Saat ini, Leyna tengah berada di mansion Evanthe, yang untuk saat ini hanya dihuni Reynand, pamannya beserta keluarga kecilnya. Suatu fakta yang baru ia tahu. Ternyata, kakek dan neneknya masih hidup dan untuk saat ini mereka tinggal di luar negeri. Memilih hidup tenang menikmati masa tua dan meninggalkan segalanya pada Reynand, satu – satunya pewaris Evanthe.Sudah dapat Leyna tebak. Alasan Reynand memanggilnya ke sana pasti untuk membahas rencana yang pernah ia katakan pada pamannya itu. Mengambil seluruh harta wasiat mendiang ibunya dan mengubah marganya menjadi marga Evanthe. Memang tak mudah untuk melakukannya. Tetapi, dengan adanya Reynand, semua akan teratasi. Leyna tak perlu mengkahawatirkan apapun. Ia hanya perlu menunggu meskipun itu membutuhkan waktu yang cukup lama.“Jadi, apa kau sudah lega? Rencana besarmu sudah terlaksana, bukan?” tanya Reynand yang baru saja datang dan langsung mengambil duduk di sebelah Leyna.“Hmm,” dehem Leyna singkat seraya mengangguk kecil sebaga
Pernikahan antara Olivia dan Edric akhirnya tiba. Pernikahan yang semula untuk Leyna itu, kini tergantikan oleh Olivia. Pernikahan yang seharusnya megah itu, kini hanya diadakan di gedung pernikahan kecil yang dihadiri beberapa orang saja. sebenarnya, tidak ada perubahan pada daftar tamu yang diundang. Hanya saja, kebanyakan tamu itu mengundurkan diri dengan sendirinya atau hanya sekadar menitipkan salam tanpa menghadiri acaranya. Bagaimana tidak? Mereka malas dan agak berat menghadiri acara pernikahan hasil dari perbuatan yang tidak baik.Meskipun begitu, tak sedikit juga yang memilih hadir dalam pernikahan ini. Entah karena merasa tidak enak, atau malah terlalu ingin tahu tentang drama yang baru saja terjadi itu.Olivia dengan rambut pirangnya yang tergerai, tampak sangat menawan dengan balutan dress putih ala puteri kerajaan dengan bahu mengkilap yang senagaja diperlihatkan. Sedangkan Edric, ia juga tampak tampan dengan setelan tuxedo hitamnya, khas pengantin pria. Keduanya tampak
Sebenarnya, Leyna bukanlah tipikal perempuan yang suka dengan keramaian, keriuhan, dan berbau alkohol. Namun, untuk sekarang, ia dengan sengaja pergi ke klub. Ia ingin berada di suasana bising agar ia lebih leluasa dalam mengeluarkan segala unek – uneknya. Dan untuk saat ini, satu hal yang sangat ia butuhkan hanyalah berada di bar.“Berikan aku whiskey,” pintanya pada bartender di sana yang menatap Leyna dengan heran.“Wah, Nona. Sepertinya kau ingin mabuk parah.” Suara di belakangnya, membuat Leyna dengan terpaksa menoleh untuk memastikan.“Xavier?” gumamnya yang masih dapat didengar pria itu.“Jangan berikan dia whiskey, vodka saja untuk kami.” ucapnya yang langsung diangguki oleh bartender.“Hey! Aku yang memesan itu! Kenapa kau dengan seenaknya mengganti pesananku?!” kesal Leyna yang tanpa ia sadari mengeluarkan kaimat terpanjangnya pada Xavier.“Percayalah, vodka lebih enak.” jawabnya enteng seraya mengedipkan sebelah matanya jahil.“Pria gila,” gumam Leyna yang memilih tidak mel
Celah – celah yang membiarkan cahaya matahari lolos itu membuat Leyna terbangun dari tidurnya. Netranya berusaha menyesuaikan kapasitas penerangan yang masuk. Sementara tangannya, ia gunakan untuk memegangi kepalanya yang sedikit pusing. Mungkin, karena efek minum alkohol kemarin malam.Setelah dirasa matanya sudah dapat terbuka dengan lebar, Leyna baru sadar. Saat ini, ia berada di kamar yang tampak asing baginya. Dengan segera, Leyna mengibaskan selimut yang membungkusnya dan segera bangkit dari ranjang yang terbilang sangat nyaman itu. Namun, rasa sakit di pangkal pahanya membuat dahinya mengernyit heran. Secara otomatis, ia terduduk setelah tidak kuat dan tidak familiar dengan rasa sakit yang baru ia rasakan itu.“Tunggu, apa kemarin malam terjadi sesuatu?” gumamnya saat menyadari baju yang ia pakai saat ini berbeda dengan apa yang ia ingat. Leyna berusaha unutk mengambil kembali ingatan kemarin malam, tapi nihil. Tak ada jejak apapun di kepalanya.Leyna kemudian melihat ke arah
“Karena mulai kemarin malam, kau telah menjadi milikku,”Leyna yang mendengar semua ucapan Xavier, mengumpulkan keberanian dan kekesalannya. Miliknya? Enak saja, memangnya siapa pria di depannya ini sampai – sampai mengklaim dirinya seperti mengklaim barang.“In your dream, Sir.” Leyna membenturkan kepalanya pada milik Xavier dengan lumayan keras. Benturan antar kepala itu berhasil membuat dirinya keluar dari kukungan pria itu. Meskipun harus ia akui, dahi Xavier sama kerasnya dengan batu, dan karena kenekatannya itu dahinya juga terasa sakit sekarang.“Kau liar sekali, Nona. Seperti kemarin malam,” sindir Xavier yang ikut menghampiri meja menyusul Leyna yang hendak menyuap makanan lezat di sana.“Diamlah! Jangan bahas itu! kau hanya mengada – ada.” Saking kesalnya Leyna, ia bahkan melempar garpu yang tadinya akan ia gunakan untuk makan ke arah Xavier. Beruntung Xavier dapat menghindar dengan gesit.“Wow, kau sungguh menyeramkan, Ley. Baiklah, aku tak akan mengungkit itu lagi. Atau,
Di kediaman Faramond yang biasanya sepi itu kini memiliki pengantin baru. Walaupun keluarga itu kedatangan anggota baru, suasana di sana tetap terlihat seperti biasa. Yang membedakan hanyalah sekarang, terdapat seorang wanita selain para pelayan di sana.Edric dan Olivia saat ini tengah sarapan berdua. Sedangkan Marcos? Ia pergi ke luar negeri setelah acara pernikahan kemarin untuk keperluan bisnis. Dan jadilah yang menempati mansion itu hanyalah Edric, Olivia dan beberapa pelayan dan penjaga saja.Pelayan tampak bekerja maksimal dalam menyiapkan dan menghidangkan masakan kepada tuan dan nyonya muda mereka. Walaupun beberapa dari mereka memang dengan sembunyi - sembunyi menatap tak suka pada Olivia yang menurutnya sudah kurang ajar pada saudaranya.“Kak, kau ambil cuti sampai kapan?” tanya Olivia memecah keheningan.“Emm, mungkin satu minggu ke depan. Kenapa, Liv?” tanyanya menatap Olivia kemudian mengalihkannya pada sarapannya.“Bagaimana kalau kita liburan sebentar, Kak? Apa kau mau
Entah sejak kapan, Leyna dan Logan kini berjalan berdampingan di kebun binatang kota. Secara tiba – tiba, ayahnya itu memanggil dan meminta putri tunggalnya untuk pergi ke tempat itu bersamanya. Baik dari jauh, maupun dekat, suasana antara kedua orang itu cukup canggung. Tak ada yang memulai pembicaraan. Masing – masing dari mereka memilih untuk mengalihkan perhatiannya pada jajaran kandang yang tersedia. “Terkadang, aku rindu momen – momen seperti ini,” ucap Logan yang memilih untuk membuka suara terlebih dahulu. Leyna tampak menoleh sekilas, sebelum pada akhirnya memusatkan kembali pandangannya ke depan. “Aku tak tahu harus menjawabmu dengan apa, tetapi sedari kecil aku tak pernah merasakan momen yang seperti ini. Ibu meninggalkanku terlebih dahulu, dan kau, terlalu sibuk dengan urusanmu.” Leyna memilih mengeluarkan segala unek – uneknya. Kali ini, ia tak akan memendam perasaannya pada sang Ayah. Logan menatap putrinya dengan tatapan sendu. Menyiratkan perasaan sedih dan menyesal
“Ed, bisakah aku memintamu untuk membeli villa ini? Villa ini cukup bagus, aku menyukainya.” pinta Olivia yang dengan manjanya meminta sesuatu yang bisa terbilang fantastis pada suaminya itu. Tidak ada angin maupun hujan, tiba - tiba saja Olivia menyeletuk meminta sebuah villa di Dubai yang terdapat di suatu website.“Biar diurus terlebih dahulu. Membeli villa di tempat yang strategis itu bisa dibilang cukup susah, Oliv. Kuharap kau mengerti” Edric mencoba untuk membujuk Olivia, istrinya itu dengan kalimat yang selembut dan selogis mungkin. Bukannya ia tak mampu, tetapi terkadang Olivia jika meminta harus ditepati di waktu itu juga.“Baiklah, aku percaya padamu, Sayang.”Olivia menyenderkan kepalanya di pundak Edric. Sudah seminggu mereka di sana, menikmati pemandangan, mengunjungi berbagai tempat, atau sekadar berdiam di dalam kamar berdua. Ia sangat senang mengingat kembali kemenangannya dari Leyna. Edric jadi miliknya dan dia menjadi Nyonya Faramond.“Aku ingin segera melihat dirim