Share

Desakan Mama untuk Pindah

Satu bulan sudah Jelita tinggal di rumah orang tuanya, Jelita tidak tahu harus bersikap bagaimana pada Arman, lelaki yang kini menjadi suaminya, dia hanya bisa bersikap mesra saat di depan orang tuanya, tapi di belakang mereka Jelita bersikap acuh tak acuh.

Arman menyadarinya dia tidak bisa seperti ini terus, dia ingin Jelita bersikap apa adanya tanpa harus diperintah oleh orang tuanya dulu, dia ingin benar-benar diperlakukan sebagaimana mestinya seperti pasangan suami istri yang sebenarnya tanpa ada campur tangan orang tua Jelita, tapi saat ini sayangnya rumah yang dia beli belum sepenuhnya selesai.

"Jelita, kita sudah satu bulan tinggal di sini, gimana kalau kita pindah ke rumah orang tuaku?" Arman mulai berbicara.

"Pindah? Akuuu ..."

Jelita tidak pernah berpikir kalau suaminya itu akan mengajaknya pindah dari rumah orang tuanya, dia terlalu asyik ada di zona nyamannya, tak perlu capek-capek menyiapkan makan, yang selalu disiapkan oleh Rima yang rajin memasak, tak perlu mencuci atau sekedar membersihkan rumah juga karena semuanya sudah dilakukan oleh para asisten rumah tangga.

"Ayolah, aku merasa tidak enak tinggal di sini terus!" Arman berusaha membujuk Jelita, walaupun dia tidak yakin Jelita akan mau menerima ajakannya.

"Aku gak mau Mas, aku masih mau di sini!" Jelita menolaknya dengan keras.

"Aku sedang membangun rumah untuk kita, hanya saja belum selesai, jadi aku ingin sementara kita tinggal sama Ibuku dulu, katanya rumah sepi gak ada teman ngobrol, kakakku baru pindah ke Surabaya dan adikku yang SMK lagi PKL selama tiga bulan, dia tinggal di mess karyawan," bujuk Arman.

"Hmm ... rumah Mas, memangnya berapa lama lagi selesainya?"

"Yaaah ... Sekitar dua bulanan lagi! Jadi mau yah, tinggal di rumah ibuku hanya dua bulan aja kok sampai rumah kita selesai kita langsung pindah, gimana?" Arman terus berusaha membujuk Jelita.

"Aku pikir-pikir dulu yah, Mas," jawab Jelita, sebenarnya memang tak mau untuk pindah.

Dua bulan bukan waktu yang sebentar, apa dia sanggup satu atap dengan Bu Tika yang terkenal cerewet itu, tapi kalaupun menolak yang pasti orang tuanya akan kembali memarahinya karena tidak mau mengikuti ucapan suaminya.

******

Jelita, kamu ikut saja sama suami kamu pindah ke rumah mertua kamu, sekarang kamu sudah menjadi istrinya, kamu harus nurut apa kata suami kamu!" Kini Rima ikut mendesaknya pindah.

"Kenapa, Mama gak suka aku tinggal di sini?" tanya Jelita sinis.

"Bukannya gitu Jelita, Mama suka kamu tinggal di sini, tapi Mamah dengar dia sudah mempersiapkan rumah buat kamu, hanya saja belum selesai. Jadi dia ingin kamu tinggal sama mertua kamu dulu, sambil mengecek pembangunan rumah itu karena memang lokasinya tidak jauh dari rumah mertua kamu!"

"Tapi aku ingin tinggal di sini Mah, apa belum cukup aku mengikuti keinginan Mamah untuk menikah dengan Mas Arman, sekarang aku juga harus menuruti Mamah pindah ke rumah orang tuanya!" dengus Jelita.

"Jelita...!!" Geram Rima.

"Kamu sudah menikah sekarang, mau gak mau kamu harus nurut sama suami kamu!"

"Mamah gak pernah ngerti perasaan aku! Aku gak pernah cinta sama Mas Arman!" Jelita kesal dan pergi ke kamarnya dengan langkah kasar.

Bruuuk...! Jelita menutup pintu kamarnya dengan keras.

"Anak itu susah banget kalau dibilangin!" Rima kesal dengan sikap anaknya.

Jelita bersiap dengan pakaian kerjanya, walaupun masih lama jam masuknya. "Aaaargh ... Mendingan aku pergi saja, di rumah juga BT!"

Tiba di tempat kerjanya di sebuah Mall, dia bekerja di salah satu supermarket yang cukup besar, dia bekerja sebagai bagian keuangan kasir, semua pendapatan dari kasir, menyetor kepadanya dan kemudian dia membuat laporan dan diserahkan pada bagian manager.

"Tumben kamu datangnya awal banget?" tanya Mila lawan shiftnya.

"Aku lagi BT di rumah."

"Ooh ... Jel, kamu tahu tidak kalau manager sebentar lagi mau dimutasi dan di sini mau digantikan oleh manager dari Jakarta."

"Yaaah ... Padahal Pak Derry orangnya baik, mudah-mudahan penggantinya juga baik yah!"

Jelita dan karyawan di supermarket itu sudah nyaman dengan Pak Derry.

******

Pulang bekerja, Jelita terlalu capek hingga dia langsung berbaring di tempat tidur, dia tidak pedulikan suaminya yang menunggu dia pulang sejak tadi hingga menolak ajakan orang tuanya untuk makan malam bersama.

"Jelita, makan dulu! Masa langsung tidur!" Arman yang begitu perhatian, dia sama sekali belum makan karena menunggu Jelita pulang ingin makan bersama sang istri, merelakan menahan lapar demi istri tercinta.

Tapi tampaknya usahanya lagi-lagi gagal, Jelita memilih untuk langsung tidur.

"Aku capek banget Mas," jawabnya tak peduli, setelah mengganti bajunya dia langsung menaiki tempat tidur dan menarik selimut untuk segera tidur.

Arman hanya bisa menghela napasnya, kecewa sudah tentu, tapi dia mencoba bersabar, lalu dia ikut pun beranjak ke tempat tidur, walaupun perutnya terasa perih rasanya malas untuk makan setelah mendapat penolakan Jelita.

*****

Kini Rudi, sang ayah ikut membujuk jelita. "Jelita, bagaimanapun dia itu sekarang udah jadi suami kamu, kamu harus ikut ke manapun suami kamu pergi!"

"Tapi Pah, aku maunya di sini, aku merasa nyaman tinggal di sini, Mas Arman juga gak langsung bawa aku ke rumahnya, malahan ke rumah orang tuanya," rengek Jelita dia sama sekali gak mau sampai harus seatap dengan ibunya Arman.

"Gak apa-apa Sayang, kan bagus juga sekalian kamu bisa lebih mengakrabkan diri sama mertua kamu, Jel!"

"Tapi Paaaah ... aku gak mau Pah, Papah tahu kan Bu Atikah itu orangnya gimana!" Jelita bisa menilai Atikah walaupun hanya beberapa kali bertemu, dia ingat betul saat mereka membahas soal resepsi pernikahan, Atikah terus saja mengajukan pendapatnya, maunya beginilah begitulah. 'Aaaah ... Benar-benar orang yang menyebalkan!' gumam Jelita.

"Papah gak mau tahu, kamu harus mau ikut suami kamu pindah!" Perintah sang ayah tidak dapat ditawar lagi, mau tak mau dia harus menurutinya.

"Mamaaaah ...!" Jelita menatap ibunya seolah meminta perlindungan dan pembelaan.

"Udah ikuti saja kata Papah kamu, Jelita. Ini juga demi kebaikan kamu, istri harus nurut kata suami, kalau kamu gak mau dilaknat Tuhan!" tegas Rima.

"Mamah gak suka yah, aku tinggal di sini?" tanya Jelita dengan mata berkaca-kaca.

"Bukan gitu Sayang, Mamah Papah suka kok, kamu tinggal di sini, tapi kan sekarang kamu sudah menikah, dan kamu harus mengikuti ke manapun suami kamu pergi, ingat! Sekarang surga kamu ada di telapak kaki suami kamu, Jelita ..." Rima menghapuskan air mata Jelita yang menetes di pipinya.

"Maaah ..." lirih Jelita masih berharap Rima bisa membantunya.

"Mamah yakin kamu bisa cepat beradaptasi, Sayang. Dan juga jangan khawatirkan soal mertua kamu itu, Mamah yakin kamu bisa menaklukan Mertua kamu, Jelita," bisik Rima mencoba menghibur Jelita.

Jelita pun hanya bisa pasrah, orangtua pun tidak bisa membantunya untuk mencegah Arman membawanya ke rumah mertuanya.

*****

Dua minggu kemudian ...

"Jelita, aku sudah memberikan waktu dua minggu, besok kita pindah yah, rumah kita sebentar lagi jadi loh, aku sudah minta pembangunannya dikebut!" Arman kembali mendesak.

"Bener Mas?" tanya Jelita merasa senang mendengarnya, setidaknya dia tidak akan lama tinggal di rumah mertuanya.

"Iya, makanya kita tinggal di rumah Ibuku dulu yah!"

"Ya udah aku mau, tapiii ... "

"Tapi kenapa?"

"Aku takut ibu kamu gak suka sama aku Mas, Mas kan tahu aku di rumah gak pernah ngapa-ngapain," Jelita sangat tahu waktu dulu dikenalkan dengan ibunya Arman, dia sepertinya kurang menyukainya.

"Ibu aku memang sedikit cerewet tapi dia baik kok!" bela Arman berusaha untuk membuat Jelita tidak bertambah panik.

"Baiklah!" Jelita dengan berat hati menerima ajakan Arman.

******

Keesokan harinya ...

Jelita memasukkan bajunya ke dalam kopernya satu persatu ke dalam kopernya, begitu mengambil salah satu baju, Praak!sesuatu jatuh ke lantai tepat di depan kakinya.

Jelita menurunkan tubuhnya dan bejongkok mengambil amplop putih yang jatuh itu.

"Amplop ini ..." Jelita membuka amplop itu dan mengeluarkan isinya. "Revaaan ..." desahnya sambil menatap salah satu foto Jelita bersama seorang laki-laki.

"Sudah dua belas tahun berlalu ... apa dia masih ingat sama janjinya padaku? Aku sudah menunggu dia terlalu lama ... " lirih Jelita sambil meneteskan air mata.

"Jelitaaa ...!" Suara Arman terdengar memanggilnya.

"Itu suara Mas Arman, aku harus segera menyembunyikan amplop ini!" Jelita dengan segera memasukkan foto ke dalam amplop dan menyimpan kembali amplop itu ke bawah tumpukan baju di dalam lemarinya.

"Kamu sudah selesai?" tanya Arman begitu memasuki kamar jelita.

"Sedikit lagi Mas," jawab Jelita sambil mengusap air matanya, dan Arman melihatnya.

"Kenapa, kamu sedih yah Jel, karena harus meninggalkan kamar ini?" tanya Arrman dia mengira Jelita menangis karena sedih harus meninggalkan kamar yang dia huni semenjak kecil.

"Iya Mas," jawab Jelita bohong.

"Kamu tenang saja, nanti kalau kita sudah menempati rumah kita sendiri kamu bebas mendekor kamar kita mau kayak gimana, biar kamu merasa nyaman tinggal di sana." Arman mencoba menghibur Jelita agar dia tidak telalu bersedih.

"Iya Mas," jawabnya biasa saja tidak telalu antusias.

'Dia kelihatan biasa aja, apa dia tidak bahagia yah, kalau tinggal di rumah baru hanya berdua saja denganku,' gumam Arman.

******

"Kamu baik-baik yah di sana, jaga sikap kamu, jangan malas-malasan, nurut kata suami sama mertua kamu!" ucap Rima sambil memeluk sang putri bagaimanapun dia agak berat melepas Jelita yang baru kali ini benar-benar pindah dari rumah, lepas dari pengawasannya, di sini semua serba dilayani, entah bagaimana nanti kehidupannya di sana.

"Iya Mah, aku pergi yah!" Matanya basah dia akan meninggalkan rumah itu dan kehilangan semua perhatian sang Mamah.

"Arman, jaga Jelita yah!"

"Itu pasti Mah!" jawab Arman sambil mencium tangan sang mertua.

"Ayo Sayang, kita pergi!" ajak Arman sambil memegang tangan Jelita yang masih berat meninggalkan rumah yang selama ini dia huni semenjak lahir.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status