Share

Tragedi Sejak Tempur Malam Bag 2

"Jangan-jangan …." Dia semakin membelalakkan kelopak matanya.

"Apaan? Jangan mikir aneh-aneh ya." Tanggapan dia sama dengan Mbak Widya tadi. Hemh!

"Jangan-jangan Abang pernah masuk ke kamar Mbak Widya lalu nyuri parfumnya, ya? Ngaku, Bang! Jangan-jangan Abang juga nyelidikin dari mana Mbak Widya beli parfum itu, ya? Sampai Abang beli dari tiktok kata Abang." Aku dengan enak bicara seakan jadi wanita yang benar-benar bodoh dan polos berkata begitu.

Aku benar-benar melihat hembusan nafasnya yang seperti plong itu sembari mengusap keringat di jidat. "Huwh … kok kamu tahu, Nur? Emang sih, hihi, Abang tapi gak masuk kamar Mbakmu, Abang nanya aja, parfum apa dan dari mana. Tapi Abang belinya yang beda, masak iya sama sih, Nur. Ntar ketuker lagi pas kamu gak sengaja di kamar Mbak Widya, ada Mas Aryo dia langsung nubruk kamu." Pintar sekali bahasanya Bang Panjul ini. Karena sudah kurang bergairah, jadinya aku memancing dia untuk bergaya yang cepat keluarnya. Dan aku berhasil, hemh! Kalau lama-lama, malah semakin sakit rasanya.

"Duh, kalau begini jadi cepet ya, Sayang, tapi enak." Bang Panjul merebahkan diri di sampingku. Dia telah berhasil mengeluarkan uneg-uneg dari belalai bawahnya itu.

"Heem. Aku lelah, Bang, mau tidur boleh? Atau mau lagi?" Aku pura-pura menawarkan namun dengan wajah ngantuk.

"Ah, sudah saja, Abang puas kok. Tidur aja, Sayang, Abang juga mau tidur. Yang nyenyak ya, Nur Sayang." Dia mengecup pucuk keningku, lalu aku pun segera tidur nyenyak. Tapi, pura-pura.

Karena pikiran ini penat, mana bisa tidur nyenyak, tapi Bang Panjul di sampingku hanya diam. Dia tidak bergerak ke mana-mana, apa dia tidur? Hurkh, jadi detektif konyol malam ini tidak akan melihat apa-apa?

Ini sudah setengah jam sejak kami mengakhiri pertempuran. Aku masih melek, tapi tidak bergerak sedikit pun, karena ini sedang pada masa penyelidikan.

Tapi, aku agak haus, ada niatan untuk bangkit, namun tiba-tiba suara ranjang berderit membuatku kaget. Sepertinya Bang Panjul bergerak. Dan iya, dia gerak. Aku pun mengurungkan niat ke dapur.

"Sayang," katanya dengan suara mendesah.

Aku sengaja diam meski sebenarnya mendengar. Pura-pura memejamkan mata, entah dia mau mengajak lagi bertempur atau apa.

"Sayang," ucapnya lagi mencuwil tubuhku sedikit. Tapi anehnya, dia seperti beranjak, karena suara risbang yang tertekan yang terbuat dari kayu ini menyuarakan kesaktiannya akibat ditimpa beban dalam satu titik.

"Sayang. Nur!"

Teg!

Ada bayangan tangan di depanku. Sedikit melek seperti orang yang tidurnya membuka separuh. Aneh, Bang Panjul melayang-layangkan telapak tangannya di udara, seakan-akan memeriksa, aku sudah tidur atau belum. Kini badannya ada di hadapanku.

"Sayang. Ehm!" Dia menyebut kata itu lagi lalu berdehem. Seperti berharap kalau aku ini lelap sekali. Lantas, aku pura-pura beringsut dan balikan arah tidurku. Jadi kini membelakangi dirinya yang sedang berusaha memeriksa aku sudah tidur atau belum.

Tak kusangka, dia malah mendekatkan guling supaya aku seperti memeluk dirinya. Hingga kini aku lihat jalan dia berjinjit medekati pintu seperti rampok ingin maling ikan asin. Dibukanya pintu dengan pelan, lalu menutup kembali dengan pelan pula. Aku benar-benar kaget dibuatnya. 

Gegas aku pun segera bangun dengan pelan-pelan supaya risbang ini tidak bersuara krit … krit … krit. 

Keadaanku yang masih pakai lingerie ini pun segera kututup dengan cardigan yang belinya dari pasar tumpah juga. Aku belum berani buka pintu, takut Bang Panjul masih ada di baliknya.

Eh, aku kini mendengar suara air jatuh dari keran ke ember. Karena jarak dari kamar ke air agak jauh, aku pun segera keluar dari kamar dan sekarang sembunyi di balik kursi secepat kilat.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status