Air mataku tak kunjung reda, melihat bayi laki-laki terbaring lemah, tanpa ada pergerakan dan tangisan. Aku terlambat, aku kalah cepat dengan tangan Tante Vivi yang merenggut paksa nyawa bayi tak berdosa. Sungguh wanita tak berperasaan Sesak dalam dada melihat wajah bagaikan malaikat telah pergi. Baru saja ia lahir ke dunia, kini sudah tak bernyawa lagi. Tubuhku berguncang, tak tega dengan cara kematian tragis. Di tangan neneknya sendiri bayi tak berdosa kehilangan nyawanya. Mas Ilham meratapi tubuh anaknya. Bayi hasil di luar pernikahan. Bayi hasil perselingkuhan dirinya dengan wanita lain. Walaupun begitu Delon tak bersalah. "Kenapa hidupku begini. Delon, maafkan Papa." Mas Ilham duduk di atas kursi roda. Ia menatap iba sang anak. "Sabar Mas. Kamu harus ikhlas atas kepergiannya. Ia sudah menjadi bidadari surga." "Hidupku hancur seketika." Mas Ilham kembali terisak. "Seandainya dulu aku tak mengkhianatimu."
Bab 72Brak! Tanpa mengetuk atau menyapa, Adel masuk begitu saja. Wajahku kesal karena melihat sikapnya yang tak sopan. "Adel kamu!" "Gawat Bos!" potong Adel tanpa takut dengan gertakan yang terlontar dari bibir ini."Ada apa?" tanyaku penuh kebingungan. Manatap wajah panik gadis berkemeja merah muda. Jarang sekali raut wajahnya seperti saat ini. "Lihat ini!" Adel memperlihatkan video dan beberapa gambar di media sosial di ponsel. "Ya Tuhan, ini tak mungkin." Mataku terbelalak, bibir ini sulit untuk berkata. Kurebut ponsel secara paksa. Tubuhku seketika melemah. Aku tak percaya semuanya bisa begini. "Bagaimana ini Bos?" Aku tahu Adel juga pasti sock karena perusahaan yang aku dirikan bersama mereka terancam bahaya. Video ini mengandung fitnah tetapi ada sebagian adalah fakta. Kami bekerja sebagai agen mata-mata bukan untuk menyakiti orang lain melainkan membantu mereka agar terlepas dari kedzaliman pasangan mereka. Namun, tidak dengan para pelaku perselingkuhan itu. Kutatap
Bab 73"Sial terkunci!" Kulangkahkan kembali kakiku ke tangga yang lain mencari pintu yang masih terbuka. Hingga aku sampai di lantai tiga, membuka pintu berwarna biru. Dibalik pintu tersebut beberapa orang menatapku, menarik tanganku kasar. "Aw!" Mereka menutup pintu, segera memutar anak kunci yang masih menempel di tempatnya. Beberapa kali gedoran terdengar dari dalam. Kutatap mereka satu persatu. Tentu saja aku mengenal mereka. "Ibu Intan, apa Anda baik-baik saja." Mereka karyawanku yang sejak tadi kusuruh pulang tetapi mereka masih berada di gedung ini. Lima orang masih berada di gedung ini. "Kalian Kenapa masih di sini?" Mereka saling berpandangan dan menundukkan kepala. "Kami masih betah di sini. Maaf Bu kami lancang." Pemuda yang sering membawakan aku makanan, minuman dan merapikan ruanganku menunduk penuh kesedihan."Kami masih nyaman di sini. Berat rasanya meninggalkan tempat ini." Suara wanita bagian administrasi masih berada di sini juga. Mereka memang tak pernah
Bab 74Hingga mobil Rehan berada di depan rumahku. Pemandangan yang tak bisa aku ungkapkan. Mama dan Bayu saling berpelukan. Beberapa orang juga berada di halaman rumahku. Mereka telah melakukan sesuatu. "Kalian telah membuat kami sengsara!" Tunjuk jari lelaki bertubuh tambu ke wajah ibuku. Bayu terlihat ketakutan, memeluk tubuh Mama erat."Kami tak tahu apa-apa." Mama menjawab dengan sebenarnya. Wanita itu tak tahu apa-apa tentang pekerjaanku. "Alah!" Mendorong tubuh mama kasr hingg terhuyung ke belakang. Astaga, mereka keterlaluan. Segera kubuka pintu mobil dan melangkah cepat ke arah mereka. Menghampiri lelaki bertubuh tambu. Ah, sepertinya aku pernah melihat lelaki itu."Kurang ajar!" makiku tak sabaran diri. Menarik tubuhnya dari hadapan mama. Tak akan aku biarakan orang lain menyakiti ibuku."Elu siapa?" kedua matanya membulat sempurna hingga akan lepas dari tempatnya. Begitu juga teman-temannya menatapku tajam. "Apa yang kalian lakukan sama mama dan anakku?!" Kumaki merek
Bab. 75 Tubuh Rehan berbalik badan meninggalkan tempat dengan wajah sedih dan kecewa. Apakah aku akan ditinggal oleh mereka setelah mengetahui pekerjaanku. Perkejaan yang aku kerjakan beberapa tahun hingga menghasilkan cuan mengoda. "Rehan!" panggilku. Ia tak menolehkan wajah ke belakang. Rasanya hatiku sakit. Ternyata semua orang banyak yang tak suka dengan pekerjaan ini. Aku harus bagaimana menghadapi masalah kali ini?"Rehan ...." Suaraku merendah seakan mengiba agar pemuda itu tak pergi. Mungkin, ia tak percaya dengan kabar di medsos tetapi di depan matanya aku mengakui semuanya. "Lihatlah, kekasihmu saja tak terima pekerjaan kotormu. Kasihan sekali dirimu." Mereka tertawa mengejekku. "Diam! Jangan ikut campur!" Kutunjuk wajah lelaki yang tak bisa menjaga mulutnya. Ingin ku robek mulut kotor mereka dengan belati tajam. Sayang sekali hal itu dapat menjerat diriku dan masuk ke dalam jeruji penjara. Tentu saja tak mau menghabiskan sisa hidup di dalam penjara. "Cuih, kamu itu so
Bab 76Kuikuti langkahnya yang menuntun diri ini ke suatu tempat. Penutup mata belum juga dilepaskan begitu juga ikatan tangan di belakang pinggangku. Hingga ikatan itu terbuka tetapi kedua tanganku dipegang oleh dua tangan berbeda. Kini tanganku berada di atas bahu terikat lebih kencang dari sebelumnya. Aku merasakan seperti melayang di udara. Tanah tak terpijak dari kakiku. Ya Tuhan, apakah hidupku telah berakhir. Kakiku tak menyentuh tanah, apa yang dilakukan mereka kepadaku. Ya Tuhan, selamatkan aku. "Argh! Lepaskan aku!" Sakit, itu yang aku rasa. Kedua tanganku ditarik paksa hingga tubuh ini melayang. Begitu kejamnya mereka, aku tak bersalah. Aku yakin mereka telah diprovokasi oleh orang lain. "Ini pembalasan kami untukmu, Nona!" teriak suara barito yang duduk di depan. Aku masih mengenali suara itu. "Lepaskan aku! Aku pastikan kalian masuk penjara!""Sebelum kamu memenjarakan kami. Kami akan melenyapkan nyawamu tanpa sisa." Tawa mereka mengema, hatiku nyeri. Bagaimana den
Bab 77Langkah kakiku sudah berada di daratan, bersembunyi di pepohonan. Melangkah menuju mereka. Hanya ada tiga orang yang berada di sana lalu ke mana sisanya.Hingga tubuhku mendekati mereka tanpa disadari oleh siapapun. Aku penasaran siapa dibalik ini semua, hingga kedua netra tak sengaja menangkap sosok lelaki yang aku kenal. Sialan! Tenyata dia pelakunya. Mengepalkan tangan sekuatnya. Aku harus segera pergi sebelum mereka mengetahui kepergianku. Langkah kakiku perlahan menjauh, batu kerikil menyakiti telapak kaki tak peduli asalkan aku selamat. Hingga rintihan keluar dari bibir ini. Beling menancap di telapak kaki. Tanpa kusadari tangan seseorang membekam mulutku kasar dan menyeret tubuh ini. "Ha ... ha ... ha .... Mau kabur ke mana lu?" tanyanya memeluk tubuhku dari belakang. Ingin berteriak atau menendang, sepertinya ia sudah tahu taktik ini. "Hei kalian bodoh! Wanita itu di sini." Teriaknya ke arah mereka. Hingga Kedua netra kami berhadapan, pemuda yang berada di balik
"Kamu, Serly!" sapaku hingga tak mengenalinya mengapa pakaiannya seperti itu. "Iya, kamu tak mengenalku, ya?" tanyanya dengan gaya genit. "Kenapa kamu datang sendiri. Mana yang lain?" "Mereka sibuk. Aku bawakan ini untukmu." Menyodorkan paper bag dan beberapa plastik hitam kepadaku. "Apa ini?" Melihat paper bag dan memberikan plastik hitam kepada Bude Lasmi. Kubuka perlahan. Beberapa dress cantik tetapi terlalu terbuka. Aku mengernyit heran kepadanya. "Untuk apa ini?""Untukmu." "Aku tak suka." Meletakkan paperbag itu. "Aku tahu. Aku juga tak suka." Serly tertawa terbahak-bahak. Hingga kedua netra kami mengeluarkan embun. "Bagaimana keadaan di luar sana?" Aku sudah lama tak keluar, ingin tahu keadaannya. "Lebih baik," jawaban singkat terlontar dari bibirnya. Tak membuatku puas baik hati dan pikiran. "Mama dan Bayu?" Serly tersenyum menatapku. Mengapa ia tersenyum seperti itu hingga membuatku semakin penasaran saja. "Serly?"Tangan lentik wanita yang kini sudah berganti pa