Share

Itu Benar-Benar Dia

Jelita baru saja menyelesaikan kerjaannya, lalu mendengar ponselnya berdering.

'Mas Arman? Tumben dia chat aku!' Jelita pun membuka pesan dari suaminya itu.

"Istriku, kita makan siang bareng yuk! Aku udah otw ke kantor kamu nih!"

'Mas Arman tumben ngajak makan siang bareng, mana pake kata istriku segala lagi, sweet banget, hehehe!' Jelita mesem-mesem sendiri.

"Iya, aku tunggu!" jawab Jelita.

Jelita keluar dari ruangannya, melewati ruangan manager, sempat berhenti sesaat. "Aaah ... Nanti saja aku lihat dia!" Jelita pun kembali melenggang melewatinya.

Ceklek! Pintu terbuka Revan keluar dari ruangannya, dia memperhatikan tubuh Jelita dari belakang yang makin menjauh.

'Siapa perempuan itu, apa itu yah bagian keuangan kasir itu yah, dari belakang sih kelihatannya orangnya cantik, heee ...! Aduuuh ... apaan sih aku, maafkan aku Mom!' batin Revan teringat akan istrinya.

Revan pun keluar dari ruangannya, meninggalkan supermarket untuk mencari tempat makan.

******

Arman mengikuti saran dari temannya untuk mendekati perlahan sang istri. Dia ingin Jelita perlahan bisa membuka hatinya untuk dirinya.

'Mudah-mudahan saja, cara yang disarankan temenku ini berhasil, hehehe!'

Sambil membawa setangkai bunga mawar putih, dia berharap Jelita senang akan ajakan makan siangnya untuk pertama kalinya ini.

"Ini Sayang, buat kamu!" Arman memberikan setangkai bunga mawar putih.

"Sweet banget kamu Mas, tapi makasih banget yah, indah bunganya!" Jelita menerima bunga itu dengan senang hati.

"Untuk istri tercintaku, aku boleh dong sweet kali-kali, heeee ...!"

"Kalau gini kan tambah sweet lagi!" Arman tersenyum, tangannya meraih tangan Jelita dan menggandengnya.

Jelita menatap wajah suaminya, dan bertanya dalam hatinya apa Arman benar-benar mencintai dirinya.

'Apa aku harus mulai membuka hatiku yah?' Jelita menyantap makanan yang dipesan suaminya.

"Gimana, enak makanannya?" tanya Arman.

"Enak banget, Mas!" jawab Jelita dengan mulut yang penuh.

Arman sangat senang melihat Jelita makan dengan lahapnya.

"Jelita, kamu senang kalau aku ngajak kamu makan siang bareng kayak gini?"

"Akuuu ... senang Mas," jawab Jelita malu-malu.

"Kalau besok-besok aku ajak lagi mau?"

"Hmmm ... memangnya Mas gak cape yah, ke sini hanya untuk makan siang sama aku, jarak dari kantor Mas kan cukup jauh?"

"Gak apa-apa Jelita, asal aku bisa makan berdua sama kamu, Jelita. Aku ingin lebih mengenal kamu, punya me time berdua sama kamu, aku ingiiin ... kamu juga bisaa ... punya perasaan yang sama, seperti aku sama kamu Jelita," tutur Arman kali ini mengungkapkan perasaannya.

'Mas Armaaan ...! Apa aku bisa merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan padaku?' Jelita tersentuh dengan kata-kata Arman.

"Hmm ... Mas kayak lagi nembak aku, hehehe ..." Kekeh Jelita, menjawabnya dengan bercanda, sebenarnya dia merasa gugup dia menutupinya dengan pura-pura tertawa.

"Kamuuu ... Aku serius, kamu malah ketawa!" dengus Arman.

"Udahlah Mas, yang penting kita sudah menikah kan, itu kan yang diinginkan Mas dan orangtuaku, kalau masalah perasaan. Maaf yah Mas, sampai saat ini aku belum bisa merasakan seperti yang Mas rasakan," jawab Jelita jujur.

"Aku akan berusaha Jelita, membuat kamu bisa jatuh hati sama aku!" tekad Arman, sama sekali tidak kecewa dengan ucapan Jelita.

"Sepertinya Mas, butuh usaha yang keras, aku bukan tipe perempuan yang mudah jatuh cinta loh, hahaha ...!"

"Oke Jelita, mulai saat ini aku akan usaha lebih keras, akan buktikan aku bisa Jelita!" Jawab Arman bersemangat.

"Iya Mas, sekarang aku mau ke toilet dulu yah!" Jelita beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju toilet.

Langkahnya tiba-tiba terhenti dia melihat sosok laki-laki yang sudah lama tidak dia lihat, "Gak mungkin! Apa benar itu dia?" Jelita memperhatikan lebih detil wajah pria yang sedang memainkan ponselnya itu.

Jelita cepat-cepat bergegas ke toilet saat pria itu mengangkat wajahnya merasa ada seseorang yang memperhatikannya.

'Kenapa aku merasa ada yang lagi merhatiin aku yah?' Revan mengedarkan pandangannya.

'Ternyata cuma perasaanku saja!' Revan kembali sibuk dengan ponselnya.

"Untungnya dia gak lihat aku! Ya Tuhaaan ... Bagaimana dia bisa ada di sini? Bukankah dia sudah pindah jauh dari kota ini yah!" Jelita masih merasakan jantungnya berdebar, bisa melihat cinta pertamanya setelah bertahun-tahun tak bertemu merupakan hal yang tidak pernah dia duga.

'Revan, diaaa ... tambah tampan sekarang, aaaah ... seandainya saja aku belum menikah dan dia juga masih single!' Jelita mengagumi ketampanan Revan yang jauh lebih tampan dari terakhir kali dia bertemu dengannya sejak lulus SMA sepuluh tahun yang lalu.

'Apaan sih Jelita, sadar diri kamu tuh udah jadi istri orang, lagian dia juga belum tentu masih single!' Jelita langsung menepis pikiran yang tidak-tidak dalam kepalanya.

*****

Wanita itu! Bukankah dia yang aku lihat tadi di kantor yah?' Revan melihat sepintas Jelita sedang berjalan di depannya, bergandengan mesra dengan seorang laki-laki.

'Ooh ... Rupanya dia sudah punya pasangan! Aaah ... Kenapa juga aku mikirin wanita itu, kenal juga enggak!' Revan memilih jalan lain dia ingin cepat sampai di kantor.

"Maas .. makasih yah makan siangnya!" Jelita melepas gandengan tangannya Arman.

"Sama-sama istriku, aku senang sekali bisa makan siang sama kamu, Sayang!" Arman melemparkan senyuman.

"Kalau gitu aku masuk dulu yah, kamu hati-hati yah Mas!" pamit Jelita.

"Iya, sampai bertemu di rumah." Arman menatap punggung istrinya yang mulai terlihat menjauh dan menghilang dari pandangannya.

*****

"Jelita, dari mana? Kok makan siang ngilang?" tanya Hanny.

"Aku diajak makan siang sama Mas Arman."

"Tumben banget!"

"Iya katanya pengen makan siang sama istriku, hehehe!" Kekeh Jelita sambil mencium bunga mawar pemberian Arman.

"Cieeeh ... romantis amat sih suami kamu, Jelita! Beruntung banget sih kamu punya suami kayak Mas Arman!" puji Hanny.

"Hehehe ... udah yah aku mau ke ruanganku dulu." Jelita merasa senang mendapat pujian dari Hanny.

'Iya yah, Mas Arman memang baik. Tapi kenapa aku belum bisa cinta sama Mas Arman!' batin Jelita.

Jelita pun memasuki ruangannya kembali hendak memeriksa laporan keuangan yang dia buat, tapi matanya melirik pada map berwarna biru.

"Laporan ini belum aku setorkan uangnya juga, ini kan yang minggu kemarin, aku belum sempat kasihkan, Pak Derry keburu pindah, apa aku kasih sekarang yah? Hmmm ... sekalian aku mau lihat manager yang baru, hehehe ...!"

Jelita membawa laporan dan uang pendapatan dari kasir dan laporan mingguan dan beranjak ke ruangan manager.

Jelita terdiam di depan pintu, 'Kenapa aku jadi deg-degan?' Jelita memegang dadanya yang berdebar.

'Uuuh ... gara-gara Hanny bilang managernya masih muda dan ganteng nih, aku jadi tegang gini mau ketemu sama dia!'

Jelita mulai mengontrol denyut jantungnya dan napasnya secaara teratur, 'Tenang, tenang Jelita, ambil napas dan keluarkan.'

"Heeem ... haaaa ...!"

Sekarang tangan Jelita sudah siap mengetuk pintu, Tok tok tok!

"Masuk!" terdengar suara menjawab dari dalam.

'Waaaw ... suaranya aja sudah terdengar seksi, apalagi orangnya, hehehe ...!' Jelita tersenyum genit.

Jelita membuka pintunya, terlihat seorang pria sedang duduk membelakanginya.

'Kenapa jantungku kembali berdebar?' Jelita kembali memegang dadanya dia berjalan perlahan memasuki ruangan itu.

"Ehem ... Pak, ini laporan mingguan untuk minggu ketiga bulan ini!" ujar Jelita.

Pria itu berbalik badan saat mendengar seseorang berbicara, betapa kagetnya dia mendapati seseorang yang sangat dia kenal ada di hadapannya.

"Lili? Kamuuu ... kerja di sini?" ujarnya terkejut.

"Revan! Ternyata memang kamu manager yang gantiin Pak Derry?" Jelita terkesiap melihat pria yang pernah membuatnya jatuh cinta di masa sekolahnya dulu ada di hadapannya.

"Ya Tuhaan ... Lili, akuuu ... sangat senang bisa bertemu denganmu, apa kabar kamu? Kamuu ... tambah cantik aja, Li!" Revan menilik penampilan Jelita yang sangat berbeda, sekarang dengan penampilan yang modis Jelita terlihat sangat cantik.

"Bisa saja kamu, Van! Kamu juga tambah ganteng, Van!" Mereka saling memuji satu sama lain.

"Kamu bikin aku terbang Li, aku sih biasa aja kok! Jangan muji aku terlalu tinggi, nanti kamu bisa-bisa jatuh cinta sama aku, hehehe!" canda Revan sambil tak berhenti menatap wajah Jelita.

'Lili, aku tidak pernah menyangka bisa ketemu kamu lagi setelah sekian lama! Kamu tambah cantik Li, kenapa debaran itu masih terasa, apa rasa itu belum menghilang!' batin Revan.

"Yang ada tuh kamu yang jatuh cinta sama aku, tuh mata kamu gak berkedip dari tadi hahaha ...!" ledek Jelita, rupanya dia memperhatikan Revan yang sedari tadi menatap wajahnya.

"Habisnya kamu cantik banget sih, Li!" Revan makin sengaja menggoda Jelita yang tersipu malu.

Wajah Jelita merona, dia merasa senang mendapatkan pujian dari Revan.

"Kamu masih saja memanggilku Lili, Van!"

"Itu kan panggilan sayangku sama kamu, Li. Tentu saja aku masih ingat dan gak mungkin aku bisa lupakan," tutur Revan mengingat masa-masa remajanya dulu yang sangat berkesan karena ada Jelita di dalamnya.

Wajah Jelita makin memerah, hatinya berbunga-bunga, Revan tak pernah melupakannya sama sekali.

'Revaaan ... dia benar-benar tidak melupakanku, bahkan panggilan itu dia masih mengingatnya!' batin Jelita.

Dulu mereka memang dekat, tapi tidak pernah ada yang berani mengutarakan perasaannya hingga mereka lulus, hanya janji untuk menunggu saja dari Revan yang selalu Jelita ingat, walaupun Revan tidak pernah muncul sekalipun, Jelita begitu rela menunggunya hingga belasan tahun.

Kini mereka bertemu kembali sepertinya bunga-bunga cinta itu hadir kembali, tapi mereka tidak menyadari sekarang sudah ada status pernikahan yang menjadi pembatas mereka.

-Bersambung-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status