"Mas, kita pulang yuk! Aku udah beres!" ajak Jelita."Oke, bentar yah aku panggil waiternya!"Waiternya datang dan menyerahkan bill di atas nampan."Makasih yah, ini tips buat kamu!"Arman menyerahkan sejumlah uang yang dia tambahkan dari nominal di struk yang dibawa waiternya."Makasih Tuan." Waiter itu membungkukkan badannya sedikit untuk menghormati Arman."Yuk Jel."Tanpa dipinta, Jelita menggelayut manja di lengan kekar Arman, Arman hanya tersenyum melihat perlakuan sang istri.Padahal dia melakukannya karena Veronika melihat ke arahnya saat dia akan meninggalkan restoran itu."Hmmm ... Pa, kamu enggak liat barusan ada pegawai kamu makan di sini?" tanya Veronika mengetes suaminya apa tadi dia memperhatikan keberadaan Jelita."Masa? Ada pegawai aku yang makan di tempat semewah ini?" Revan bertanya balik tak percaya rasanya ada pegawainya yang mau makan di tempat semewah ini, mereka mungkin mikir dua kali, sayang karena makanan di sini lumayan mahal."Iya Pa, tadi ada lho Pa. Itu p
Dua hari kemudian..."Paaa ... aku pulang yah, kamu mau antar aku ke bandara?" ujar Veronika saat di kantor Revan."Jadi juga pulang, aku kira masih satu dua hari lagi!" Jessi sangat senang tinggal bersama Revan, dia sampai tidak mau pulang, bahkan Revan bela-belain masuk setengah hari karena Jessi merengek ingin diajak jalan-jalan olehnya."Kasihan masa Jessi gak sekolah terus, udah dua hari dia udah bolos, ini juga aku bujukin dia gak mau pulang terus!""Iya juga sih, ya udah ayo aku antar. Kamu duluan aja ke depan yah, aku beresin meja dulu.""Iya, Pa." Veronika keluar dari ruangan Revan, hendak menemui Jessi yang seperti biasa dia titipkan di bagian mainan, tapi begitu mendengar suara Jelita yang sedang mengobrol langkahnya terhenti sejenak, dia masih penasaran dengan sosok pegawai cantik yang masih dia curigai ada affair dengan suaminya itu."Jel, gimana ayam rica-rica buatan aku enak gak?" tanya Hanny yang sedang memamerkan masakannya karena jarang-jarang dia ada waktu untuk mem
Rima sibuk berbelanja di Mall katanya untuk keperluan Jelita bulan madu nanti, dia juga membelikan koper baru."Maaa ... dari mana, kok jam segini baru pulang?" tanya Rudi melihat Rima baru turun dari mobilnya."Hmm ... Papa gak lihat yang ada di tangan aku?" Rima memperlihatkan tangannya penuh dengan barang belanjaan."Waduuuh ... tumben banget Mama belanja sebanyak itu?""Ini untuk anak dan menantu kita Ma, bentar lagi kan mereka mau pergi bulan madu.""Memangnya Mama beliin apa buat mereka, semangat amat belanjanya!""Nanti kita bongkar di dalem, sekarang Papa bantuin Mama dulu bawa belanjaan Mama yang masih ada di mobil."Rudi menengok ke dalam bagasi mobil Rima, dia melihat koper berjumlah dua dengan ukuran dan model yang sama.'Buat apa coba beli dua-dua gini, mana sama persis model warnanya juga lagi! Ada-ada aja istriku ini!' Rudi berdecak sambil mengambil dua koper itu dan membawanya ke dalam ruang keluarga."Maaaa ... ini buat apaan sih pake beli koper segala?""Buat Jelita.
"Mas, itu apa?" tanya Jelita saat Arman membawa bungkusan plastik dan menyimpannya di meja makan."Ini dari Mama kamu, Sayang. Ini buat kamu.""Ini apaan?" Jelita memegang botol berisi obat-obatan."Katanya itu Vitamin, biar kamu sehat kan sebentar lagi kita akan bulan madu, Sayang.""Kenapa memangnya, aku kan memang sehat, cuma jalan-jalan ke Bali kan?""Iiih ... siapa bilang kita hanya jalan-jalan, kamu kan akan melepas eeeeuhhmmm ... untuk pertama kalinya, biar kamu kuat." Arman menarik alisnya ke atas ke bawah seperti sedang menggoda Jelita.Glek!'Maksud dia melepaskan keperawananku gitu, aduuuh ... kok aku jadi takut, memang sehoror itukah, sampai Mama kasih aku vitamin segala. Kayaknya aku harus tanya-tanya sama yang udah pengalaman nih!' gumam Jelita."Hmmm ... Sayang, aku juga dikasih ini sama Mama kamu." Arman memperlihatkan dua botol berisi minuman yang asing di mata Jelita."Itu apaan Mas?""Sebenernya aku juga gak tahu, tapi kata temenku itu jamu katanya, perkiraan dia in
"Apaaaa ...! Malam Pertama? Sakit?!" tanya Hanny menatap bingung sahabatnya itu. Sementara, Jelita hanya menunduk malu, dia tahu mungkin pertanyaannya sangat aneh dan mengundang tanda tanya yang sangat besar dari sahabatnya itu."Maksud kamu, gimana Jel? Aku masih belum mengerti?" Hanny mengerutkan dahinya sepertinya otaknya masih mencerna ucapan dari Jelita."Hmmm ... akuuu ... tahu kamu masih bingung, aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya malam pertama itu, Han. Apa itu sangat sakit?" Jelita mengulang kembali pertanyaannya."Apaaa ...!! Haaaa ... Kamu itu udah hampir tujuh bulan menikah, Jel. Masa masih menanyakan malam pertama?"Wajah Jelita makin memucat, sungguh malu sangat malu memaksakan tersenyum untuk menutupi rasa groginya."Apa jangan-jangan ... jangan katakan kalau yang aku pikirkan itu benar, Jel?!" Hanny menatap tajam Jelita meminta jawaban secepatnya."Iya, Han." Jelita menggangguk pelan, sungguh malu Jelita sampai tak berani menatap wajah Hanny lama-lama."Ya ampun Je
"Ngapain sih kamu merasa gak enak segala Li, kamu tahu kan dia bukan anakku, nanti juga saat aku harus berpisah dari dia, dia gak bakalan baik-baik aja kok!" jawabnya begitu santai, dia tak memikirkan perasaan anaknya sama sekali, benar kata orang cinta itu buta, dia akan kehilangan akal sehatnya saat jatuh cinta tak memikirkan yang lain lagi kecuali orang yang dia cintai."Kamu gila, Van. Memangnya kamu tidak sayang sama anak itu?!" ujar Jelita tak percaya Revan akan menjawab setega itu."Yah sayang, tapi untuk saat ini yang aku prioritaskan hanya kamu, Sayangku!" Revan mengecup pipi Jelita tanpa rasa malu."Revan!! Ini tempat umum, kamu main nyosor-nyosor aja!!" protes Jelita sambil memegang pipinya."Yaelah, kamu juga suka kan aku cium, jangan ngeles, tuh muka kamu merah gitu!""Revaaan ...!!" teriak Jelita kesal.Bukannya merasa bersalah, Revan malah melakukannya lagi. Cup!"Malu Van, mana ini tempat umum. Kamu mau kita diciduk satpol PP, mau ditaruh di mana mukaku.""Hahaha ... k
Kini memorinya kembali melintasi masa remajanya, hanya saja dulu mereka tidak berani bergandengan tangan seperti ini, hanya jalan berdua sebelum mereka sampai di jalan besar untuk menaiki angkutan umum, berjalan menelusuri jalan yang lumayan jauh sambil menikmati udara segar, sambil bercengkrama soal apa saja, tentang sekolah, teman, tentang film atau lagu kesukaan pada zamannya, semua mengalir begitu indah saat Jelita mengenangnya, bahkan sampai bisa melupakan kejadian menegangkan yang baru saja dia alami."Seneng juga yah bisa melewati jalan ini, Van. Rasanya begitu damai, suasananya masih teduh dan indah kayak dulu." Jelita tampak lebih tenang sambil menyelami masa lalu mereka di masa sekolah."Iya Li, ini kesempatan aku bisa jalan bareng sama kamu, sehabis jam sekolah habis. Saat-saat menyenangkan saat di mana aku bisa jalan bareng menikmati waktu berdua sama kamu melihat keceriaan, cemberut, sedih, dan mengingat ekspresi wajah kamu yang menggemaskan saat kamu curhat tentang guru
Drrrt ... drrrt ... drrrt ... "Sebentar yah Sayang, ada telepon nih."kata Revan sedikit menjauh dari Jelita.Jelita diam-diam mencari sesuatu di pohon yang ada di taman itu, meraba-raba batang pohon besar yang masih kokoh berdiri di taman itu.'Masih ada, rupanya, hahaha ...!' ucap Jelita begitu senang rupanya belum hilang tulisan itu."Heeeei ... abis ngapain sih di pohon itu?" tanya Revan setelah selesai menerima telepon."Ada deh mau tahu aja, rahasia perempuan!" Jelita menutupinya dari Revan, tak ada satu orang pun yang tahu soal itu."Sama aku main rahasia-rahasiaan yah!" Revan menyipitkan matanya pada Jelita seakan ingin tahu rahasia apa yang belum dia ketahui soal Jelita."Sudahlah kamu gak perlu tahu, Kamu udah tahu hampir semua rahasia hidup aku.""Oke deh, kayaknya privasi banget yah!""Iya dong, siapapun gak ada yang tahu, hanya aku saja yang tahu, hehehe ...!!""Sudah ah, sudah magrib nih, di sini juga udah gelap.""Iya ayo!" Revan menautkan jemarinya pada jemari Jelita