat ibu sadar. Sedangkan Mas Beni kembali memeriksa ponselnya dan.

"Najwa.....!" teriakannya sangat kencang.

"Kenapa kamu berteriak, Mas?" tanya Sania.

"Uang itu di kirim ke rekening atas nama Najwa.

Pasti dia yang telah mencurinya!" jawab Mas Beni.

Aku tahu, pasti dia akan tahu. Saatnya keluar dari persembunyian.

"Kamu!" tunjuk Mas Beni saat melihatku menghampiri mereka.

Aku tersenyum dan duduk manis di sofa.

Sania menatap tajam padaku, mungkin ia kesal aku seperti tak mempunyai salah. Tapi memang aku tak salah, itu uang suamiku. Apalagi ia tak pernah menafkahi dengan layak.

"Kembalikan uangku, bisanya kami mencuri! Licik kamu Najwa, tadi uang ini masih ada kenapa sekarang sudah terkirim ke rekeningmu!" cecar Mas Beni.

Aku hanya diam. Yang semakin membuat mereka geram padaku. Tak lama, Ibu akhirnya sadar.

"Ibu akhirnya sadar, Ibu tahu yang mencuri uang Mas Beni itu adalah Mbak Najwa!" Sania menunjukku. Kini mereka bertiga, seperti akan siap mengeroyok diriku.

"Itu nafkahmu untukku, Mas," jawabku lirih seperti seorang istri yang teraniaya.

"Itu bukan nafkah, tapi kamu mencuri!" sahut Mas Beni.

"Najwa, cepat kembalikan uang Beni, atau ..." ucapan Ibu terhenti.

"Atau apa Bu?" tanyaku.

"Kamu memang menantang ya!" bentak Ibu.

"Selama ini aku seperti tak di anggap oleh Mas Beni, bahkan kalian juga menguasai gajinya." ucapku.

"Memangnya kenapa, Itu sudah kewajiban Beni memberi Ibu dan adiknya nafkah karena Bapaknya telah tiada! Dan besok Beni akan naik jabatan gajinya naik 5 kali lipat! Itu karena doa Ibu, bukan kamu! Cepat kembalikan uang itu." ujar Ibu.

Jadi besok Mas Beni naik jabatan, semakin semena-mena dia padaku. Apalagi dia mau taaruf dengan Delia.

"Aku tidak mau," jawabku singkat.

"Memang mencari masalah dia, Bu!" ucap Sania.

Ibu men*mparku dengan keras. Aku masih diam, Mas Beni melemparku menggunakan bantal sofa.

"Kamu mau di beri pelajaran, atau kembalikan uangku!" teriak Mas Beni tepat di samping telingaku.

"Aku, tidak akan mengembalikannya," jawabku lirih.

"Maumu apa sih, Najwa!" Mas Beni kembali melemparku menggunakan bantal sofa itu, tidak terlalu sakit pada fisikku tapi melukai batinku tentu saja.

Manusia seperti apa yang aku nikahi ini. Kenapa dia begitu kasar padaku, tidak ada sedikitpun kasih sayang di hatinya melihat aku diperlakukan seperti ini oleh keluarganya, justru dia juga ikut-ikutan.

"Kenapa sih dia, hanya diam saja semakin membuat kesal!" ucap ibu yang mungkin geregetan melihat tingkahku.

"Ibu dan Sania pulang dulu ya, aku akan bicara pada Najwa," Mas Beni meminta ibu dan adiknya untuk pulang, kemudian mengantarkan ibu dan Sania ke depan pintu.

Aku dengan cepat berdiri dan mengambil ponsel yang tadi letakkan di dekat lemari, yang mengarah ke ruang tamu.

Aku meletakkannya juga dengan sangat hati-hati agar tidak terlihat oleh mereka. Ya, aku merekam semua apa yang terjadi tadi, jika hanya mengandalkan kamera CCTV sepertinya kurang jelas lebih jelas menggunakan kamera HP ini, bahkan suaranya juga akan terdengar.

Mas Beni kamu tidak akan naik jabatan jika video ini aku viralkan. Jangan harap hidupmu membaik setelah membuatku terluka.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nuniee
Yesss...laki-laki pea mang kudu diginiin. jangan takut lawan bleh ...
goodnovel comment avatar
Fiiz Hap
senang bacanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status