Share

Awal Baru

Gelap

Itulah yang dilihat Leyna saat ini. Ia tak tahu di mana ia berada sekarang. Apakah ini di akhirat? Kenapa gelap sekali? Pertanyaan itu terputar di pikirannya. Tak banyak yang ia lakukan selain duduk diam dan menutup matanya. Ia benci kegelapan, ditambah untaian kejadian sebelum meninggal tiba-tiba terlintas dalam pikirannya.

Hatinya kembali sesak, bukan karena sedih lagi, melainkan amarah. Ia ingin membalas rasa sakit ini. Dia tak bodoh. Statusnya sebagai putri tertua pastilah menjadi alasan perjodohan itu. Jika ia menikah dengan Edric, otomatis pria itu akan menggaet beberapa bahkan seluruh asetnya. Lalu, pria itu akan kembali pada Olivia, wanita yang ia cintai sekaligus putri tersayang Logan Manston. Memikirkannya saja membuat kepalanya berdenyut nyeri. Jangan lupakan, ia sempat tertabrak mobil sialan itu, bahkan suasana dan rasa kala ditabrak itu masih terus terekam jelas di otaknya.

“Hari ini kenapa aku sial? Mobil sialan itu dan mereka.” Leyna menghela nafas berat. Keajaiban tak akan datang padanya. Setidaknya itulah yang ia pikirkan sebelum secara tiba-tiba jam pasir berwarna perak itu muncul di hadapannya. Awalnya memang diam dengan sedikit sinar di tepiannya, namun lama-kelamaan jam itu berputar. Pelan hingga kecepatannya terus bertambah, sinar di tepiannya juga menjadi cahaya yang terang benderang. Leyna mengerutkan alisnya. Tak tahu harus berbuat apa kala melihat fenomena di hadapannya. Ingin berlari namun kepalanya tiba-tiba berdenyut sakit. Sangat sakit sampai pada akhirnya ia merasa terserap menuju ke putaran jam pasir aneh itu.

***

Mata indah itu perlahan terbuka. Menampilkan iris berwarna biru laut sedalam samudera. Leyna berusaha memfokuskan pandangannya dengan terus mengerjapkan mata. Setelah dirasa jelas, lantas ia mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan yang tampak tak asing . Kamar berukuran empat meter dengan dinding putih polos ini adalah kamarnya. Benar, dia adalah putri tertua keluarga Manston, tetapi ia memilih untuk memiliki apartemen sendiri. Tentu karena sifat naifnya di masa lalu yang selalu menuruti perkataan sang Ibu Tiri.

”Tunggu, apa ini? Bukankah aku sudah mati?” tanyanya dalam hati.

Leyna berdiri dan mencari benda pipihnya. Betapa terkejutnya ia saat melihat waktu yang tertera di sana. 08 Agustus 2019. Itu adalah waktu saat tiga tahun silam. Tepatnya saat ia berada di bangku kuliah semster akhir. Merasa aneh, ia pun mematikan handphone-nya, lalu menghidupkan kembali guna mengecek apakah Hp-nya rusak atau bermasalah. Hasilnya tetap sama.

Mungkin terdengar gila, tapi benarkah ia kembali ke masa lalu? Batinnya terus bergejolak. Berpikir serasional mungkin. Hal seperti itu tak akan pernah ada di duina nyata. Lantas, apakah ia berhalusinasi? Inhale, exhale. Mencoba menenangkan dirinya sendiri. Ia masih tidak dapat menerima kenyataan ini. Bukan, bukannya ia tak senang. Hanya saja, jika ini hanya halusinasinya karena tabrakan itu, masalahnya akan menjadi rumit.

Diam dan merenung. Setelah lima belas menit lamanya, ia bisa tahu jika ini benar-benar nyata. Bolehkah ia bersyukur? Meskipun terdengar aneh, tetapi ternyata ia mengalaminya. Mungkin Tuhan kasihan kepadanya di masa lalu, oleh karena itu Leyna diberi kesempatan kedua. Dan dengan hati yang mantap, ia akan menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

Bangkit dari ranjangnya, Leyna berjalan menuju lemari untuk melihat-lihat pakaian yang pantas ia pakai nanti. Saat ini ia baru menyadari, koleksi pakaiannya sangatlah kuno. Sweater kebesaran berwarna krem dengan rok panjang berbahan katun berwarna merah. Jangan lewatkan rambutnya yang dikepang satu dan disampirkan ke samping. Bukannya norak, tetapi gaya penampilannya saat ini benar-benar ketinggalan zaman.

“Hufft, kenapa aku baru sadar jika aku benar-benar bodoh?” gumamnya pelan tak habis pikir. Ia mencari pakaian yang modis diantara banyaknya pakaian kuno yang ia miliki. Akhirnya, pilihan jatuh pada kaos berwarna hitam crop top dengan jeans snow. Hanya itu yang ia miliki. Yang lain? Rok kebesaran berwarna mencolok dan sweater kusam yang oversize pula.

“Sepertinya aku harus mulai berbelanja dan segera membuat kejutan yang menyenangkan,” Leyna berujar dengan rasa semangat. Seakan melupakan kejadian mengejutkan yang baru saja tadi ia alami.

Dengan bibir dipolels lipstik merah, rambut brunette yang ia biarkan tergerai sepunggung, dompet GACCA yang ia peroleh dari hadiah ibu kandungnya, ia pun dengan percaya diri memasuki salah satu mall perbelanjaan terbesar di kota. Membeli berlusin-lusin pakaian, entah itu underwear, pakaian casual, hingga dress untuk acara formal.

Di tengah langkah kaki jenjangnya, atensinya tertuju pada seorang pemuda dengan kemeja putih yang bagian lengannya tergulung rapi. Jangan lupakan satu hal yang membuat sosok itu mencolok, ia berdiri dengan dikelilingi lima pria berbadan kekar berjas hitam yang bisa ditebak adalah para bodyguard-nya

“Pastinya orang penting,” batinnya sekilas menatap pemandangan langka di depannya sebelum akhirnya memilih tak acuh dan memfokuskan pandangannya lurus ke jajaran toko ternama.

Ayah is calling

Mengernyitkan dahinya, tumben sekali ayahnya ini menelponnya? Batin Leyna.

“Hai, Ayah. Ada apa?”

“Bisakah kau ke sini, Ley? Mari kita makan siang bersama.”

Leyna diam sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk menyetujui ajakan tersebut. Jarang sekali ayahnya itu menghubunginya. Terlebih mengajak untuk makan bersama? Impossible rasanya jika bukan dengan niat tertentu. ia tahu dengan pasti peristiwa apa yang akan terjadi di sana. Pastinya memalukan jika itu di masa lalu. Namun untuk sekarang, biar dia yang membalikkan keadaan.

“Let’s begin a new chapter, Leyna.” ucapnya pada diri sendiri sembari tersenyum dan berbalik arah setelah mendapat barang-barang yang ia butuhkan.

Di sisi lain, seseorang tampak mengintai Leyna dari kejauhan dengan tatapan penuh rindu yang terpancar,

“Aku menemukanmu, Leyna,” lirih seseorang di seberang toko yang baru saja disinggahi Leyna.

“Awasi dia.” Perintahnya kepada para penjaga di belakangnya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status