Selepas dari rumah utama tadi, Leyna bergegas kembali ke apartemen miliknya. Ia tak nyaman berada di sana. Rumah itu, meskipun ia berhak tinggal di sana, tetapi saat kau merasa terasingkan, kau pasti tak akan nyaman, bukan? Itulah yang Leyna rasakan.
Ia juga merutuki barang bawaannya yang kini terlihat memenuhi pergelangan tangan miliknya. Belanja gila-gilaan dalam satu hari yang dulu ia benci kini benar-benar ia lakoni. Ia juga harus menanggung resiko, tak hanya menjadi bahan tontonan, ia juga kesulitan untuk menekan tombol lift. Semua ini terpaksa ia lakukan demi misinya untuk ‘dipandang’.
“Sial, Ish bagaimaimana aku menekannya?” gerutu Leyna sambil mencoba menggapai tombol dengan ujung jarinya. Dirasa ia tak akan mampu, ia menoleh ke samping, berniat mencari bantuan pada orang yang lewat. Namun, sebelum ia memanggil salah satunya, pintu lift sudah terbuka.
Ia segera masuk ke dalamnya yang ternyata berisikan satu pria dengan pakaian serba hitamnya. Badannya tampak kekar, potongan rambut layaknya seorang tentara, jangan lupakan kaca mata hitam yang entah kenapa dipakai di tempat remang-remang seperti itu.
“Mirip sekali dengan bodyguard yang kutemui tadi,” batin Leyna.
Lift sudah terbuka, dan tepat di lantai tempat Leyna berada. Ia melangkahkan kaki ke luar dan segera memasuki pintu apartemennya. Ia tak kuat harus berlama-lama membawa banyak bawaan seperti ini.
“Ah, akhirnya...” ucap Leyna lega saat ia berhasil duduk santai di sofa empuknya. Niat hati ingin tertidur sebentar melepas penat. Namun, ada satu hal aneh yang membuatnya terbangun kaget. Bagaimana bisa lift tadi sampai di lantai tempatnya? Padahal ia tak mengatakan apapun tentang lantai berapa ia tinggal pada pria bodyguard itu.
“Sial, itu hanya kebetulan ,kan?” Leyna paling benci yang namanya diuntit. Tetapi ia berpikir kembali. Mana ada orang yang mengenal dirinya? Penampilannya dulu dan sekarang juga sangatlah berbeda. Tak ada yang mengetahui juga bila ia putri dari keluarga Manston.
“Ah, lupakan. Hanya kebetulan saja,” ujarnya memutuskan untuk tidak memusingkan hal itu,
Saat ini, tiba-tiba Leyna teringat sesuatu yang terjadi di rumah utama tadi. Setelah acara perkenalan pra-perjodohan, Edric entah kenapa seakan tertarik dengan dirinya. Leyna tidak mau terlalu percaya diri. Namun, gelagat Edric yang terus menatapnya selama acara makan tadi terus mengusiknya.
“Ah, biarkan saja. Lagi pula aku sudah tak tertarik dengan ‘buaya’ itu,”
Leyna memilih berjalan ke arah balkon yang terhubung dengan kamar miliknya. Ia menatap pemandangan kota yang terlihat begitu menenangkan. Dengan suasana santai dan sejuk seperti ini membuat Leyna lebih fokus dalam berpikir. Ia harus segera membuat rencana untuk kehidupannya saat ini. Rencana besar yang harus ia lakukan untuk saat ini hanya satu. Menghindari pernikahan dengan Edric. Ia tak mau lagi terjebak dengan sikap manipulatifnya. Dari dulu, Olivia dan Edric selalu dipasang-pasangkan. Bahkan, seluruh mahasiswa kampus mengidolakan keduanya. Olivia , mahasiswa baru yang ternekal kecantikannya, dengan Edric, Alumni kampus yang baru lulus satu tahun lalu, yang terkenal akan ketampanan dan kebaikannya.
Lama berpikir, akhirnya ia menemukan cara untuk balas dendam yang sempurna. Bagaikan diberi wahyu, ia sangat senang dengan ide yang tiba-tiba saja lewat dalam pikirannya. Mungkin, Tuhan menyayanginya. Tak hanya diberi kesempatan kedua, ia juga diberikan cara untuk menjalani kehidupan di kesempatan ini.
"Terima kasih atas bantuanmu, Tuhan," lirihnya.
Leyna menghirup udara perkotaan dengan panjang dan melepaskannya seperti melepas beban berat di pundaknya. “Oke, untuk saat ini mari kita bersantai,”
Di kala ia melihat jalanan kota, ada satu hal yang menggangu penglihatannya. Entah ini hanya perasaannya semata, atau bukan.
“Kurasa sejak tadi mobil itu mengikutiku,”
Sejak ia pergi dari mall menuju rumah utama, ia melihat mobil sedan putih itu mengikutinya. Sebenarnya ia tadi tak mau salah sangka. Ia mengira jika mungkin saja pemilik mobil itu tadinya searah dengan tujuan Leyna. Tetapi untuk sekarang, mengapa mobil itu terlihat mencurigakan? Jangan lupakan bodyguard tadi. Jika keduanya dihubungkan, maka akan terlihat mencurigakan di waktu yang bersamaan.
Leyna mencoba tenang dan meninggalkan balkon dengan santai. Ia tak mau ambil pusing dan terlalu panik. Dengan segera ia masuk ke dalam kamarnya, menutup rapat jendela balkon serta memastikan pintu apartemennya terkunci dengan benar.
Di saat seperti ini, ia takut sendirian. Takut jika sewaktu-waktu kecurigaannya terbukti. Ia harus meminta bantuan seseorang.
Memanggil
“H-halo, Leyna?” Dengan begitu cepat, orang di seberang telepon langsung mengangkat panggilannya. Leyna tampak gugup. Ia tak langsung mejawab pertanyaan orang itu. Ia terlalu malu padanya.
“Paman Rey?”
“...”
Merasa tak ada jawaban, Leyna menggigit bibirnya. Apa Pamannya ini marah? Mengingat selama ini ia terus mengabaikan panggilan sang Paman. “Paman Rey?” lirih Leyna memastikan.
“Astaga Leyna? Ini Kau ‘kan yang menelponku? Ada apa, Nak? Katakan,”
Bisa ia tahu, pamannya tampak sangat bersemangat. Ia merasa amat bersalah saat ini. Pamannya itu satu-satunya orang yang membelanya saat dulu ia dipermalukan, termasuk orang bersama Marcos yang memperingatinya tentang Olivia, yang ia tahu, peduli padanya dalam diam. Itu semua ia ketahui melalui surat perpisahan yang ditulis pamannya. Sebelum pamannya itu meninggalkannya, untuk selamanya.
Tak kuat menahan, isak tangis Leyna meluncur begitu saja. Hatinya sesak mengingat momen menyedihkan itu. “hiks, Paman...m-maafan ak-aku..”
“Hey, kenapa kau menangis, Leyna? Apa Paman perlu ke sana?”
“..” Leyna tetap menagis, dan kali ini lebih parah. Pamamnnya ini sangat perhatian padanya, kenapa ia dulu menghiraukan pria sebaik dirinya? Aku bodoh sekali, Ya Tuhan
“Oke, Paman ke sana. Tunggu, ya. Jangan menangis lagi, oke? Aku akan datang dalam waktu lima belas menit. Tidak, sepuluh. Tunggu, ya..”
Panggilan itupun tertutup. Meninggalkan Leyna dalam kesunyian lagi. Di apartemen itu, hanya tinggal dirinya sendiri dengan isakan yang perlahan mulai mereda.
Oh Tuhan, terima kasih atas kesempatan yang diberikan. Dan kali ini, bantu hamba memperbaiki semua kesalahan yang pernah kuperbuat.
***
EDRIC POV
Aku tak tahu kenapa, tetapi Leyna yang kutemui tampak berbeda dari rumor-rumor yang kudengar. Leyna yang tadi jauh dari kata kuno, terlampau cerdas untuk dikatakan bodoh. Apa dia berubah? Aku dulu juga pernah melihatnya bersama Olivia. Waktu itu, ia tampak biasa saja, Olivia bahkan jauh lebih menarik darinya. Keduanya seakan mencerminkan tuan puteri dan dayangnya.
“Ah, kenapa aku memikirkan wanita itu?” sial, wajah dinginnya dengan kaos oblongnya benar-benar membuat jantungku berlari di dalam sana. Kenapa aku seperti anak SMA saja?
Aku tak mengerti diriku sendiri. Mungkin mulai saat ini kehidupanku jadi sedikit lebih menarik. Mulai dari ‘rencana’ itu hingga perubahan Leyna yang sangat menguntungkan untukku.
“Well, menarik,” aku terus terbayangkan wajah dinginnya yang terkesan cuek namun sebisa mungkin ramah padaku.
Sebenarnya, aku lebih tertarik pada Olivia. Dia gadis yang cantik, menarik, dan mudah didapatkan. Tetapi, itu dulu. Sekarang, entah mengapa aku merasa lebih tertantang untuk merebut hati Leyna.
TINGG
Olivia
Kak, jangan lupa datang ke perayaan ulang tahunku, ya. Aku menunggumu
Lihatlah, Olivia kentara sekali mengejarku. Aku sungguh senang akan itu. Memiliki gadis yang tergila-gila padamu, siapa yang tak suka? Aku juga menyayanginya, tak mau mempermainkan gadis sebaik dia. Tetapi tunggu, pesta? apa Leyna datang? Ah, semoga saja. Karena aku benar-benar ingin melihat sikapnya setelah perubahan barunya ini.
Leyna’s Apartement Terdengar bel apartemen terus berbunyi. Sang tamu tampak begitu khawatir hingga memencet bel itu tiada henti. Leyna yang tahu siapa itu, lantas membuka pintu. Sosok itu, sosok yang sudah lama ia ingin temui, yang sayangnya pergi meninggalkan penyesalan besar baginya. “Paman Rey” sapanya sambil memeluk erat pria itu. Berada di pelukan pamannya membuat ia merasa nyaman, ia bisa merasakan kehangatan yang tersalurkan dari kasih sayang pamannya itu. “Leyna, Oh My, kau membuatku seperti orang gila. Kau baik-baik saja, kan?” Reynand memeriksa wajah Leyna. Melihat apakah keponakannya itu baik-baik saja. Nyatanya, yang ia dapat adalah wajah sendu dan bekas air mata. “Sial, apa yang keluarga itu lakukan padamu? Apa kau sudah tahu rencana itu?!” Reynand tampak geram. Ia bahkan tanpa sengaja mengatakan hal yang sensitif, yang mungkin peluang Leyna sudah tahu hanya dua puluh persen. Leyna yang memang sangat fokus menekuk alisnya, tak mengerti satu kata yang terlontar dari p
Suasana ballroom di salah satu hotel keluarga Manston tampak begitu ramai. Tamu undangan di sana terlihat elegan dan tak main-main asalnya. Memang, mengingat yang di undang hanyalah kolega bisnis, selebriti, dan orang-orang ternama lainnya. Tak hanya tamu undangan, para awak media juga tak sedikit jumlahnya, terlihat sibuk untuk menyiapkan segala keperluan liputannya. Bagaimana tidak? Manston, salah satu keluarga yang terkenal sangat menjaga privasinya itu, kini malah menyiapkan pesta pengenalan anaknya semeriah ini. Meskipun begitu, kebanyakan dari mereka sudah tahu bila yang diperkenalkan saat ini hanyalah Anak Tiri. Mereka juga bertanya-tanya, apa Logan Manston tidak memiliki anak kandung dengan istri terdahulunya? Bellinda Evanthe. “Kudengar yang diperkenalkan ini bukan anak kandungnya, loh.” ujar salah satu kru yang meliput. “Ah, iya, aku tahu. Apa Pak Logan tak memiliki anak kandung dari pernikahan pertamanya? Sayang sekali. Padahal jika ia memiliki anak kandung dengan Bu Bel
Karena suasana semakin tidak kondusif, akhirnya pihak panitia harus turun tangan untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Semua tamu undangan yang tadinya penasaran dan bergerombol di tengah, kini kembali ke barisan kursi yang disediakan. Begitu juga dengan kru media yang tadinya meliput kericuhan itu, kini kembali ke tempat awalnya.“Oh, lihatah patung ini, Paman.” Tunjuknya pada patung emas itu. "Pasti sangat mahal. Ngomong ngomong siapa yang mengirimkannya?” Leyna bertanya dengan memandang satu persatu anggota keluarganya.“Aku, Kak. Aku memesan ini untuk Ayah,” jawab Olivia dengan senyum yang manis. Ia bahkan sengaja menyalakan mikrofon yang sedari tadi ia genggam. Sehingga, meskipun jaraknya lumayan jauh dari bibirnya, suaranya tetap terdengar keras.“Lihatlah, Leyna. Bukankah adikmu ini anak yang baik? Bahkan ia rela menghabiskan uangnya untuk membeli barang semewah ini,” Kali ini Edric menghampiri Leyna seraya memuji adik tirinya itu. Leyna tak habis pikir kalau ia sempat m
Logan berdehem pelan sebelum memulai kembali acara yang sempat tertunda, “Baik, mari saya lanjutkan prosesi yang sempat terhalangi. Saya, Logan Manston mengenalkan anggota baru keluarga Manston, Olivia Manston, pada hari ini, tepat pada hari ulang tahunnya. Ia akan mendapatkan hak dan perlakuan yang sama sebagai keluarga Manston. Sebagai hadiah pengenalannya, kuberikan satu cabang Hotel Manston, dan mulai saat ini Olivia akan jadi pemilik sah dari hotel tersebut.” Logan lantas menyerahkan dokumen untuk ditandatangani bersama pada Olivia. Para kru media sibuk memotret momen yang luar biasa itu.Sedangkan di sisi lain, Leyna berusaha sekuat mungkin untuk tegar. Ia tak menyangka sang Ayah akan memberikan satu hotel cabang kepada Olivia, Anak Tiri. Dia saja yang berstatus sebagai Anak Kandung tidak diberi satupun. Apartemen saja ia beli dengan uang tabungan sendiri.Leyna menghela napas panjang, yang ternyata diketahui oleh Reynand.“Logan sialan itu, tak cukupkah dia membuat Leyna mender
“Sungguh norak,” cibir Xavier saat melihat perempuan berambut pirang itu dengan bangganya memamerkan kepemilikan patung itu. Sebenarnya, jika bukan karena perempuan yang ia cari – cari, ia tak akan rela membuang waktunya yang berharga hanya untuk menonton drama keluarga tak bermoral itu.“Hei, itu patung emas, Xav. Pasti harganya mahal, itu tidak norak.” jawab Liam pada bos sekaligus sahabatnya. “Ah, kau kan lebih kaya, maka dari itu kau bilang norak, benar, 'kan?” goda Liam sembari menepuk pelan pundak temannya.“Jangan terlalu sering menyentuhku, Liam,” tegasnya. Xavier benar – benar merasa risih dan merinding saat seseorang menyentuh dirinya. Bisa dibilang ia alergi terhadap sentuhan. Kecuali, Ibu dan sang Ayah tentunya.“Hah.. kau belum sembuh juga dengan alergi anehmu itu, Xav,” Liam tak habis pikir pada alergi aneh yang diderita Xavier. Entah itu hanya parnonya semata atau memang sebuah kelainan, Liam masih belum mengetahuinya.Mendengar itu, Xavier menggelengkan kepala, malas m
Leyna POVAku tidak tahu, tetapi ini aneh. Entah kenapa aku merasa mengenali pria di depanku ini. Wajahnya tampak tak asing dalam memoriku. Aku merasa Xavier dekat denganku di masa lalu. Namun, aku sadar. Aku tidak boleh mengandalkan kata hatiku. Logikaku saat ini sangat diperlukan. Meskipun merasa sedikit nyaman, aura Xavier tidak main-main. Aku tak bodoh, melihat semua tamu tampak hormat padanya menunjukkan posisinya yang menakjubkan.“Lain – kali, ayo bertemu. Aku ingin lebih mengenalmu, Nona.” ucapnya di tengah-tengah dansa. Pandangannya yang terus menatapku lama – lama membuatku risih dan merasa terintimidasi. Aku menjadi lebih tak nyaman dengan ucapannya barusan.“Tidak ada lain kali, Tuan Xavier.” Balasku yang kebetulan selaras dengan berakhirnya sesi dansa ini. Karena sudah terlepas darinya, aku mengedipkan sebelah mataku dengan senyum termanis yang tak pernah kutunjukkan. Tak apa bukan Jika aku menggodanya? Aku ingin santai dan sedikit bermain – main untuk sekarang.NORMAL PO
Dua hari kemudian“Apa yang ingin kau katakan, Leyna?” tanya Logan.Saat ini Leyna tengah berada di ruang tamu keluarga Manston. Di sana, selain keluarga Manston, terdapat Edric beserta ayahnya juga. Semua tampak berkumpul setelah Leyna menelepon Logan untuk mengatur pertemuan ini.“Untuk perjodohan yang sebelumnya kita bahas, apa itu masih berlaku?” Leyna bertanya dengan santai. Nadanya tidak terkesan mengharap tetapi juga tidak terkesan menolak.Mendengar itu, semua pandangan kini beralih menatap Edric dan Marcos. Keduanya juga sedikit terkejut. Setelah seminggu tidak ada kabar lanjut, tiba – tiba saja Leyna menanyakan status perjodohan ini.“Itu tergantung pada keputusanmu, Ley. Jika kau setuju, mari kita lakukan.” Edric dengan mantap berkata sedemikian rupa. Dalam hati, Leyna sedikit bahagia, melihat untuk saat ini dia bukan di posisi yang mengejar.“Aku setuju, Edric.” Leyna tersenyum manis. Ia sengaja berdandan untuk menarik perhatian Edric. Ia memakai gaun di atas lulut berwarn
“Kau benar – benar ingin membuatku jatuh miskin, ya?” gurau Edric sambil melihat lusinan tote bag yang ia bawa. Ia baru tahu jika Leyna juga konsumtif seperti ini. Mengingat dulu Leyna sangat pemalu. Bahkan untuk menatapnya saja ia tak bisa. Tetapi sekarang, lihatlah. Perempuan ini bahkan berani meminta jatah sebagai tunangan padanya. Sungguh mengejutkan. “Mungkin,” jawab Leyna yang terkesan cuek. Ia sengaja ingin belanja gila – gilaan menggunakan uang Edric. Hanya ingin mengisengi pria itu dengan membuat saldonya berkurang puluhan juta. Ingin rasanya ia menghabiskan ratusan juta saldo miliknya, tetapi itu hanya akan meribetkannya dengan barang – barang tak perlu yang akan memenuhi apartemennya. Mungkin lain waktu, ia akan memikirkannya. “Lain kali, belilah lebih dari ini. Jika hanya ini yang kau habiskan dariku, tidak akan membuatku bangkrut, Sayang.” goda Edric dengan mengedipkan sebelah matanya. Ia mendadak ingin sekali melihat ekspresi baru dari Leyna, dengan cara menggodanya. “