Share

Sikap yang Mulai Berubah

Pagi ini Jelita bangun lebih pagi, dia sudah tak sabar ingin segera pergi ke supermarket tempatnya bekerja.

Jelita sangat bersemangat hari ini, bahkan wajahnya begitu cerah hari ini, 'Rasanya aku ingin cepat-cepat pergi ke kantor, hehehe ...!'

"Tumben, kamu bangunnya pagian?" tanya Arman melihat Jelita sudah mandi dan bersiap dengan baju kerjanya.

"Au gak enak sama Ibu, Mas. Tiap hari aku bangun siang, kamunya udah berangkat kerja," kilah Jelita beranjak ke lantai bawah.

"Mau ke mana?"

"Yaaah ... nyiapin sarapanlah!" Jelita meninggalkan suaminya yang masih bengong dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba saja menjadi rajin, biasanya dia paling malas bangun pagi, memilih bangun lebih siang seperti sedang menghindari Atikah, mertuanya.

'Tumben ... apa gara-gara aku ajakin makan siang kemarin yah, dia jadi rajin begitu?' gumam Arman.

Jelita masuk ke dapur dan membuat nasi goreng untuk menu sarapannya, memang selama ini dia tidak pernah memasak untuk Arman, walaupun sebenarnya dia bisa hanya saja dia terlalu malas turun ke dapur, menurutnya untuk apa manjakan suami yang tak pernah dia cintai, dia sengaja berbuat itu agar Mamanya lihat ini akibat dari paksaan orangtuanya untuk menikah dengan orang yang sama sekali tidak pernah dia cintai.

Sambil bersenandung, dia menyiapkan nasi goreng di meja, lengkap dengan peralatan makannya.

"Tumben kamu bangun pagi, nyiapin sarapan lagi!" ujar Atikah menatap sinis masakan Jelita pagi itu.

"Iya Bu, kebetulan saya sempat masak, jadi saya siapkan sarapan pagi ini!" ucap Jelita santai walaupun dalam hatinya menggerutu.

'Udah syukur aku siapin sarapan, maunya apa sih nih emak-emak!' gumam Jelita yang kesal pada Atikah.

"Wanginya enak nih! Buatan kamu, Jelita?" ujar Arman yang baru turun dari kamar.

"Hehehe ...! Iya Mas!" jawabnya sambil mesem-mesem.

"Aku gak tahu loh kamu bisa masak, Jelita!"

"Apaaa ... memangnya selama ini dia gak pernah masakin buat kamu, Arman?" tanyanya langsung naik darah.

"Selama ini yang nyiapin makan Mamah Rima, Bu," jawab Arman jujur dia tidak melihat wajah Tika yang terlihat geram.

"Jadi selama ini kamu gak pernah layani suami kamu, Jelita?" Tatapan tajam berfokus pada Jelita yang sudah terlihat gugup.

'Aduuuh ... Kenapa Mas Arman jujur banget sih?' omelnya dalam hati.

"Gini Bu, Mamah Rima memang suka memasak dan Mamah Rima tidak memperbolehkan Jelita untuk memasak, katanya kami itu tamu di rumahnya, jadi gak usah repot-repot menyiapkan makan segala!" Arman segera menimpal, dia memandang istrinya sepertinya tegang mendengar ibunya yang sedikit menyentaknya.

"Oooh ... gitu, beruntung sekali kamu punya ibu yang manjain kamu yah!" ucapnya sinis.

"Udah, udah ayo kita nikmati sarapan buatan istri tercintaku!" Arman mencoba mencairkan suasana yang tegang.

Arman mengambil beberapa centong nasi goreng itu dia letakkan di piringnya. Arman mencicipi dulu satu sendok. "Waaaw ... enak Sayang, nasi goreng buatan kamu enak!" ujar Arman, ekspresinya nyata tak dibuat-buat.

"Makasih, Mas!" Jelita tersenyum puas mendengar pujian sang suami, sambil melirik sinis pada mertuanya dia ingin menyombongkan diri kalau dirinya yang dia anggap manja bisa membuat masakan yang enak.

'Masa iya, masakan anak manja ini enak sih! tapi kulihat Arman sepertinya gak bohong, coba aku rasain! Awas saja kalau sampai Arman membohongiku, dia mencoba menutupi masakan istrinya yang gak enak!'

Atikah mengambil beberapa centong nasi goreng, hendak mencobanya.

Aaaam ...! Tika memasukkan satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya dan mengunyahnya perlahan.

'Sialan! Nasi gorengnya memang enak!' gerutunya.

Jelita menatap ekspresi sang mertua setelah memakan nasi goreng itu. 'Enak kan, hehehe!'

Tika menghabiskan nasi goreng di piringnya.

"Gimana Bu, enak kan?" tanya Arman tersenyum melihat piring ibunya sudah bersih.

"Gak enak terlalu berminyak dan banyak penyedapnya!" caci Atikah berbohong dia tidak mau Jelita terlihat menang.

'Sial! Bilang saja kalau nasi gorengnya enak, kenapa dia tidak mau mengakuinya? Pasti dia malu terus menghinaku anak manja, kamu kira aku tidak bisa memasak, hah!' geram Jelita hanya bisa mengomel dalam hatinya melihat tingkah mertua yang menyebalkan.

"Ibu, kenapa gak mau mengakui kalau masakan Jelita enak sih! Kalau gak enak gak mungkin tuh nasi goreng di piring Ibu habis tak bersisa, bahkan tadi aku lihat Ibu nambah beberapa centong lagi!" sindir Arman membuat Atikah mati kutu.

'Armaaaan ...! BIsa-bisanya dia bilang kayak gitu, ngejatuhin harga diri ibunya sendiri di depan istrinya!' Atikah menggerutu dalam hatinya kesal dengan ucapan sang anak.

Atikah langsung diam, tak bisa berkata-kata lagi setelah mendengar sindiran anaknya.

'Hahaha, memang enak tuh disindir anak sendiri!' Jelita tersenyum puas.

"Bu, aku berangkat kerja dulu yah! Oooh iya .. iu masih ada sisa nasi goreng di wajan, siapa tahu Ibu doyan, hehehe!" sindir Jelita sambil beranjak dari tempat duduknya.

'Sialaaaan ...! Anak itu sudah berani menyindirku!' Wajah Atikah makin menegang, antara malu, kesal dan marah jadi satu.

Arman mengikuti Jelita menuju kamarnya, Jelita membersihkan bibirnya yang berminyak dan memoleskan lipstik warna merah menyala, warna yang jarang dia pakai, entah hari ini dia ingin sekali terlihat lebih beda.

"Waaaw ... tumben banget kamu pakai warna lipstik itu?" ujar Arman menatap bibir istrinya yang terlihat sensual.

"Yaaah ... lagi pengen aja Mas, aku jarang-jarang pakai warna ini!" Jelita beralasan, padahal dia ingin terlihat lebih cantik di hadapan Revan.

'Bibir kamu menggoda sekali, sayangnya aku belum berani menciumnya!' Arman hanya bisa menelan salivanya menatap betapa seksinya bibir istrinya itu.

****

Jelita baru saja sampai di kantornya, di kantor masih terlihat sepi.

"Masih kepagian nih! Mendingan aku ngopi-ngopi cantik dulu, hehehe!" Jelita pun pergi ke pantry hendak menyeduh kopi moccacino kesukaannya.

Sambil bersenandung, dia mengaduk-aduk kopi itu. "Di atas bumi ini ku berpijak pada jiwa yang yang tenang di hariku, tak pernah ada duka yang terlintas ku bahagia, nananana ...!"

"Ceria amat, pake nyanyi-nyanyi segala, lagunya aja Ku bahagia, bahagia kenapa tuh?" sindir seseorang yang baru saja masuk ke dalam pantry.

"Hehehe ... Pak Revan, gak kok cuma nyanyi-nyanyi doang!" wajah Jelita bersemu, dia malu ketahuan sedang sedang bernyanyi di pantry.

"Panggilannya Bapak lagi, resmi amat!"

"Kan Bapak atasan saya, yah saya panggil Bapak lah!"

"Oke, oke tapi kalau kita lagi di luar panggilnya nama yah."

"Iya, Pak Revan yang ganteng!" canda Jelita.

"Aduuuh ... rasanya melayang nih dibilang ganteng sama perempuan secantik kamu!" Revan balik menggoda Jelita.

"Heeee ...!" Jelita jadi salah tingkah, wajahnya memerah, dia kira Revan tidak akan membalas candaannya.

"Hmm ... Pak Revan mau bikin kopi juga?" Jelita mengalihkan pembicaraan.

"Boleh deh, aku bikinin ini juga yah!" Jelita kembali menyeduh kopi instan sachet.

"Silahkan Pak!" Jelita menyajikan di atas meja.

Revan duduk di kursi depan meja dan siap menikmati kopi panasnya.

"Kalau gitu saya permisi yah, Pak!" Jelita hendak meninggalkan pantry itu tapi dicegah oleh Revan.

"Temani saya ngopi, Li!" ucap Revan sambil memegang tangan Jelita, Jelita merasa ada gelenyar aneh dalam tubuhnya ketika tangan Revan menyentuh tangannya.

'Kenapa hati ini bergetar, tubuh ini rasanya seperti terkena setrum, apa rasa ini memang masih ada?' Jelita segera melepaskan pegangan tangan Revan, tak ingin rasa itu makin terasa dalam.

"Aduuh ... Saya gak enak nih Pak masa kita cuma berdua di sini, saya ngopi di ruangan saya saja yah!" tolak Jelita sambil menengok ke arah pintu takutnya ada karyawan lain yang masuk.

"Kamu gak mau temani aku ngopi?" lirihnya terlihat sedih.

"Maaf Pak, saya gak enak kalau dilihat orang lain, kita ada di ruangan ini hanya berdua," Jelita masih menolaknya.

"Kalau gitu kita makan siang bareng gimana?" ajak Revan masih usaha mendekati Jelita.

"Eeeeuuh ... nanti saja yah jawabnya takutnya ada yang ngajak juga!" Jelita ragu untuk menjawabnya takut sang suami akan mengajaknya mendadak seperti kemarin.

"Kenapa, apa kamu sudah ada janji?" Revan mengerutkan dahinya.

"Hmmm ... belum sih, tapiii ... "

"Ya sudah, makan siang sama aku yah?" ucap Revan sangat berharap Jelita menjawab iya, tapi Jelita masih terdiam dia bingung harus menjawab apa.

"Kalau kamu diam berarti iya yah, oke! Aku tunggu di parkiran yah!" desak Revan.

'Dia pemaksa sekali, tapiii ... aku juga sebenarnya ingin sih, aku ingin mengorek kehidupan pribadinya lebih jauh!' batin Jelita.

"Baiklah Pak, kalau Bapak memaksa!" Jelita akhirnya mengiyakan.

'Yes! Akhirnya dia mau!' Revan bersorak dalam hatinya.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status