Saat ini ada kesempatan Bang Panjul untuk mengurung Mbak Widya di kamar. Dia langsung menguncinya hingga kini suara godor-gedor pintu pun terdengar dari balik kamar pribadi mereka."Bang! Bang! Buka! Buka, eh, buka! Itu di sana ada Mas Aryo yang mau datang untuk mengajak aku jalan-jalan. Kamu jangan terlalu cemburu Bang Panjul, biarkan aku jalan sama dia sekarang. Buka pintu ini! Cepetan muka!"Dari balik kamar sana Mbak Widya masih terus berteriak dan menggedor-gedor pintu. Aku dan Mas Aryo benar-benar jadi bingung untuk membawa Mbak Widya ke psikiater. Kalau dibiarkan pasti gangguan emosinya pasti lebih parah.Kini si Bang Panjul duduk di kursi dengan tatapan lesu dan lunglai. Dia juga mengacak rambut seolah-olah pusing dengan keadaan yang saat ini ia hadapi."Kenapa si Widya jadi begitu? Kenapa dia malah parah seperti ini ya?" Dia bicara sendiri di depan kami berdua."Istri kamu memang gila, Panjul! Pokoknya kamu harus ganti semua barang ibu yang pecah ini. Pokoknya Ibu juga nggak
"Semoga Mbak tetap tabah ya, Mbak. Nur sangat sedih, Mbak. Nur baru saja menikah belum satu bulan, tapi Mbak malah bercerai dari Mas Aryo. Benar-benar nyesek hati Nur, Mbak." Kuseka bulir bening yang sudah berjatuhan sejak setengah jam yang lalu. Mendadak dada sesak dan ikut iba karena kakak kandungku Mbak Widya baru saja diceraikan oleh suaminya, Mas Aryo. Tak ada penjelasan detail dari kakak ipar, dia hanya langsung pergi dengan membawa tas hitam berukuran agak besar. Yang sakunya sudah butut sebelah."Hiks, Mbak akan menjanda, Nur, Mbak akan menjanda. Hiks." Lagi isakan tangis dan ingus ibaratnya naik turun dari hidung Mbak Widya. Kakak kandungku satu-satunya, dan kami memang hanya hidup berdua setelah orang tua meninggal. Aku dan Mbak Widya masih tinggal satu atap. Karena aku baru saja menikah, Bang Panjul sang suami belum bisa membelikanku hunian. Tapi tidak apa-apa, semoga kedepannya usaha Bang Panjul makin melejit dan legit seperti lapis."Rujuk, Mbak, gimana? Kan belum talak
Malam tadi aku melakukan rutinitas malam bersama suami. Eh, maksudnya di atas ranjang menggunakan parfum yang amat wangi yang baru dia beli dari tiktok itu. Entah kenapa dia ada ide pakek beli-beli segala. Sepertinya nurutin artis-artis di film. Atau para conter coretor, pwuah, maksudnya content creator di YouTube dan di tiktok sana. Sekarang kan jaman umbar-umbar tata cara bermalam. Tadi malam saja si Bang Panjul tunjukkan gaya baru. Aku baru tahu gaya bercinta seperti itu. Sebelumnya juga aku tidak pernah menonton video-video tak senonoh, kecuali kalau tak sengaja lewat di film Bollywood dan Hollywood itu pun sebatas melihat dari teman.Dan perlu diketahui, aku ini tidak secerdas Mbak Widya. Kalau di sekolah saja kakak kandungku itu sering masuk tiga besar, paling mentok 5 besar, sedang aku paling bagus ya masuk 10 besar. Itu pun juara sepuluhnya.Mbak Widya dengan aku wajahnya mirip-mirip tipis. Jelas saja, karena kami satu produk. Tapi yang namanya sebrojolan, pastinya punya sifa
"Hah, sempak ini? Kok mirip yang dipakek Bang Panjul semalam? Ah iya, merek dan warnanya sama." Aku menelisik dalam hati. Sempat ada perasaan aneh, tapi semalam jelas aku dengar nama Mas Aryo di kamar inj. Bahkan sedang mendesah-desah dengan Mbak Widya, sampai lupa apa dia pakai dalaman?"Nur–."Akhirnya Mbak Widya sudah kembali. Aku dalam keadaan memegang sempak dengan dijinjing menggunakan jari telunjuk dan ibu jari karena tadi ingin memastikan."Hup." Aku kaget lalu menjatuhkan lagi sempak itu. Mbak Widya bola matanya melebar seperti ingin jatuh saja copot dari kelopaknya."Hah?" Mbak Widya terkaget-kaget. Tapi aku juga harus menanyakan, kok sempak Mas Aryo sama dengan yang dipakai Bang Panjul semalam? Bukankah aku sering lihat jemuran sempak Mas Aryo, beda merek?Mbak Wiyda seperti melihat hantu. Ah, harus aku tanyakan."Nur, kamu kok ih, pegang-pegang sempak itu. Lancang kamu, Nur!" Mbak Widya marah dan secepat kilat menjiwir sempak yang sudah aku jatuhkan ke lantai. Ia masukkan
Bergetar terus dada ini sejak tadi menepi kenyataan kalau sempak Bang Panjul hilang satu. Sampai-sampai berjalan pun lututku ikut lemas. Aku fasih betul, aku orangnya apik dan dalaman pribadi Bang Panjul itu tidak ada yang hilang sebelum ini. Jumlahnya aku hafal, dia bukan artis yang punya sempak banyak gonta-ganti 30 kali dalam sebulan. Huwh … kuelus dada, berharap sesuatu hal aku lihat untuk memastikan. Tidak mungkin tikus bawa kain segi tiga itu dan kebetulan yang warna itu.Aku saat ini dari arah dapur, namun agak heran melihat Mbak Widya yang baru saja seperti jalan dari arah kamarku. "Mbak?" Kutegur dia secepatnya. Wajah Mbak Widya biasa saja, sepertinya tidak ada yang aneh. "Eh, Nur, kamu di sana? Mbak cariin kamu." Dia menjawab tanpa ada mimik wajah keraguan yang kutangkap."Ngapain Mbak cari aku?" Aku masih agak kesal, "nyari aku jam segini 'kan gak mungkin di kamar," sambungku menyanggah."Jangan ketus, Nur, Mbak mau pinjam lagi casan hapemu. Oiya, kamarmu lantainya ngeres
Liurku terteguk seketika. Jemari yang tadinya jijik, hidung yang tadinya takut kebauan, kini seperti memperlihatkan kebisaannya untuk mengendus dan menyelidik. Nur, kamu tidak pintar, tapi kamu selalu bisa menilai sesuatu dari pengalaman. Dan betapa terenyuhnya batin ini sekarang. Sempak yang dengan sadis kuendus ini ternyata baunya masih seperti baru. Ya, masih bau-bau obat celup pabrikan. Ini sama dengan sempak yang aku beli 20 ribu tiga di pasar Senen. Tapi yang dagangnya aku kenal, dia masih orang sini. Karena di jembatan tol setiap Senin ada pasar tumpah. Ah, aku sekarang malah jadi detektif celana dalam. Kampret!Heurkh! Benar-benar Mbak Widya sedang bermain-main dengan ini semua. Lantas kenapa di malam itu Mbak Widya bermain dan sebut-sebut nama Mas Aryo? Dan suamiku saat itu ada di kamar mandi. Apa mungkin Bang Panjul lempar dalamannya ke kamar Mbak Widya? Dan kalau iya, kakak kandungku itu pasti akan marah dan jijik.Berkali-kali liur ini kuteguk sembari terus memperhatika
"Eh, Nur?"Setibanya di toko sederhana Mbak Yuyun, aku disapanya lebih dulu. Lantas mana mungkin aku tidak menjawab sapaannya."Assalamualaikum, Mbak, saya ada yang mau dibeli," jawabku setelah mengucap salam. Mbak Yuyun melihatku lebih dulu, jadi aku salam belakangan. Dia memang orangnya santai dan ramah. Asli orang sini."Oh, iya, silahkan. Dipilih-pilih, ya!" seru Mbak Yuyun yang usianya lebih tua dari Mbak Widya beberapa tahun. Aku pun langsung menuju ke arah di mana lingerie bermacam-macam warna tergantung dengan harga yang sudah tertera di bandrol.Karena kami tidak begitu kaku, lantas mengobrol adalah hal yang tidak pernah luput. Sembari aku mencari lingerie yang pantas, Mbak Yuyun bicara. "Tadi juga Mbakmu kemari, Nur." Mendengar kalimat yang agak sedikit menohok di telinga ini pun aku sejenak menahan nafas. Kulirik Mbak Yuyun dan dia tak melirikku. Tapi masih sibuk berkutat.Teg!"Mbak siapa, Mbak?" tanyaku heran. Mungkin saja yang dimaksud bukan Mbak Widya."Ya Widya, Mbakm
Malam ini Bang Panjul sudah pulang. Dia sedang ke kamar mandi, dan dia meminta aku untuk pakai lingerie yang ia suruh itu. Langsung saja aku pun memakainya namun yang diberi dari Mbak Widya. Yang warna gold, renda-renda menggairahkan, bahannya lumayan bagus, kalau digigit pun sepertinya agak kuat. Karena terkadang gaya Bang Panjul itu seperti anjing menerkam mangsa. Taringnya menggigit.Aku pun segera rebahan di atas kasur sengaja supaya terlihat menggoda. Tapi ingin kulihat juga ekspresi dia saat aku memakai aroma ini dan lingerie ini. Ya, siapa tahu dia yang kreditkan ini untuk Mbak Widya.Dia sudah balik dari kamar mandi. "Nur Sayang?" Suaranya manja, hueeek."Ehem, Bang?" Aku menjawab manja juga.Keningnya mengkerut heran. "Kenapa gak pakai yang warna merah menyala? Gak ada, ya? Warna gold itu kamu dapat dari mana? Kok parfum kamu juga beda? Gak seperti yang Abang kasih." Ia jalan mendekat sembari menggaruk benda pusakanya hal biasa yang pria lakukan jika sudah kembali dari kamar