Share

Tragedi Sejak Bertempur Malam Bag 1

Malam ini Bang Panjul sudah pulang. Dia sedang ke kamar mandi, dan dia meminta aku untuk pakai lingerie yang ia suruh itu. Langsung saja aku pun memakainya namun yang diberi dari Mbak Widya. Yang warna gold, renda-renda menggairahkan, bahannya lumayan bagus, kalau digigit pun sepertinya agak kuat. Karena terkadang gaya Bang Panjul itu seperti anjing menerkam mangsa. Taringnya menggigit.

Aku pun segera rebahan di atas kasur sengaja supaya terlihat menggoda. Tapi ingin kulihat juga ekspresi dia saat aku memakai aroma ini dan lingerie ini. Ya, siapa tahu dia yang kreditkan ini untuk Mbak Widya.

Dia sudah balik dari kamar mandi. "Nur Sayang?" Suaranya manja, hueeek.

"Ehem, Bang?" Aku menjawab manja juga.

Keningnya mengkerut heran. "Kenapa gak pakai yang warna merah menyala? Gak ada, ya? Warna gold itu kamu dapat dari mana? Kok parfum kamu juga beda? Gak seperti yang Abang kasih." Ia jalan mendekat sembari menggaruk benda pusakanya hal biasa yang pria lakukan jika sudah kembali dari kamar mandi. Mengerasnya membenarkan sempak. Oiya, soal sempak, aku semuanya sudah tandai. Aku kasih tanda dengan spidol permanen, kalau-kalau ada kejanggalan lagi. 

"Ada, Bang, ada. Buat ntar-ntar, sekarang pakai yang ini, ya, Bang. Seksi 'kan aku, Bang?" Dengan konyol aku bertanya. Ah, sudahlah, kamu memang gila, Nur. 

"Hem, ya, kamu begitu cantik, Nur Sayang. Aduh, kamu kenapa tahu warna itu kesukaan Abang banget? Abang minta kamu beli yang warna merah menyala itu karena Abang lihat waktu di sana ya banyaknya warna merah sama item." Bang Panjul mendekat dengan hasrat liarnya. Aku pun segera bersiap-siap.

"Wow, Abang jadi suka warna ini, ya? Kok Nur gak tahu ya, Bang? Bahkan Nur tahu Abang suka warna ini tuh dari Mbak Widya loh, Bang."

Mendengar kalimat aku barusan, Bang Panjul menjeda tatapan liarnya menjadi aneh. Dia kaget atau apa ya?

"Hemh?" Dia nyengir kunyit. 

"Kenapa, Bang? Ayok!" Aku malah mengajak. Hadeuh, tapi ini bagus, menambah pahala katanya.

Dan seketika Bang Panjul pun menyingkirkan mimik wajah resah tadi lalu kini langsung menjamahku. Pengawalan ia lakukan hingga membuatku jatuh dalam labuhannya.

"Aku suka parfum ini, Sayang. Seger, buat Abang semakin tergila-gila. Kamu dapat ini dari Mbakmu, ya?"

Tegh!

Hasratnya yang sedang liar itu mungkin tak sadar berkata. Bagaimana aku tak kaget, kenapa dia bilang aku dapat wangi ini dari Mbak Widya?

Aku yang bergairah pun kini seakan menolak momen ini. "Kenapa kamu tahu ini parfum mbak aku, Bang? Pernah cium aroma ini?"

Gayanya yang mendominasi pun kini sontak terdiam. Keningnya berkeringat bukan karena aktivitas ini, karena baru saja nyemplung, mana bisa langsung berkeringat.

"Hemh, ini, Abang 'kan pernah nyium wanginya saat lewat. Saat itu Mas Aryo ada di rumah ini, dan Abang berpapasan dengan Mbak Widya. Sepertinya mereka habis anu, ya Abang makanya kayak gak asing sama bau ini." Eh, bisa saja dia bicara setenang itu. Jul, Panjul, kamu juga sedang bersandiwara, ya?

"Oh begitu. Aku pikir …." Sengaja aku menatapnya supaya sungkan.

"Pikir apa, Nur?" Dia semakin berkeringat dingin. Tak berani menatap wajahku sampai bola matanya tak fokus.

"Jangan-jangan …." Dia semakin membelalakkan kelopak matanya.

"Apaan? Jangan mikir aneh-aneh ya." Tanggapan dia sama dengan Mbak Widya tadi. Hemh!

"Jangan-jangan ...."

Dia makin kaget.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status