Share

Chapter 8

“Pertama, genggam grip pistol dengan weapon hand secara penuh dan konsisten. Genggam dengan erat karena genggaman tersebut akan memberikan resistensi ke arah weapon hand saat pistol meletus. Jangan lupa, finger off. Telunjuk mengarah ke depan sejajar dengan laras. Saat kau sudah siap menembak, jari telunjuk weapon hand siap menekan pelatuk.”

“Seperti ini?” Maylin mengikuti instruksi dari Leonel tentang cara menggenggam pistol yang efektif.

Leonel memperbaiki posisi telapak tangan Maylin pada bagian weapon hand. “Tidak boleh ada jarak antara beaver tail dan selaput antara jempol dan telunjuk.”

Ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit Maylin, ia merasakan sensasi jantung yang berdetak kuat, tidak beraturan secara tiba-tiba. Shit! Ia belum pernah merasakan perasaan seperti ini tatkala berdekatan dengan wanita lainnya.

“Prinsip ini berguna untuk memberikan tahanan saat ada recoil ke belakang dan mengarahkan recoil agar moncong tetap stabil menghadap ke depan,” imbuh Leonel sembari berusaha mengontrol detakan jantungnya agar kembali normal.

Maylin mengangguk-anggukkan kepalanya. “Akan kuingat baik-baik. Lalu, bagaimana cara membidiknya?”

“Membidik?” Kedua netra Leonel sontak terbelalak. Tentu saja ia terkejut sebab wanita mana yang tidak menciut nyalinya ketika melihat senjata api di depan matanya? Apalagi sampai memegang sebuah pistol?

Akan tetapi, Maylin memberi respons yang berbeda. Wanita itu tampak sangat bersemangat belajar menggunakan benda berbahaya tersebut. Bahkan, Leonel tidak menemukan anggota tubuh Maylin bergetar karena ketakutan seperti wanita umum lainnya.

“Aku mengatur tempat kencan kita di sini karena mau mempelajari dunia Kak Leo. Sepertinya akan sangat menyenangkan.” Maylin menarik salah satu sudut bibirnya hingga membentuk senyum lebar.

“Wanita manis sepertimu tidak cocok bermain pistol, Sweety.” Kepala Leonel bergeleng-geleng, tidak setuju Maylin mempelajari senapan api itu lebih mendalam. Wanita itu tidak membutuhkan benda tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.

Berbeda halnya dengan Leonel. Ia memang harus menguasai menembak dengan berbagai macam senapan untuk melindungi diri dari musuh sekaligus mengenyahkan pengkhianat.

“Kalau Kak Leo tidak mau mengajariku, terpaksa aku menarik kembali kesediaanku berkencan dengan Kakak.” Maylin mencebikkan bibir.

“Apakah ini sebuah ancaman, Sweety?”

“Ancaman atau bukan, tergantung bagaimana Kak Leo menyimpulkannya sendiri.” Maylin mengedikkan bahu, sedikit tidak peduli.

“Kencan adalah seorang pria mengajak wanitanya keluar untuk jalan-jalan.”

“Juga janji untuk saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditentukan bersama. Dan aku menentukan tempat ini sebagai tempat kencan kita,” timpal Maylin dengan cepat.

“Maylin, senjata api sangat berbahaya—”

Leonel belum menyelesaikan kalimatnya ketika Maylin menginterupsinya.

“Baik aku maupun Kak Leo sama-sama tidak tahu apa yang akan terjadi nanti selama aku berada di London. Kalau ada bahaya tiba-tiba datang mengancam, setidaknya aku dapat melindungi diriku sendiri.”

Leonel bergeming menatap pemilik iris cokelat itu. Tentu saja ia tak akan membiarkan Maylin dalam posisi bahaya.

Leonel akan memberi perintah pada orang kepercayaannya, Dalbert Gene, yang sebelumnya bekerja di bawah kepemimpinan sepupunya, agar mengirim satu atau dua anak buah mereka untuk mengawasi keamanan Maylin selama wanita itu berada di sana.

“Aku tidak pernah menang darimu, Sweety.” Leonel pun mengalah untuk kesekian kalinya. “Pakailah pelindung telinga dan mata. Mari kita mulai latihannya.”

Maylin tersenyum puas mendengar kesediaan Leonel. Sepertinya belajar membidik pistol akan menjadi salah satu kegiatan baru yang paling disukainya.

Leonel hanya tertawa pelan seraya menggeleng kepala melihat Maylin bagaikan anak kecil yang bahagia setelah berhasil mendapatkan mainan baru.

Kata-kata Deonartus berdentam kembali dalam kepala Leonel. Cinta memang tidak pernah bisa diprediksi kedatangannya. Setelah datang, cinta pun tidak bisa dipastikan keberadaannya. Entah berada dalam satu hati saja atau hati yang lain sebab cinta penuh misteri dan rahasia.

Leonel mulai meragukan alasan di balik mengapa dirinya membiarkan Maylin tetap hidup setelah wanita itu tahu identitasnya, juga memberikan informasi keluarga Osborn secara cuma-cuma. Benarkah hanya karena Maylin adalah adik ipar sahabatnya?

*****

“Tuan, saya mendapat informasi baru mengenai jejak Crusio.” Dalbert Gene berjalan menghampiri Bosnya yang tampak tengah mengajari teknik membidik pistol pada seorang wanita yang bukan anggota organisasi mereka.

“Katakan,” perintah Leonel tanpa mengalihkan kedua netranya dari Maylin.

Dalbert menatap Maylin dengan tatapan rasa tidak suka. Wanita yang telah menyebabkan Bosnya melanggar peraturan organisasi mereka.

“Ada apa, Dalbert? Mengapa diam saja?” Leonel beralih menatap orang kepercayaannya tatkala tidak mendengar jawaban setelah menunggu beberapa saat.

Dalbert menatap heran Bosnya sebelum kemudian netranya bergulir ke arah Maylin yang juga tengah menatapnya.

Seakan-akan mengerti arti tatapan itu, Maylin kemudian berdalih akan ke toilet seraya menaruh pistol di genggaman tangannya serta pelindung mata dan telinga ke meja.

“Seharusnya Tuan tidak boleh menuruti rasa penasaran wanita itu. Tempat ini adalah markas kita.” Dalbert menyatakan rasa ketidaksukaannya atas kehadiran Maylin.

“Maylin bisa menjaga rahasia. Kau tenang saja,” ucap Leonel sembari menepuk pundak Dalbert.

Dalbert hanya bergeming menatap Leonel. Sesungguhnya, ia dapat melihat perlakuan Bosnya kepada Maylin berbeda dengan wanita lainnya. Namun, Dalbert yang selalu berhati-hati dan tidak mudah percaya pada orang lain, kehadiran Maylin membuatnya waspada.

“Tadi kau berkata ada informasi baru tentang Crusio. Cepat katakan sebelum Maylin kembali! Bukankah kau tidak mau pembicaraan kita ini didengar olehnya?"

Pikiran Dalbert seketika terpotong dengan mendengar suara yang berasal dari Bosnya. “Beberapa waktu belakangan ini, Crusio ternyata berada di kota ini, Tuan,” lapornya kemudian.

Sepasang netra Leonel membulat sempurna. Musuh mereka berada begitu dekat, tetapi mereka tidak menyadarinya? Sial! Leonel tak akan membuang waktu lagi. Ini adalah kesempatan yang baik untuk menghabisi mereka, pembunuh sepupunya.

“Hubungi spy kita—“ ucapan Leonel terpotong.

“Dia telah tewas dibunuh, Tuan. Sepertinya orang itu tahu ada spy yang mengikutinya. Radar keberadaan spy yang kita kirim, menyala merah tepat setelah dia mengirim pesan kepada kita.”

Lagi-lagi Leonel dibuat terkejut akan laporan Dalbert. Kedua tangannya mengepal erat seiring dengan perubahan raut wajahnya menjadi merah. Dadanya bergemuruh menahan emosi yang siap naik ke permukaan. “Isi pesannya apa?”

Ketika sepasang netra Dalbert tengah menebarkan pandangannya, ia menangkap pintu dalam keadaan terbuka sedikit. “Orang itu akan berangkat ke Britania dalam waktu dekat ini,” ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya.

“Britania? Inggris?” Kini Leonel tidak dapat mengontrol emosinya yang meledak. “Berengsek! Kenapa setelah kita tahu jejaknya, bedebah itu malah akan kembali menghilang dari hadapan kita? Kau tahu melacak keberadaan mereka begitu sulit!”

Netra Leonel bergulir ke arah pistol yang tergeletak di meja, lantas mengambil benda tersebut dan membidik ke splatter targets human silhouette tepat mengenai bagian dahi kepala. Dadanya bergerak naik turun dengan cepat seiring napas yang semakin memburu akibat amarah yang sedang bergejolak di dalam tubuhnya.

“Kirim beberapa anak buah kita ke Britania! Jangan kembali sebelum mendapatkan informasi tentang Crusio atau mereka harus mempersembahkan kepalanya sebagai gantinya!” perintah Leonel.

“Baik, Tuan.”

Di balik pintu, Maylin yang tengah berdiri mematung seketika merinding tatkala mendengar nada suara Leonel yang begitu tajam dan mendesis penuh kemarahan. Ia bergegas menuju toilet sebelum ketahuan dirinya menguping pembicaraan mereka.

Siapa itu Crusio? Apakah musuh Leonel? Britania? Bukankah aku juga akan pergi ke salah satu kota di sana? Batinnya.

“Kau lihat sendiri, ‘kan? Dia tidak segera lari setelah mendengar suara letusan pistol. Tidakkah menurutmu wanita itu sangat menarik?” Leonel terkekeh geli sembari meletakkan kembali senjata api di tangannya ke meja.

Leonel tahu, tadi Maylin berada di balik pintu menguping. Ternyata bukan hanya Dalbert saja yang menyadari hal itu.

“Saya hanya khawatir kehadiran wanita itu menjadi kelemahannya Tuan,” ucap Dalbert dengan jujur.

“Kau tidak perlu khawatir, Dalbert. Aku tidak mungkin jatuh cinta,” gumam Leonel seraya meyakinkan dirinya sendiri. “Sekarang kau bisa lanjutkan isi pesan dari spy kita itu.”

“Orang yang tengah berada di kota ini bukan pemimpin Crusio, melainkan underbossnya Crusio. Apakah Tuan masih ingat dua tahun yang lalu ada sebuah virus menyerang sistem kita?”

Leonel mengeluarkan sebungkus rokok. Mengambil sebatang dan menaruh rokok itu di mulutnya, lalu membakarnya. “Ya, aku ingat. Memang apa hubungannya?” ucap Leonel berbalik tanya sembari menghembuskan asap rokok ke udara.

“Ternyata orang itu 'lah yang berusaha masuk ke dalam sistem data kita dengan bercirikan seperti virus untuk mengelabui kita.”

Leonel menautkan kedua alisnya heran. “Apa yang dia cari di database?”

“Orang itu sedang mencari tahu tentang Frans Pramanta dan Restin Banara.”

Mendengar Dalbert menyebutkan nama kedua orang tua Maylin Pramanta, sontak membuat kedua netra Leonel membelalak. “What?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Abimata Hadyan
seperti nya orang Crusio adalah Elian ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status