'Mata kamu tidak bisa berbohong, Li... Kamu masih menyimpan perasaan cinta buatku, hahaha ....!' gumam Revan, sambil menyeringai.*****Jelita tiba di rumah sambil memegang dadanya yang masih terasa berdebar, 'Ya Tuhaaan ... kenapa dia begitu nekat, hampir saja dia melakukannya!''Revaaaan ... kamu membuatku kembali membangkitkan memoriku tentang kita, kenapa Revaaan ... kamu harus kembali hadir di hidupku!'Jelita berguling di tempat tidur, dia merasa resah dengan kejadian semalam, dan malam sebelumnya bayangan Revan kembali mengganggu pikirannya.******Sementara itu di tempat lain, tidak jauh berbeda dengan Jelita, Revan pun merasakan apa yang dirasakan Jelita, dia pun teringat akan kejadian tadi di kantor.'Lili ... bisa kulihat jelas masih ada cinta di mata kamu, aku yakin itu!' Revan tersenyum bahagia dia sangat yakin dengan pendapatnya, Jelita masih menyimpan cinta untuknya.'Aku tahu aku salah, mendekati kamu, meskipun aku tahu, kamu sudah menikah.' 'Li ... bahkan sampai saat
Drrrt ... drrrt ... drrrt! Suara ponsel Jelita bergetar. "Bisa kamu lepaskan tanganmu, Van? Ponselku berbunyi.""Enggak, aku gak akan lepaskan, Li ...!" Tangan Revan masih melingkar di pinggang Jelita, wajah Revan menempel rapat di leher Jelita menyesap wanginya aroma parfum dari tubuh Jelita."Lepaskan Van, aku takut yang menelpon itu, suamiku!" Jelita meronta, ingin melepaskan dekapan tangan Revan."Akan aku lepaskan, asal kamu bersedia menjadi kekasihku!""Gila kamu, Van! Kita bukan single lagi, kita sudah punya pasangan masing-masing!" tolak jelita mentah-mentah menanggapi permintaan Revan."Iya, aku gila karena terlalu mencintai kamu, Jelita!" Revan tambah mengeratkan dekapan tangannya di pinggang langsing Jelita, sementara ponsel Jelita terus bergetar ingin segera diangkat sang pemiliknya."Vaaan ... please, biarkan aku mengangkat telepon itu, kasihan Mas Arman, pasti dia sudah risau menungguku," pinta Jelita."No, kamu harus jawab dulu permintaan aku, Li." Revan tetap menolak me
"Udah sana cuci! Ini detergen sama pewanginya!" ujar Atikah sambil menyeringai, senang rasanya melihat wajah Jelita dirundung kemalangan."Iya, Bu." Dengan muka masam, Jelita mengambil detergen dan pewangi pakaian itu dari tangan Atikah.Seumur-umur baru kali ini dia mencuci bajunya sendiri, di rumah dia diperlakukan layaknya putri tak pernah mengerjakan pekerjaan rumah, sekarang dia harus mencuci pakaian kotor sebanyak itu.Jelita mengambil ember dan mengisinya dengan air, lalu menuangkan deterjen ke dalam ember itu.Satu persatu dia masukan ke dalam ember. "Ya ampun mana cukup ini satu ember, pakaian kotornya sebanyak ini! Ya sudah segini dulu deh!"Jelita mulai mengucek cucian bajunya dengan tangannya. "Aduuuh ... baru satu saja, rasanya tanganku sudah perih ...!!" keluh Jelita.Jelita ambil lagi pakaiannya, dia kucek kembali, dia paksakan tangan lembutnya itu untuk mencuci.Hingga beberapa pakaian dia selesaikan, tangannya mulai terasa pegal dan perih, keringat pun sudah mulai men
"Nooon ... ada temen Non di depan!" lapor Tuti pada Jelita yang sedang bersiap di depan cermin."Iya, Tut. Suruh tunggu aja di ruang depan, bentar lagi aku ke sana.""Iya, Non."Jelita mengulas senyuman saat melihat Revan sedang duduk menunggunya, seolah kembali ke masa lalu, di mana dia sering bertemu dengannya di rumah ini."Van!" panggil Jelita dengan dandanan ala ABGnya tak lupa memakai kacamata hitam dan topi, agar tidak terlalu kentara dia sedang pergi dengan pria lain, selain suaminya."Li ... kalau penampilan kamu kayak gini, jadi inget waktu kita masih SMA yah, haha ...!" ucap Revan matanya tak lepas memandangi Jelita."Kebetulan aku gak bawa baju, yang ada di lemari baju ini, yah aku pakai aja.""Tapi kamu kelihatan cantik, Li. Masih seperti dulu, saat kita masih sama-sama SMA." Jelita tersipu mendengar pujian Revan."Kamu, mujinya segitu aku jadi malu.""Tapi kamu beneran cantik, Li. Makanya aku jatuh cinta sama kamu."Ungkapan perasaan cinta Revan makin membuat Jelita mela
"Tutiii ... !" panggil Jelita, masuk ke rumah setelah mobil Revan pergi.'Tuti, ngapain di situ, itu ditanyain Non Jelita!" ujar Bi Onah, yang mendapati anaknya itu sedang mengintip majikannya lagi."I-iya Bu, sebentar aku ke sana kok!" Tuti segera menghampiri sang majikan.'Ini anak kerjaannya ngintipin Non Jelita aja, gimana kalau ketahuan sama Non Jelita atau Nyonya Rima, bisa-bisa kena semprot dia.' Bi Onah menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan putri semata wayangnya itu."Iya Non, ada apa?" tanya Tuti."Baju saya udah pada kering belum?""Udah kayaknya, tapi belum saya angkatin semua.""Ya udah sekarang kamu angkat semuanya, terus setrika yah!""Iya Non, saya kerjain sekarang."Sambil menunggu Tuti membereskan pekerjaannya, Jelita masuk ke kamarnya.Dia membuka lemarinya, amplop putih yang terselip diantara pakaiannya dia keluarkan.Dia buka kembali semua memori tentang dia dan Revan kala remaja. 'Vaan ... kita ketemu lagi, aku senang bisa ketemu lagi ...' gumam Jelita
Tak ingin terus dalam dekapan Arman, Jelita melepaskan perlahan tangan Arman yang melingkar di tubuhnya, dia harus menemukan foto itu sebelum Arman yang menemukannya. Tapi begitu tangan Arman terlepas dari tubuh Jelita, Arman bergerak.'Ya ampun apa dia akan bangun!' Jelita berpura-pura memejamkan matanya, dan kembali tidur di pelukan Arman.Arman mulai membuka matanya, dia lihat Jelita masih tertidur di pelukannya.'Hmmm ... ternyata ini bukan mimpi, Jelita benar-benar ada di pelukanku, tidurku benar-benar nikmat, padahal niatnya mau ngajak pulang, Eeeh malah ketiduran!' Arman melepaskan dekapan tangannya."Makasih yah Sayang, walaupun hanya dipeluk aku sangat senang bisa merasakan pelukan sang istri, mungkin suatu saat kamu bisa memberikan aku lebih, Sayang," ucapnya pelan, tapi masih bisa didengar Jelita, membuat hati Jelita terenyuh.Cup! Arman mengecup kening Jelita, sambil mengucapkan, "Aku sangat mencintaimu, Sayang!" Rasanya membuat dada Jelita bergetar mendapatkan perlakuan
"Mudah-mudah sih emang gak apa-apa!" ujar Arman yang masih merasa khawatir dengan ibunya.Karena masih libur, Jelita sengaja mengajak sang suami jalan-jalan menghilangkan suntuk.Berbeda ketika sedang jalan dengan Revan, kini Jelita bisa bebas berjalan berdua tanpa harus menyamar menutupi kecantikannya dengan topi dan kacamata hitam."Jelita, selama aku menikah aku belum beliin kamu apa-apa, apa kita beli sesuatu yang sepasang, gimana?" tanya Arman tiba-tiba."Kita juga menikah baru empat bulan Mas, nafkah yang kamu kasih saja udah lebih dari cukup!""Gak apa-apalah, kali-kali. Ayok!" Arman mengajaknya ke dalam toko jam tangan yang cukup ternama di Mall itu."Mbak, carikan kami jam tangan untuk couplean."Pegawai toko itu memberikan banyak pilihan jam tangan untuk pasangan."Bagus-bagus yah, Mas?" Jelita merasa takjub dengan model jam tangan yang ada di toko itu semuanya tampak bagus "Ini gimana?" Arman memilih salah satu model jam tangan."Bagus Mas, aku suka modelnya, elegan!" "Mb
Jelita kembali bekerja hari itu, matanya terus lekat pada jam tangan pemberian Arman.'Kenapa aku begitu senang dengan pemberian Mas Arman ini yah?' gumamnya sambil terus tersenyum."Haaai ... Jel, ada yang mau aku bicarakan sama kamu!" ujar Hanny sengaja mendatanginya di ruangannya."Ada apa, mukanya serius amat?" tanya Jelita."Waktu hari sabtu aku sama anakku jalan di Mall, aku lihat ada seseorang mirip kamu sama Pak Revan lagi jalan berdua, keluar dari wahana permainan."Deg! 'Ya ampun, Hanny lihat aku sama Revan waktu jalan Sabtu kemarin, bisa gawat nih, jangan sampai dia tahu!' gumam Jelita agak panik."Kamu salah lihat kali, Han. Sabtu aku seharian di rumah Mama, nyuci!" Jelita berusaha mengelak, tak ingin sampai sahabatnya tahu tentang hubungannya dengan Revan."Nyuci?" Hanny mengerutkan dahinya."Kamu jangan ketawa yah! Masa aku disuruh nyuci sama mertuaku pakai tangan coba, mana cucian aku sama Mas Arman itu banyak banget, alasannya mesin cucinya rusak coba!" Jelita berhasi