Share

Cinta dan Dendam
Cinta dan Dendam
Author: Yen Lamour

Chapter 1

Tampak sesosok wanita berwajah cantik tanpa pulasan makeup, berjalan masuk ke dalam sebuah restoran yang selalu ramai pengunjung. Restoran itu telah beroperasi belasan tahun. Berkat semangat dan keuletan dari pemiliknya, usaha kulinernya itu terus berkembang hingga seperti saat ini.

Tentunya tak akan ada kesuksesan yang didapat seseorang tanpa adanya pengorbanan. Seseorang perlu mengorbankan tenaga, waktu, pikiran atau pun yang lainnya bila ingin meraih atas apa yang diniatkan atau diimpikan.

Ada sebab maka akan ada akibat. Sebab kita mengorbankan sesuatu, maka akibatnya pun akan kita dapatkan. Namun, di antara semua pengorbanan itu, hanya waktu yang tidak dapat diputar kembali bila kita telah kehilangan itu waktu. Entah kehilangan waktu untuk keluarga maupun untuk diri sendiri.

“Hai, Maylin. Apa kabar?” Salah satu pekerja restoran menyapa hangat kepada wanita itu.

“Mama ada di ruangannya?” Maylin menolehkan kepalanya, memandang ke pegawai yang telah bekerja lama di restoran milik ibunya, Restin Banara.

Setiap kali dirinya datang ke restoran ini, hatinya merasa tercubit, sebab demi mengembangkan usaha kuliner tersebut, Restin telah menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk mengurus bisnisnya daripada memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

“Ibu ada di dalam bersama Rayla. Deon juga ikut datang, tapi sekarang dia sedang ke toilet.”

“Terima kasih, Alice.” Kemudian Maylin berjalan menuju ruang kerja ibunya dan berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu berwarna cokelat.

Tangannya terangkat memutar kenop pintu perlahan tanpa mengetuk terlebih dahulu. Dari celah pintu yang telah terbuka sedikit, indra pendengarnya menangkap suara Rayla yang penuh emosi dari dalam ruangan.

“Bukannya Mama mengatakan kalau restoran ini bergabung dengan teman Mama?”

“Mama terpaksa berbohong. Bekerja sebagai asisten dapur, gajinya tidak cukup untuk membiayai kalian. Maka itu, saat Frans datang memberikan bantuan dalam bentuk uang yang tidak sedikit, Mama membuang ego mama dan menerima uang itu,” tukas Restin berapi-api.

Kedua netra cokelat milik Maylin membulat lebar. Jantungnya kini berdebar cepat. Kenyataan tentang biaya pendidikan dan hidup mereka selama ini ternyata adalah pemberian dari pria itu membuat emosinya bergejolak seketika.

“Berapa jumlah uang pemberian dari bajingan itu, Ma? Kembalikan semua uang itu padanya! Aku tidak sudi menggunakan uangnya walau hanya sepeser pun!” hardik Maylin masuk ke dalam ruangan hingga membuat Restin dan Rayla terkesiap melihatnya.

Maylin mengira rahasia yang disimpan Restin hanya satu hal itu saja. Namun, tidak disangka masih ada rahasia-rahasia lain yang tidak ia ketahui.

Dalam perdebatan kali ini, mau tak mau Rayla yang telah mengetahui rahasia itu terlebih dahulu pun menceritakan kepada adiknya. Tentang aib orang tuanya dan sebuah kebenaran dibalik keluarga mereka tercerai berai.

Rayla Pramanta dan Maylin Pramanta adalah kakak beradik yang usianya terpaut dua tahun. Sejak Frans Pramanta, sang ayah, pergi meninggalkan mereka ketika usia mereka masih dini, Rayla dan Maylin saling menghibur dan menyemangati satu sama lain sementara Restin terpuruk dalam kesedihannya, membenamkan diri dengan kesibukan-kesibukan sehingga tidak memiliki waktu untuk mereka berdua.

Kepergian Frans meninggalkan luka teramat dalam bagi sepasang kakak beradik itu sehingga masing-masing memiliki trauma tersendiri. Rayla yang tak mudah jatuh cinta pada pria dan takut untuk membangun rumah tangga sedangkan Maylin berambisi untuk membentuk keluarga sendiri yang harmonis dan bahagia.

Namun, sayangnya ambisi itu harus dikubur. Akibat peristiwa kecelakaan yang menimpa diri Maylin setengah tahun yang lalu, menjadikan dirinya sebagai wanita yang tidak sempurna lagi.

“Maafkan atas kesalahan yang kami buat tanpa sadar telah menyakiti kalian. Mama lupa kewajiban Mama sebagai orang tua yang seharusnya melindungi kalian. Sungguh, Mama ingin memperbaiki semuanya.” Sepasang netra cokelat gelap milik Restin menatap kedua putrinya dengan air mata yang mengalir deras.

Restin menyesali telah kehilangan waktu bersama kedua putrinya. Ia terlalu larut dalam lukanya sehingga melupakan bahwa anak-anaknya ketika itu membutuhkan kehadirannya. Ia telah gagal menjadi orang tua yang teladan bagi anaknya.

Kedua netra Maylin menangkap lembaran kertas yang tergeletak di atas meja. Ia lantas meraih kertas itu dan membacanya dengan suara bergetar. “Frans Osborn.”

Kemudian ia tertawa mengejek. “Bajingan itu sekarang menjadi pengusaha sukses setelah membuang nama pemberian keluarganya sendiri?”

“Berhentilah menyebut papamu dengan sebutan bajingan, Maylin! Seburuk apa pun pria itu, dia tetap papamu,” tegur Restin.

“Dia bukan papaku! Papaku sudah meninggal!” Maylin menjerit kencang hingga kedua netranya membelalak, menatap Restin dengan nyalang.

Air matanya tak terbendung lagi. Setetes air mata lolos dari salah satu sudut matanya, disusul tetesan berikutnya hingga kemudian menjadi aliran deras membasahi wajahnya.

Setelah ayahnya pergi, seiring berjalannya waktu, Maylin terus memupuk kebencian pada pria itu. Easa benci itu kini semakin dalam begitu dirinya tahu ternyata kehadirannya tak berarti apa-apa bagi pria itu.

*****

Entah sudah berapa lama Maylin berdiri di depan gedung pencakar langit milik Osborn Corporation. Gedung pencakar langit yang jauh dari kata sederhana karena memiliki tampilan yang luar biasa mewah dan kokoh.

Ia hendak melangkahkan kakinya masuk ke dalam gedung itu, namun urung ketika sepasang netra cokelatnya menangkap sesosok pria yang bertubuh tinggi dan masih terlihat tegap untuk umurnya yang memasuki kepala lima. Meskipun waktu telah berselang selama belasan tahun, tetapi kenangan wajah pria itu masih melekat kuat dalam ingatannya.

Seluruh tubuhnya terasa kaku melihat pria itu tengah tertawa bahagia bersama seorang wanita muda dengan memiliki kemiripan wajah pria itu. Dadanya bergemuruh kuat menahan amarah dan tangis. Kilasan masa lalu yang menyakitkan, berputar kembali dalam benaknya.

Ada pepatah mengatakan darah itu lebih kental dari air, tapi sering kali hanya air yang ada ketika kita butuh sementara darah entah ada di mana. Mungkin bagi pria itu, keluarga dari istri pertamanya lah yang lebih dianggap sedarah dengannya.

Kedua netra Maylin tak bisa lepas dari pemandangan itu hingga akhirnya sosok mereka menghilang masuk ke dalam mobil, lalu melintas pergi tanpa menyadari kehadirannya.

Mendadak amarahnya menjadi membara. Semua kekecewaan, kekesalan dan ketidaksenangan membuatnya tak mampu lagi menahan emosinya. Dalam hidupnya, hanya satu hal yang membuatnya menyesal dilahirkan ke dunia ini. Alangkah baiknya jika dirinya bukan lah anak dari Frans Osborn.

Comments (9)
goodnovel comment avatar
Wildan Firdaus
Maaf ka Yen baru mampir,,..semangat yaa...
goodnovel comment avatar
Yen Lamour
Makasih dukungannya selalu
goodnovel comment avatar
Yen Lamour
Makasih dukungannya terus ya vi ^^
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status