Share

Mertua yang Menyebalkan

Mobil Arman perlahan-lahan meninggalkan rumah orang tuanya Jelita, Jelita terus menatap rumah yang telah dia tinggali semenjak kecil itu dengan perasaan yang sendu hingga mobil terus menjauh dan rumah itu tidak terlihat lagi.

Sepanjang perjalanan Jelita hanya menatap ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang sambil merenungi nasibnya kini, menikah dengan pria yang sama sekali tak dia cintai dan sekarang dia harus menurutinya tinggal di umah orang tua suaminya.

Arman yang sedang fokus menyetir sesekali melirik ke arah Jelita, dia tidak berani mengajaknya bicara, dia tahu Jelita tengah bersedih karena harus meninggalkan rumah dan juga orang tuanya yang selalu memanjakannya, tapi ini tetap dia harus lakukan karena dia pun tak ingin terus tinggal bersama mertuanya, dia pun ingin hidup mandiri, yah walaupun dia harus tinggal besama ibunya dulu untuk sementara waktu.

Hanya keheningan yang ada sepanjang perjalanan, hingga mereka pun tiba di sebuah rumah yang terlihat asri yaah ... walaupun tidak besar seperti rumah orang tua Jelita, tapi rumah itu kelihatan nyaman.

"Assalamualaikum ... Bu, Bu ...!" Arman mengucap salam begitu sampai di rumah Atikah, ibunya.

"Waalaikumsalam ... Ayo masuk!" Atikah mempersilahkan mereka masuk.

Tatapan tajam Atikah langsung berfokus pada perempuan yang kini menjadi istri anaknya.

"Kalian sudah hampir dua bulan menikah, baru nongol ke sini!" ujarnya begitu sinis.

"Maaf Bu, kami sibuk," jawab Arman tak bisa mencari alasan yang lebih baik dari kata sibuk, tentu saja Atikah tidak terima.

Jelita tak berani menatap wajah Atikah, dia memilih untuk diam, dia tahu Atikah tidak terlalu menyukai kehadirannya di dalam keluarga Atikah.

"Alasan! Kamu tahu kan, Ibu di sini cuma sendirian, Bapak kamu sering keluar kota! Kakak kamu baru saja pindah rumah, sekarang adik kamu lagi PKL!" Atika tak terima dengan alasan Arman yang dia anggap hanya mengada-ngada.

Jelita merasa makin tegang dan gugup dia tahu Atikah sangat kesal karena memang semenjak mereka menikah, mereka tak pernah sekalipun mengunjunginya.

"Maaf Bu, sekali lagi kami minta maaf, kan sekarang kami di sini, buat nemenin Ibu. Ibu, jangan marah lagi yah!" Arman berusaha menenangkan Tika.

"Iya, iya. Ibu seneng kok kalian mau tinggal di sini!" jawab Atikah terpaksa.

"Kalau gitu, aku ke kamar dulu yah! Mau beresin baju-baju kami dulu!" Arman berusaha menghindar dari segala kekesalan ibunya, dia tahu sejak tadi Jelita benar-benar tak nyaman dengan sikap ibunya.

"Permisi Bu ...!" Jelita pun tak mau banyak berinteraksi dengan mertuanya dia ikut menyusul ke kamar mereka yang ada di lantai atas.

'Malas banget kalau harus ngomong lebih lama dengan mertuaku yang menyebalkan itu,' gumam Jelita sambil mengekor suaminya menuju kamar Arman.

"Ayo masuklah!" ajak Arman sambil membuka pintu kamarnya, Jelita mengedarkan pandangan menilik-nilik kamar yang laki-laki yang sekarang menjadi suaminya.

Semua sangat terlihat rapih dengan nuansa abu, putih dan hitam mendominasi kamar Arman.

"Gimana, kamar aku cukup nyamanlah. yaaah ... walaupun tak seluas kamar kamu Jel."

"Gak apa-apa Mas, kamu suka alam juga Mas?" Jelita melihat foto Arman sedang berada di puncak gunung, entah di daerah mana.

"Iya, dulu aku sempat ikutan pecinta alam sewaktu SMA sama kuliah."

"Menyenangkankah melakukan perjalanan alam kayak gini?" tanyanya penasaran, dia dulu sangat tertarik tapi orang tuanya melarangnya ikutan esktrakurikuler pecinta alam.

"Oooh ... sangat menyenangkan Jel, bisa menikmati alam yang indah dan udara yang sangat sejuk, apalagi bisa mencapai puncak gunung itu paling menyenangkan," tutur Arman terdengar sangat seru.

"Kenapa Jel, kamu mau kita ..." Belum juga Arman menyelesaikan kalimatnya, Jelita langsung memotongnya.

"Ah, enggak Mas, aku hanya ingin tahu saja rasanya menikmati alam bebas."

"Ya udah nanti kapan-kapan aku ajak yah, kita kemping berdua gak usah ke gunung, ke Ciwidey juga menyenangkan kok!" ajak Arman semangat, dia sudah membayangkan bisa berduaan dengan Jelita di tempat yang sangat dingin itu, pasti sangat indah dan tentu saja sangat menyenangkan bisa ehem-ehem sama sang istri.

"Gak usah Mas, aku banyak kerjaan gak bisa aku tinggalin!" Jelita langsung menolaknya mempedulikan perasaan Arman yang sudah antusia mengajaknya.

Bruaaak! Jawaban Jelita menghancurkan semua bayangan indah di kepalanya.

"Ya sudah kalau kamu gak mau, gak apa-apa ..." Arman terlihat sedikit kecewa.

"Kamu masukkan baju kamu ke lemari yang warna putih, Jel. Aku udah kosongkan lemari itu."

"Nanti saja yah, aku ingin baringan bentar." Jelita membuka sweaternya, tinggal tank top yang membungkus tubuhnya, dia berbaring di tempat tidur Arman.

Arman hanya bisa menatap tubuh indah Jelita sambil menelan salivanya. Dengan mengikuti nalurinya sebagai lelaki, Arman perlahan menaiki tempat tidur dan apa yang dia lakukan dia membelai wajah Jelita, hingga Jelita terbangun dan terkejut mendapati Arman sudah berada di atas tubuhnya.

"Mas, ma-mau apa?" ucapnya tampak ketakutan.

Arman mengukung tubuh Jelita, "Kamu belum memberikan apa yang harusnya kamu berikan sebagai istri, Jelita!" ujar Arman dengan tatapan penuh damba, membuat Jelita diliputi rasa takut yang sangat besar bila benar-benar suaminya itu akan melakukan apa yang dimintanya saat itu juga.

"A-aku belum siap, Mas," jawab Jelita begitu panik.

Kini wajah keduanya begitu lekat, hingga bibir Arman terus saja mendekati bibir merah muda itu, membuat Jelita tak bisa berbuat apapun, tubuhnya sudah terkunci, Jelita merasa makin panik, tapi baru saja Arman akan mencium Jelita, terdengar suara Atikah memanggilnya dengan keras.

"Armaaan ...!!!" teriak Atikah memekakan telinga Arman dan Jelita, karena mereka tak kunjung menjawab panggilan Atikah.

'Ibu, ganggu aku aja!' gerutu Arman dalam hatinya dia pun menghentikan aksinya dan perlahan mengangkat tubuhnya menjauh dari tubuh Jelita.

'Selamat aku, untung mertuaku yang cerewet itu manggil Mas Arman.' Jelita merasa tenang dan bisa bernapas dengan lega Arman mengurungkan niatnya.

"Armaaan ... ayo kita makan malam dulu!" teriak Atikah lagi.

"Ayo Jelita, kita turun! Pasti Ibu sudah menyiapkan makan malam buat kita!" ajak Arman.

"Iya," jawab Jelita sambil bangkit dari tempat tidur dan kembali memakai blousenya kembali dia pun mengikuti Arman dengan langkah malas.

"Ayo kalian makan dulu!" ajak Atikah sambil menyiapkan semua makanan di meja makan.

Jelita yang merasa tidak enak hanya bengong, dan juga dia teringat pesan Mamahnya untuk jangan malas-malasan, akhirnya berinisiatif membantu menyiapkan makan malam.

"Aku bawain, Bu!" Jelita membawa beberapa piring berisi lauk untuk makan malam.

"Ayo silahkan, Ibu udah masak banyak! Kalian makan yang banyak yah!"

"Iya Bu!"

Tak ada percakapan hanya suara piring dan sendok yang saling mengaduh.

Mereka menikmati makan malam itu, Jelita sangat canggung dalam situasi seperti ini, baru kali ini mereka hanya bertiga makan malam, dia hanya fokus pada makanannya, begitupun Arman dia tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana.

"Kalian berapa lama akan tinggal di sini?" tanya Atikah akhirnya membuka suara.

"Hmm ... Sampai rumah kami selesai dibangun, Bu."

"Memangnya berapa lama lagi rumah kalian beres dibangun?"

"Yaaah ... sekitar satu bulanan lagi, Bu." jawabnya Arman pelan, dia tahu ibunya akan kecewa kalau dia tidak akan belama-lama tinggal di sana.

"Sebentar sekali, adikmu kan belum pulang kalau kalian pindah nanti!" cecar Atikah dengan wajah yang kesal.

'Udah syukur kita mau tinggal di sini!' gerutu Jelita dalam hatinya.

"Kitaaa ... kan ingin juga tinggal di rumah sendiri Bu," jawab Arman dengan hati-hati dia takut ibunya akan bertambah kesal.

"Ya sudah kalau kalian maunya begitu!" Tika hanya bisa mengalah walaupun hatinya merasa jengkel.

"Buuu ... kami ke kamar dulu!" pamit Arman setelah menyelesaikan makan malamnya, dia menggenggam tangan Jelita, dia tak ingin lebih lama berbicara dengan ibunya takutnya Jelita merasa tidak nyaman tinggal di sana.

'Huuu ... dasar penganten baru inginnya langsung ke kamar saja! Bukannya bantuin aku dulu membereskan bekas makan malam ini!' dengus Atikah mengomel dalam hatinya.

*****

"Jelita ... Hmmm ...!" Arman tampak malu-malu menyampaikan sesuatu.

"Apa Mas?" Jelita beranjak menaiki tempat tidur bersiap untuk tidur dia takut hal tadi terjadi lagi.

"Jelita, aku ingiiin ..." Arman tak sanggup mengatakan yang ingin dia inginkan, padahal dia ingin sekali meneruskan niatnya yang tadi sempat tertunda.

"Udah yah Mas, aku ngantuk banget mana besok aku harus kerja!" Jelita terlihat menguap beberapa kali dan matanya terlihat lelah, memang dia sangat mengantuk dan juga agar dia didesak lagi oleh Arman untuk memenuhi kewajibannya lagi.

"Aaah ... gak jadi deh, kayaknya kamu udah sangat ngantuk!" Arman tidak enak melihat Jelita yang terlihat benar-benar mengantuk, tidak mungkin juga dia memaksanya lagi.

Jelita langsung menutupi tubuhnya dengan selimut dan memejamkan matanya.

'Haaah ...!' Arman hanya bisa menghela napasnya, kali ini dia urungkan kembali niatnya untuk meminta haknya sebagai suami.

"Ya sudahlah mungkin lain kali bisa, tanpa harus aku desak dulu,"

Arman pun ikut merebahkan dirinya di samping Jelita.

*****

Pagi harinya ...

"Ke mana Mas Arman?" Jelita melihat tempat tidurnya sudah kosong, tidak terlihat sosok suaminya.

Jelita melirik jam dinding kamarnya, "Ya ampun, ini sudah jam 7, kenapa Mas Arman tidak membangunkanku!" Jelita secepat kilat mandi dan segera bersiap ke kantor.

Memakai setelan kerja kesayangannya kemeja putih, bawahan rok sedikit di atas lutut dipadukan blazer dengan ukuran pas di badan memperlihatkan bodynya yang masih singset meskipun di usia menginjak 30 tahun.

Kemudian dia poleskan sedikit make up di wajahnya, melengkapi penampilannya yang modis.

Suara high heels Jelita terdengar oleh Atikah, Jelita berjalan terburu-buru, dia tidak sempat untuk sarapan.

"Mau ke mana? Kamu gak sarapan dulu?" tanya Atikah sambil memperhatikan penampilan Jelita dari atas sampai bawah.

"Saya mau kerja, Bu. Gak kayaknya Bu, saya udah kesiangan!" ucapnya gugup melihat Atikah begitu sinis memandangnya.

"Makanya bangun tuh subuh, masa suami mau kerja dibiarkan begitu saja, gak kamu siapin perlengkapannya, sarapannya! Gimana sih kamu jadi istri!" caci Atikah membuat Jelita semakin kesal, sudah bangun kesiangan masih harus mendengarkan omelan ibu mertuanya.

"Iya Bu, maaf tadi saya bangun kesiangan, Mas Arman juga gak bangunin saya," jawab Jelita sambil menunduk dia tak berani menatap wajah Atikah yang sedang mengomel.

"Iya dia bilang dia gak mau ganggu kamu yang masih tidur, katanya kamu kecapean!" tutur Atikah dengan nada meledek.

"Ooh ... gitu yah Bu, heee ...!" Jelita tersenyum miring.

Jelita melihat jam di tangannya, "Maaf yah Bu, saya harus segera berangkat, saya takut terlambat!" kelit Jelita ingin segera pergi dia sudah tak nyaman berlama-lama berhadapan dengan mertuanya itu, dia mencium tangan mertuanya dan segera bergegas pergi.

'Dasar menantu manja! Bangun aja siang, mana bisa jadi istri yang baik buat Arman!' omel Atikah setelah melihat bayang menantunya menghilang dari pandangannya.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status