Share

Evan Mati Kutu

Evan melotot ke arah Rena, iya suara itu adalah suara Rena, sekretaris pribadinya. Sementara itu, Asty semakin tajam menatap suaminya, tanpa ia mencari dan meminta, kebusukan suaminya perlahan terbongkar. Asty yakin, jika Evan memiliki hubungan khusus dengan Rena, sekretaris pribadinya.

"Kamu sekretaris suami saya kan?" tanya Asty. Ia berjalan menghampiri Rena. Tangannya terlihat gemetar saat Asty berjalan mengelilinginya.

"Kamu tidak perlu gemetar seperti itu, saya nggak bakal gigit kok," ujar Asty, seketika Rena mendongak.

"Sayang, kita .... "

"Aku ada urusan sama dia, Mas. Udah, Mas duduk aja sama Erik." Asty memotong ucapan suaminya. Evan hanya menghela napas, dan akhirnya ia pasrah.

"Nama kamu Rena." Asty kembali melempar pertanyaan untuk Rena.

"Iy-iya, Bu." Rena mengangguk. Asty kembali berputar memperhatikan penampilan sekretaris suaminya itu.

"Dia bukan sekretaris biasa, dan profesinya juga bukan hanya sebagai sekretaris, tetapi juga ada yang lain," batin Asty.

"Sudah berapa lama kamu bekerja sebagai sekretaris, pak Evan?" tanya Asty.

"Satu tahun, Bu." Rena menjawab dengan masih menunduk.

"Lumayan, itu minuman apa yang kamu bawa." Asty menunjuk gelas yang Rena pegang.

Rena terlihat gugup, keringat mulai menetes membasahi kening dan lehernya. Asty tersenyum melihat wanita yang ada di hadapannya itu gemetar lantaran aksinya kini ketahuan. Asty melirik suaminya yang juga terlihat khawatir dan juga gusar.

"Ini, pesanan .... "

"Erik, ke sini kamu." Asty memanggil Erik, detik itu juga Erik bangkit dan berjalan menghampiri Asty.

"Ada apa?" tanya Erik.

"Coba kamu minum, minuman itu," titah Asty, seraya menunjuk gelas yang Rena pegang. Seketika Rena melotot, begitu juga Evan. Akan sangat bahaya jika Erik sampai meminumnya.

"Eh jangan, ini kan buat aku. Kalau mau kamu buat aja sendiri." Evan bangkit lalu mengambil minuman tersebut. Asty melirik suaminya dengan tatapan sinis.

"Apa lagi yang kamu sembunyikan dariku, Mas. Ok aku akan cari tahu sendiri, tujuanku ke sini adalah Erik," batin Asty.

"Rena, kamu keluar sekarang. Ada hal penting yang akan saya bicarakan dengan mereka," titah Asty.

"Baik, Bu." Rena membungkukkan badannya, setelah itu ia beranjak keluar dari ruangan tersebut. Setelah Rena keluar, Asty kembali menyuruh Evan dan Erik untuk duduk.

Setelah mereka duduk kembali, Asty langsung mengutarakan apa yang akan ia sampaikan. Erik dan Evan nampak terkejut setelah mendengar cerita Asty. Terutama Evan, tetapi ia bersyukur karena Vina tidak bercerita jika dirinya yang juga ikut menyentuhnya.

"Erik, bagaimana? Kenapa kamu diam saja. Kamu harus pertanggung jawabkan perbuatan kamu itu." Suara Asty mampu membuat Erik sedikit tersentak.

"Tapi kan, Vina sudah keguguran. Jadi menurutku .... "

"Walaupun Vina sudah keguguran, tapi kamu yang sudah mengambil kehormatannya. Kamu tahu kan, resiko seorang wanita yang tidak memiliki selaput dara lagi itu seperti apa." Asty memotong ucapan Erik. Seketika pria itu terdiam.

"Erik, sudahlah. Nikah saja sama, Vina." Evan mencoba untuk meyakinkan sepupunya itu, agar bersedia menikah dengan adik iparnya.

Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Erik bersedia menikah dengan Vina. "Baiklah, tapi setelah menikah nanti. Vina harus ikut denganku."

"Iya, ya sudah, kamu boleh kembali bekerja. Terima kasih ya, karena kamu mau mengakui kesalahanmu itu, dan mau bertanggung jawab. Kamu memang laki-laki yang pemberani, bukan pengecut seperti ... ah, sudahlah kamu boleh keluar." Asty berucap seraya melirik suaminya. Hal itu membuat Evan salah tingkah.

"Iya, ya sudah saya permisi." Erik bangkit dan beranjak keluar dari ruangan tersebut. Setelah Erik keluar, Asty menghela napas dan menyenderkan punggungnya di sandaran sofa.

Tiba-tiba ponsel Asty bergetar, satu pesan diterima. Dengan segera Asty membuka dan membacanya, ia tersenyum saat membaca pesan yang dikirim oleh orang suruhannya. Evan yang melihat istrinya tersenyum, langsung mendekat dan duduk di sebelah Asty.

"Kapan mereka akan menikah?" tanya Evan.

"Secepatnya, aku yang akan mengurusnya," jawab Asty, lalu memasukkan ponselnya ke dalam tas.

"Ya sudah, aku mau pulang sekarang. Kasihan Vina di rumah sendirian." Asty bangkit dari duduknya.

"Ya sudah, hati-hati di jalan," sahut Evan.

"Iya, Mas juga hati-hati ya. Ada mata yang selalu mengawasi." Asty mengedipkan matanya yang sebelah.

Setelah itu ia berpamitan untuk pulang, Evan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, saat mendengar ucapan istrinya.

***

Waktu berjalan begitu cepat, hari ini Evan memilih untuk pulang lebih awal. Pukul setengah tujuh Evan sudah tiba di rumah Luna. Ia sudah berjanji akan menghabiskan waktu bersama istri mudanya itu sebelum pulang ke rumah. Luna tersenyum saat melihat lelakinya pulang.

"Kamu udah makan apa belum, ini aku bawain martabak kesukaan kamu?" tanya Evan. Keduanya berjalan menuju ruang tengah.

"Belum, wah kebetulan banget aku lagi pengen makan martabak. Makasih ya, Mas." Luna mencium pipi kiri Evan, lalu menerima kresek putih berukuran cukup besar yang suaminya bawa.

"Sama-sama, udah sekarang kamu duduk saja. Biar aku yang siapin, aku ambil piring dulu." Evan mengambil kembali kresek tersebut dan membawanya ke meja makan.

"Iya, Mas." Luna mengangguk. Setelah itu ia memutuskan untuk duduk di sofa.

Tiba-tiba saja bel rumah berbunyi, dengan segera Luna bangkit dari duduknya. Wanita hamil itu berjalan menuju ruang tamu, ia bergegas membuka pintu utama. Setelah pintu terbuka, Luna cukup terkejut saat melihat siapa yang datang.

"Luna, apa kabar," sapanya, yang tak lain adalah Asty. Seketika Luna diam, dengan pikiran yang kacau, ia sama sekali tidak menyangka kalau Asty akan datang.

"Hey, Luna kamu baik-baik saja kan." Asty memegang lengan Luna. Sontak sahabatnya itu tersentak, dan detik itu juga lamunannya buyar.

"Eh, iya aku .... "

"Sayang kamu di mana? Ini martabaknya, kamu .... " ucapan Evan terhenti saat melihat Asty berdiri di ambang pintu. Susah payah pria itu menelan salivanya sendiri, suaranya terasa tercekat, dari mana istrinya itu tahu rumah baru Luna, istri keduanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status